Antara Syariat Syekh Siti Jenar & Wali Lainnya
Oleh: Muhamad Kurtubi
MENUJU Tuhan rupanya menjadi hal yang terus
menerus diupayakan para hamba pencinta. Dalam ajaran agama, banyak cara dan
jalan yang ditempuh oleh para ulama (rohaniwan) mengajarkan pada kita. Salah
satu contoh di dalam ajaran Islam mengenal istilah adalah gerakan batin (hakekat).
Semisal yang dicanangkan oleh Al Hallaj dan
diteruskan oleh Syekh Siti Jenar di Indonesia. Wali ini tidak dimasukan dalam
lingkungan atau anggota Wali Sanga. Mungkin karena sistem dan metodanya tidak
sama. Tetapi generasinya terus berkembang hingga kini. Tidak mengetahui di
mana shalatnya.
Di samping itu ada banyak jenis gerakan
selain Syekh Siti
Jenar yang dicanangkan oleh para Wali (songo). Diantaranya adalah
thareqat. Pertanyaanya, apakah gerakan tarekat yang dicanangkan para wali itu
masuk dalam kategori syareat atau gerakan hakekat?
Islam lahir didahului oleh hakekat baru
kemudian syareat. Buktinya Nabi saw lama bertahannuts (bermalam) di gua Hira.
Beliau menghabiskan malam-malamnya di sana untuk beribadah dengan mengabdikan
diri kepada Allah swt. Beberapa malam kemudian, turunlah wahyu pertama. Di
sinilah syareat mulai dibentuk untuk umatnya.
Namun pada giliran periode berikutnya, muncul
gerakan yang mirip hakekat yang diajarkan oleh Al Hallaj yang cukup
bertentangan dengan syareat pada umumnya. Beratus tahun kemudian hadir pula
di Indonesia. Pelopornya adalah Syekh Siti Jenar.
Gerakan ini cukup berhasil membawa para pengikutnya
untuk terus mengupayakan gerakan ini berkembang. Entah bagaimana, akhirnya
syareat yang biasanya dianut oleh masyarakat umum tiba-tiba tidak lagi menjadi
fokus utama dalam beribadah kepada Allah. Yang hadir dan ramai di anut oleh
masyarakat adalah sejenis hakekat. Di antara yang kerap dibicarakan orang
adalah ungkapan “eling”. Atau “manungaling kaula Gusti”. Semacam penyadaran
akan penyatuan antara hamba dengan Tuhannya.
Konon ajaran itu masuk dalam kategori
hakekat. Adapun syareatnya tidak seperti para penganut Islam biasanya. Atau
barangkali tidak ada syareat sama sekali. Seandainya pun ada syareat, maka dipastikan
sangat berbeda dengan para pemegang rukun Islam pada umumnya.
Ajaran Syekh Siti Jenar, salah satunya,
menurut salah satu pembimbing tarekat, adalah gerakan shalat di atas daun.
Generasinya hingga kinipun masih mempraktekkannya. Selembar daun dipotong
dan digelar sebagai sajadahnya lalu melaksanakan shalat di atas daun itu di
permukaan air.
Atau suatu ketika selembar daun pisang
menempel di dahannya, maka di situlah mengerjakan shalatnya. Jadi begitulah
seseorang yang (khusus) mendalami ilmu syareat Syeh Siti Jenar.
Karenanya, tidak mustahil seseorang itu
mempelajari bagaimana bisa terbang dan menghilang. Itulah yang diajarkannya.
Itulah karomahnya. Itulah yang saya dengar dari guru. Masalah benar tidaknya
saya belum tahu.
Bagaimana dengan Gerakan para Wali Lainya?
Menurut Abdullah As Sya’roni bukan itu yang
istimewa. Karomah dipandang oleh As Sya’roni adalah al Istiqomah, meskipun
kecil kelihatannya. Sehingga timbul ungkapan “khoirun min alfi karomah”
istiqomah itu lebih baik daripada seribu karomah. Karenanya, tidak perlu tertarik
dan tidak perlu mempelajari hal-hal seperti itu.
Inilah yang disebut gerakan tarekat yang
dipelopori oleh para aulia. Karenanya pernah ada seorang ulama besar membuat
geger orang-orang, di mana shalatnya tidak pernah diketahui. Namun tiba-tiba
saja ulama itu ada di sana. Wallahu a’lam kita tidak tahu, namun itulah
gerakan mereka. Jadi sangat antik mereka punya gerakan.
Karena itu wali Songo tidak mau ketinggalan
punya gerakan juga. Thareqah namanya. Jadi tarekat yang diajarkan para wali itu
sangat jelas dan terlihat apa adanya. Para pengikut tarekat saat berkumpul
ramai-ramai kemudian melakukan dzikir tarekat bersama-sama. Ramai-ramai di
talqin atau di baiat oleh musyidnya, oleh muqoddam atau khalifah, terserah
istilahnya apa, itu semata-mata untuk melestarikan gerakan wali songo.
Itulah alasannya mengapa para pengikut
tarekat berkumpul. Sementara para pengikut syekh Siti Jenar pun gigih membikin
generasi penerusnya dengan gerakan-gerakan yang dianggap kontroversial.
Sementera grupnya Wali Songo ternyata kelihatannya lebih berhasil dalam
gerakannya. Sehingga berkembanglahtarekat di seluruh dunia dengan berbagai
versi dan silsilahnya hingga kini.
Salah satu inti gerakan tarekat yang
dikedepankan oleh para Wali Songo adalah hal yang jelas bentuk syareatnya.
Buktinya adalah orang-orang tarekat dzikirknya jelas, bagaimana ucapannya,
dimana tempat berdzikirnya, apa yang diucapkan, siapa gurunya dan kepada
siapa silsilahnya begitu jelas hingga wusul kepada Rasulullah saw. Tanpa ada
yang disembunyikan sama sekali.
Tentang ajaran hakikat pada tarekat yang
diajarkan para wali hanya mengajarkan khofi selebihnya dzikir, sholawat dan
membaca Al qur’an kepada para pengamal tarekat. Khofi sendiri merupakan hal
rahasia yang tidak bisa diajarkan melainkan dengan talqin kepada mursyidnya,
muqoddam atau khalifahnya.
Namun ajaran “hakekat” yang dikedepankan oleh
tarekat tidak untuk menciptakan sebuah kelebhan (karomah). Semata-mata hanya
untuk bagaimana mampu berkomunikasi kepada Allah dalam segala tingkat keadaan
dan situasi. Jika pun ada kelebihan yang ditimbulkan, hal itu semata-mata
karena maziah saja dan tidak ditampakkan.
Bahkan jika seorang pengikut tarekat memiliki
karomah, ia sendiri menganggapnya sebagai beban yang berat sekali dipikulnya.
Pendeknya, menjadi pengamal tarekat adalah individu yang siap menjadi orang
yang biasa-biasa saja.
Tak Perlu Diadu
Bukan berarti gerakan Wali Songo lebih baik
dari gerakan Syekh Siti Jenar atau sebaliknya. Hal itu tidak perlu diadu dan
dibuat komparasi (perbandingan). Karena hal ini tidak perlu diadu antara
kelebihan dan kekurangannya. Sebab dalam salah satu ajaran tarekat menyebutkan
bahwa tidak perlu mengoreksi ilmu orang lain. Nafsi-nafsi saja. Memperbaiki
dan menambah kekurangan diri.
Akhirnya, seringkali para guru mengajarkan
kepada para pengikutnya: marilah bersama-sama untuk saling tertarik guna
mendalami ilmu bersama Allah SWT. Ilmu ini berada dalam hati, bukan di dalam
pikiran. Sebab ilmu tarekat tidaklah mengajarkan seseorang ahli suatu bidang,
melainkan bagaimana memanaj hati. Jika hati tenang maka akan menolong segala
urusan keduniaan dan keakhiratan. Bukankah Allah menjanjikan: “Ingatlah, hanya
dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.. (Ar Ra’ad: 28)
Kesimpulan:
-
Tarekat merupakan sebuah bentuk
gerakan keimanan yang bertujuan untuk memperbiki akhlak melalui upaya
pembersihan diri (batin) dengan terus menerus mengingat Allah.
-
Ada yang berorientasi hanya pada inti
hakekat saja (batin) tanpa dengan syareat pada umumnya. Diwakilii oleh gerakan
Al Hallaj dan generasi berikutnya adalah Syekh Siti Jenar.
-
Ada pula yang mementingkan syareat dan
hakekat sekaligus. Namun lebih condong ke pelaksanaan syareat seperti
biasanya. Sementara hakekat hanya dalam bentuk dzikir khofi saja. Ini yang
kebanyakan diwakili oleh gerakan tarekat Wali Songo dengan berbagai jenisnya
yang mu’tabarah.
-
Pada akhirnya, gerakan Wali Sanga ini
lebih banyak diterima oleh masyarakat.
-
Tidak perlu membandingkan dua jenis
gerakan ini, mana yang lebih unggul. Masing-masing menjalankan keyakinannya.
Wallhu a’lam.
Muhamad Kurtubi,
Santri Pondok
Pesantren Buntet – Cirebon, lulusan MANU 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar