Lafaz Allah di Langit Biru Itu
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Ada rasa geli dan sedikit malu saat saya menulis
"Resonansi" kali ini. Karena merasa senang, gambar lafaz Allah di
langit biru dalam huruf Arab yang sangat indah kiriman Bung GM (Goenawan
Mohamad) beberapa hari yang lalu langsung saya sebarkan kepada banyak sahabat,
termasuk sejumlah petinggi di republik ini.
Bukan saja lafaz itu yang dikirim GM, melainkan juga kalimat
berikut (dikutip sebagaimana aslinya): “Di negeri yang dianggap kafir, New
Zealand, penghormatan diberikan kpd minoritas yg jadi korban, muslimin dan
muslimat. Angkatan Udaranya menulis ‘Allah’ di langit.” Saya hanya memberi
komentar satu kata saja terhadap kiriman itu: “Dahsyat.”
Sebagaimana terlihat pada gambar itu, di sebelah atas nama Allah
yang dipertunjukkan oleh enam pesawat AU (Angkatan Udara) itu, ada kalimat
bahasa Inggris berikut ini: “New Zealand Air Force yesterday displayed the name
of Allah in Arabic in solidarity with Muslim community.” (AU Selandia Baru
kemarin mempertunjukkan nama Allah dalam huruf Arab dalam semangat solidaritas dengan
komunitas Muslim).
Siapa yang tidak terkesan dan terharu oleh semangat tanda simpati
yang ditunjukkan orang lain terhadap korban selepas terjadinya serangan brutal
oleh teroris-rasis kulit putih Australia, Brenton H Tarrant. Tragedi itu
berlaku di dua masjid ketika salat Jumat di Jl Christchurch, Selandia Baru,
pada 15 Maret 2019 dengan korban tewas 50 jamaah.
Agak lama saya merenungkan berita dan kejadian di atas. Sebelum
itu, reaksi spontan terhadap serangan keji itu saya kirimkan kepada Komjen
Suhardi Alius (Kepala BNPT) pada 17 Maret berikut ini (disalin sesuai aslinya):
"Jenderal SA, Selandia Baru yg selama ini dikenal dunia sbg salah salah
satu kepingan bumi yg paling aman dan nyaman, kini tercabik sudah. Kebetulan
korbannya Muslim, di kawasan lain, lagi-lagi korbannya Muslim dan non-Muslim
dlm kuantitas yg lbh dahsyat. ‘Dunia kita’, kata Anthony Gidden, ‘adalah dunia
yg lintang pukang,’ ‘a runway world.’ Selebihnya, kt tdk tahu, ke mana jenis
homo sapiens ini mau melangkah: ke arah perdamaian atau ke hara-kiri total.
Allahu a’lam! Maarif."
Kembali kepada alur cerita semula. Berita dari GM itu juga saya
kirimkan kepada Prof Azyumardi Azra. Komentarnya begini: “Bukan New Zealand Air
Force tapi TNI AU dalam Jogja Air Show 2017. Tapi, hebatnya, kata pihak TNI AU,
formasi itu sebenarnya terjadi tanpa kesengajaan! Barangkali itulah bukti
kebesaran Allah.”
Kemudian, saya menjadi semakin tersadarkan oleh komentar Ahmad
Sahal, intelektual muda NU yang kritikal: “Terima kasih informasinya. Janganlah
kita mudah menyebarkan sesuatu yang tidak diketahui kebenarannya atau hoaks.
Foto itu bukan pesawat RNZAF tapi Tim Aerobik Jupiter TNI AU."
Ada lagi catatan dari Erik Tauvani yang senada dengan Sahal.
“Gambar ini belum tentu valid, Buya. Karena saya juga melihat gambar serupa
tapi keterangannnya di Pakistan pada 2018 yang lalu.”
Aduh, ternyata saking senangnya, berita hoaks di atas saya
sebarkan dengan penuh antusiasme. Bukan karena gambar itu palsu, melainkan
karena peristiwanya di Indonesia, bukan di Selandia Baru, sebagaimana Prof Azra
telah mengoreksinya.
Untuk mengurangi “rasa dosa”, peringatan Ahmad Sahal itu saya kirimkan
pula kepada mereka yang tadinya tertipu oleh ulah saya yang percaya begitu saja
terhadap kiriman seorang sahabat. Hebatnya, sebagian besar mereka yang mendapat
sebaran saya bukan main terharunya.
Inilah di antara ungkapan kekaguman mereka: “Luar biasa, Buya. Ini
yang harus dicontoh oleh bangsa kita, Buya. Bagaimana penghargaan negara
terhadap minoritas.” “Ya, Prof. Negara kafir yang Islami.” “Hebat Prof. Izin share.”
“Ya Allah luar biasa penghormatannya terhadap Islam.” “Luar biasa,
Buya.” “Begitu humanis mereka, Buya. Negara mayoritas Islam sepertinya tidak
ada yang seperti itu.” Masih ada format keharuan yang lain. Setelah catatan
Ahmad Sahal sampai kepada mereka, barulah paham apa yang sebenarnya berlaku.
Itulah sebabnya saya geli dan malu.
Akhirnya, untuk selanjutnya saya mesti lebih berhati-hati
berselancar di dunia medsos, sekalipun yang diviralkan itu hal-hal yang baik
dan positif, bukan fitnah atau ujaran kebencian. Dunia IT ini sungguh
mengerikan. Di sisi lain, banyak pula manfaatnya. []
REPUBLIKA, 02 April 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar