Keutamaan Wali di Atas Alim
Penghargaan masyarakat terhadap ilmu
pengetahuan sangtlah tinggi. Setinggi penghargaan mereka terhadap para
pemiliknya (ulama). Betapa taat dan ta’dhimnya para santri kepada para ulama
dapat dilihat ketika mereka berbondong-bondong mendengarkan petuah, pengajian
dan ta’limnya. Hal ini sesuai dengan petunjuk agama untuk menghargai ilmu dan
para pemegangnya.
Penghargaan yang serupa juga diberikan kepada
para wali, bahkan penghormatan itu jauh lebih dalam ketika mereka telah tiada.
Lihatlah beberapa makam para wali yang berada di Nusantara ini selalu penuh
dengan peziarah. Sebagian masyarakat mampu memahamai fenomena ini dengan
jernih. Dan membacanya sebagai bagian dari tradisi Islam. Tetapi sebagian orang
tidak memahami hal ini, dan menganggap penghormatan kepada wali dan orang mati
tidaklah pantas dilakukan. Mereka menganggap posisi seorang wali tidaklah lebih
tinggi dari seorang ‘alim. Padahal tidak demikian, karena posisi wali ada di
atas posisi alim.
Karena jika para alim adalah mereka yang
menguasai masalah furu’ dan ushul dalam ajaran agama Islam yang membentang dari
hal aqidah, syariah, tafsir, hadits dan seterusntya. Maka sesungguhnya para
wali yang telah mencapai ma’rifat kepada Allah swt, dan membenamkan diri dalam
pengabdian kepada-Nya setulus hati untuk selamanya dengan rela mengorbankan
berbagai kesenangan duniawi dan syahwat rohani, maka sesungguhnya wali itu
lebih utama posisinya dibandingkan para alim.
As-Syaikh Zainuddin al-Malibary mengatakan
dalam Hidayatul Adzqiya’ sebagai berikut:
والعارفون
بربهم هم أفضل * من أهل فرع
والأصول تكملا
فلركعة
من عارف هى أفضل * من ألفها
من عالم فتقبلا
Dan mereka orang-orang yang mengenal
(makrifat) Tuhannya lebih afdhal (utama) dibandingkan para ahli furu’ dan ahli
ushul yang sempurna. Sesungguhnya satu raka’at yang dilakukan orang arif (wali)
itu lebih utama dibandingkan seribu raka’at orang alim. Terimalah keterangan
ini.
Begitu pula keterangan Sayyid al-Bakri Ibn
Sajjid Muhammad Syatha ad-Dimyathi dalam kitabnya Kifayatul Atqiya’ wa Minhajul
Ashfiya’ beliau menjelaskan bahwa kemuliaan orang yang berilmu (alim) itu
sangat tergantung dengan ilmunya dan fungsi dari ilmu tersebut yang sangat
terbatas. Akan tetapi kemuliaan para wali (al’arifuuna billah)orang yang
mengerti Allah swt itu tergantung kepada yang Maha Mengetahui yang
pengetahuan-Nya sangat sempurna dan amat mulia (yang tanpa batas - tanpa
tanding).
وذلك
بأن العلم يشرف بشرف المعلوم وبثمراته فالعلم بالله وصفاته أشرف من العلم بكل من
الفروع والأصول لأن متعلقه أشرف المعلومات وأكملها
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar