Energi Getaran dalam Hati
Oleh: Muhamad Kurtubi
Apa jadinya dunia, kalau tidak ada getaran.
Bunyi-bunyian adalah produk dari getaran yang simultan. Semakin lemah getaran,
semakin longgar frekuensi getarannya. Semain keras getaran, semakin rapat
frekuensinya. Maka kita berterima kasih kepada Heinrich Hertz (1857-1894),
Macaroni yang mampu membuat teori getaran sehingga para pakar gelombang suara
mampu menghasilkan berbagai temuannya.
Konon, energi terpancar melalui getaran.
Manfaatnya dapat memberikan tenaga gerak pada segala sesuatu. Misalnya matahari
sebagai sumber energi. Getaran hasil reaksi fusi di dalam matahari mampu
memancarkan foton-foton yang membentuk cahaya. Lalu ia mampu menumbuhkan
tanaman. Kemudian daun-daun hijau (klorofil) menghasilkan oksigen. Gerakan
oksigen yang terpancar di udara inipun kemudian dimanfaatkan manusia dan
mesin-mesin untuk bernafas sehingga menggerakan energi berikutnya.
Getaran Listrik juga demikian. Gaya gerak
listik (GGL) yang tercipta dari hasil fluktuasi magnet pada generator
menghasilkan ion positif dan negatif. Dari keduanya kemudian mengalir dengan
deras ke selang-selang kabel sehingga mampu menghidupi mesin-mesin listrik dan
lampu-lampu. Sehingga dunia menjadi ramai dan memakmurkan penduduk bumi.
Bunyi-bunyian tercipta dari getaran. Suara
yang keluarkan mulut seseorang, dihasilkan dari getaran pita suaranya. Lalu
udara sekitarnya bergetar dan gelombangnya ditangkap membrane dalam genderang
telinga sehinggalah segala ucap dimengerti. Begitu pula suara yang dikeluarkan
dari audio stereo digetarkan oleh membrane yang terdapat dalam speaker dan
digetarkan ke udara lewat foton dan ditangkap lagi oleh genderang telinga yang
bergetar. Sehinggalah dari getaran ini pula semua kata/lagu dimengerti.
Keimanan (rasa beragama) juga timbul dari
getaran. Getaran ini mirip gelombang sinus istilah Nabi saw: kadang yazid
kadang yankus ( naik turun). Namun demikian seperti contoh di atas, orang masih
ada keimanannya (rasa keberagamaanya) saat waktu kritis pun masih
maumengerjakan misalnya shalat. Getaran sosial pun juga. Ketika melihat ada
tetangga membutuhkan, ia tergerak untuk membantu tanpa ingin dipuji atau
semisalnya. Bagi pemimpin yang bergetara rasa keagamaanya, ia tidak mau
sedikitpun untuk korupsi dan lain-lain.
Dalam sebuah ayat Al Qur’an menyebutkan
kalimat: “wajilat qulubuhum” hati mereka bergetar. “waidza tuliyat ‘alaihim
ayatuhu, zaadathum imaana”, kemudian jika dibacakan ayat-ayat (al qur’an)
bertambahlah keimanan mereka. Dengan demikian, adakah hubungan yang signifikan
antara getaran hati dengan rasa keberagamaan seseorang ?
Boleh jadi, rasa beragama merupakan citra
yang didapat hasil dari bergumulnya keagamaan seseorang dalam kesehariannya.
Namanya rasa, ada rasa manis, pahit, asem atau getir. Nah, karena agama
bersifat meruhani tentu saja rasa ini pun sifatnya ruhani. Ternyata, jika
dirunut-runut, rasa beragama ini bermula dari getaran hati karena reaksi pada
dzikir kepada Allah. Misalnya pada ayat di atas, “jika mengingat akan Allah,
hatinya bergetar.”
Sebagai contoh kecil, Misalnya pengalaman
yang mungkin menimpa saya, Anda, teman saya atau siapapun. Pernah suatu ketika
saat hendak mengerjakan shalat ashar namun waktu sudah mendekati finish
(maghrib). Ketika mendengar atau melihat jam sudah setengah enam, saat itu, di
musholla/Masjid terdengar pengajian menjelang maghrib. Kondisi di jalanan
tengah macet luar biasa. Lalu dipaksakanlah mampir di masjid untuk segera
mengerjakan shalat karena khawatir tidak kebagian waktu. Meskipun mengerjakan
shalat ashar itu menjelang maghrib, maka konon, siapaupun orang ini dalam
hatinya masih mampu bergetar. Padahal itu hasil mendengarkan pengajian dari
speaker atau saat melihat jam tangan.
Bayangkan jika tidak ada getaran dalam
hatinya, jangankan mendengarkan suara pengajian, mendengar adzan saat waktu
shalat tiba saja mungkin tidak akan memperdulikannya. Apalagi menjelang waktu
shalat hampir selesai. Kadang terdengar ungkapan: “Masa bodoh ah!”, “baju saya
kotor” atau ungkapan “nanti saja lah shalatnya” dan seterusnya. Tuhanlah yang
mengetahui getaran sehalus apapun yang dipancarkan oleh Hati manusia.
“Inaallaha alimun bidzatissuduur” (Allah mengetahui getaran yang dihasilkan
oleh hati manusia).
Nabi saw, adalah contoh yang paling hebat
getaran hatinya. Diceritakan dalam berbagai versi hadits dimana Rasulullah saw
shalat malam hingga menjelang subuh. Dengan rakaat yang panjang-panjang dan
seringkali menangis. Hingga pada saat hampir masuk waktu subuh, sahabat Bilal
bertanya: “Ya Rasulullah, mengapa Anda menangis bukankah Anda orang yang
dijamin Allah masuk syurga.” Lalu Rasulullah saw menjawab: “Aku belum menjadi
hamba yang bersyukur”.
Shabahat Ali kw, saat mendengarkan adzan
berkumandang, muka beliau pucat karena akan menghadap Allah SWT. Kemudian
cucunya, Ali Zainal Abidin, saat setelah berwudlu, mukanya pucat sekali.
“Mengapa tuan mukanya, pucat?” tanya seseorang. “Bukankah kita akan menghadap
Allah SWT (shalat).” Jawab beliau.
Akhirnya, getaran frekuensi merupakan gejala
alam (sunnatullah) ini berlaku kepada alam makrokosmos. Demikian pula alam
mikrokosmos seperti atom. Di dalamnya terdapat elektron yang senantiasa
bergetar tiada henti. Alam jiwa seperti hati yang kita miliki pun terus-menerus
bergetar yang getarannya mampu mencapai Arasy… Wallahu a’lam. []
Muhamad Kurtubi,
Santri Pondok
Pesantren Buntet – Cirebon, lulusan MANU 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar