Mengapa Nabi Banyak
Berpuasa di Bulan Sya’ban?
Bulan Sya’ban adalah bulan yang banyak
memiliki faedah. Beberapa amalan telah diajarkan ulama, seperti membaca
Al-Qur’an, memperbanyak shalawat, memperingati malam Nishfu Sya’ban, serta
berpuasa di bulan Sya’ban.
Puasa khusus Sya’ban barangkali tidak
sepopuler puasa sunnah lain yang banyak disebutkan dalam ceramah ataupun
pengajian. Kendati demikian, puasa bulan Sya’ban sendiri memang dilakukan oleh
Nabi.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam al Bukhari
disebutkan:
عَنْ
أَبِي سَلَمَةَأَنَّ عَائِشَةَ -رضي الله عنها- حَدَّثَتْهُ قَالَتْ: "لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ -صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ
يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ...
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Salamah,
bahwa Aisyah berkata: Nabi tidak berpuasa pada satu bulan lebih banyak selain
di bulan Sya’ban. Sesungguhnya Nabi berpuasa pada bulan Sya’ban (seolah-olah)
pada seluruh bulan.” (HR. Bukhari)
Meski tidak setiap hari, namun karena saking
seringnya Nabi didapati berpuasa di bulan Sya’ban, maka disebutkanlah seolah
Nabi berpuasa di bulan Sya’ban setiap hari. Imam al Qasthalani dalam Irsyadus
Sari yang merupakah syarah Shahih al Bukhari mencatat alasan Nabi
memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
Suatu ketika, Nabi ditanya oleh Usamah bin
Zaid:
عن
أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ
شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ، قَالَ: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ
وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ
الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Artinya: “Dari Usamah bin Zaid, ia berkata:
Aku bertanya pada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, aku tak melihat engkau
berpuasa dalam sebulan sebagaimana engkau lakukan di bulan Sya’ban.” Rasulullah
menjawab, “Bulan itu (Sya’ban) adalah bulan yang banyak orang lalai darinya,
karena berada di antara bulan Rajab dan Ramadan. Pada bulan Sya’ban, amalan
diangkat kepada hadirat Allah, maka aku ingin amalanku diangkat selagi aku
sedang berpuasa.” (HR. An Nasa’i)
Demikianlah, karena berada di antara dua
bulan yang agung dan kerap dirayakan, yaitu bulan Rajab yang termasuk bulan
haram (mulia), dan bulan Ramadan yang merupakan bulan puasa, orang-orang
menjadi disibukkan dengan dua bulan itu. Tampak familiar bukan?
Selanjutnya Ibnu Hajar al Asqalani
menyebutkan dalam Fathul Bari Syarh Shahih al Bukhari bahwa Aisyah juga
meriwayatkan bahwa Nabi banyak berpuasa di bulan Sya’ban karena pada bulan
tersebut ajal seorang manusia dicatat, dan Nabi ingin ajal beliau dicatat saat
sedang berpuasa.
Dapat kita simpulkan bahwa tujuan Nabi banyak
berpuasa di bulan Syaban adalah sebagai ajaran kepada umatnya bahwa bulan
Sya’ban adalah momen diangkatnya amal perbuatan. Ketika dalam keadaan berpuasa,
tentu itu hal yang baik.
Begitu pula Nabi menyebutkan bahwa keutamaan
bulan Sya’ban itu kerap terlupa karena fokus kebanyakan masyarakat teralih pada
dua bulan yang mengapitnya, yaitu Rajab dan Ramadan. Padahal, bulan Sya’ban
sendiri bisa menjadi bulan persiapan dan ‘pemanasan’ untuk meningkatkan ibadah
di bulan Ramadhan nanti. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar