Kamis, 10 Januari 2019

(Ngaji of the Day) Ini Penyebab Kedhaifan Hadits


MUSTHALAH HADITS
Ini Penyebab Kedhaifan Hadits

Hadits dapat dibagi dalam tiga tingkatan berdasarkan kualitasnya: hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif. Hadits shahih tingkatan paling tinggi, hadits hasan tingkatan kedua, dan terakhir hadits dhaif. Hadits shahih dan hadits hasan boleh dijadikan landasan hukum, sementara hadits dhaif secara umum tidak bisa dijadikan landasan hukum. Kalau kedhaifan hadits tidak terlalu parah, mayoritas ulama membolehkan menggunakan hadits dhaif dalam hal fadhail a’mal.

Al-Baiquni dalam Mandzumatul Baiquniyyah mengatakan:

وكل ما عن رتبة الحسن قصر #  فهو الضعيف وهو اقسام كثر

Artinya, “Setiap hadits yang kualitasnya lebih rendah dari hadits hasan adalah dhaif dan hadits dhaif memiliki banyak ragam.”

Berdasarkan ini, hadits dhaif berarti hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits hasan ataupun hadits shahih. Mahmud Thahan dalam Taysiru Musthalahil Hadits menjelaskan dua penyebab utama kedhaifan hadits atau ditolaknya sebuah hadits. Ia mengatakan:

أما أسباب رد الحديث فكثيرة، لكنها ترجع بالجملة إلى أحد سببين رئيسين هما: سقط من الإسناد وطعن في الراوي

Artinya, “Penyebab hadits ditolak atau tidak bisa diterima ada banyak. Namun keseluruhannya merujuk pada dua sebab: sanadnya tidak bersambung dan di dalam rangkaian sanadnya terdapat rawi bermasalah.”

Dua penyebab utama kedhaifan hadits ialah sanadnya tidak bersambung dan terdapat rawi bermasalah di dalam rangkaian sanadnya. Ketidakbersambungan sanad itu ada dua bentuk: zhahir dan khafi.

Zhahir berati hadits yang rangkaian sanadnya terputus secara jelas. Artinya tanpa penelitian mendalam pun sanad hadits sudah terlihat terputus dengan cara mengetahui biografi masing-masing perawi. Ini bisa diketahui oleh siapapun, meskipun dia tidak terlalu ahli dalam ilmu hadits.

Sementara khafi adalah hadits yang rangkaian sanadnya terlihat besambung, tetapi setelah diteliti secara mendalam baru terlihat bahwa sanadnya terputus. Penelusuran ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang ahli dan mumpuni dalam ilmu hadits.

Penyebab kedhaifan hadits yang kedua adalah perawi hadits bermasalah, baik kualitas hafalannya maupun perilakunya.

Kualitas perawi dilihat dari dua aspek: kognisi dan moralitas. Kognisi berkaitan dengan kualitas hafalan, tidak pelupa, tidak salah, dan hafalannya kuat. Sementara moralitas berkaitan dengan perilaku hidup seorang perawi hadits, yaitu tidak suka bohong, maksiat, selalu berkata jujur, dan lain-lain. Kalau salah satu dari dua aspek ini bermasalah, hadits yang diriwayatkan perawi tersebut tidak bisa diterima.  Perawi yang kualitas hafalannya tidak bagus tidak diterima haditsnya, begitu pula perawi yang moralitasnya buruk.

Salah satu contoh hadits dhaif ialah hadits riwayat At-Tirmidzi dari jalur Hakim Al-Atsram bahwa Rasulullah berkata:

من أتى حائضا أو امرأة في دبرها أو كاهنا فقد كفر بما أنزل على محمد

Artinya, “Siapa yang berhubungan badan dengan perempuan haidh atau berhubungan melalui dubur, atau mengadu kepada dukun, maka dia kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.”

Hadits di atas menurut sebagian besar ulama adalah dhaif karena diriwayatkan oleh Hakim Al-Atsram. Menurut Ibnu Hajar, Hakim Al-Atsram tidak bisa diterima haditsnya karena dia bermasalah. Karena ada perawi yang bermasalah dalam hadits di atas, meskipun satu orang, maka haditsnya tidak bisa diterima kebenarannya kecuali bila didukung oleh riwayat lain yang lebih kuat. Wallahu a’lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar