Khadijah binti Khuwailid, Sang Penyejuk Hati
Nabi
Saat Jibril turun membawa wahyu pertama, Nabi
sangat gemetar dan khawatir. Beliau bergegas pulang menuju kediamannya dengan
rasa takut. Nabi meminta istrinya, Khadijah binti Khuwailid untuk membawakan
selimut. Khadijah menenangkan, menyelimuti suaminya. Setelah mulai tenang, Nabi
menceritakan apa yang dialaminya di gua Hira kepada Khadijah.
Nabi khawatir apa yang dialaminya dari setan.
Khadijah kembali menenangkan dan menyanggah kekhawatiran suaminya, ia bilang
kepada Nabi:
كَلاَّ أَبْشِرْ فَوَ اللهِ لَا يُخْزِيْكَ
اللهُ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الْحَدِيثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ
وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Tidak mungkin. Demi Allah, Allah tidak akan
merendahkanmu. Sesungguhnya engkau menyambung persaudaraan, jujur dalam
berucap, menanggung orang lemah, menjamu tamu dan membantu kesulitan-kesulitan
hak orang lain.”
Untuk kembali meyakinkan suaminya, Khadijah
mengajak Nabi menemui saudara sepupu Khadijah, Waraqah bin Naufal bin Asad bin
Abdul Uzza. Waraqah dikenal sebagai orang beragama Nasrani yang menguasai isi
kitab Injil, tentunya Injil yang masih orisinal. Waraqah menulis ulang Injil
dengan bahasa Ibrani. Saat ditemui Nabi dan Khadijah, Waraqah sudah tua dan
buta.
“Wahai anak pamanku, dengarkan apa yang
dikatakan saudaramu (Muhammad),” tutur Khadijah membuka obrolan dengan Waraqah.
Kemudian Nabi menceritakan apa yang beliau alami kepada Waraqah. Setelah
mendengar pengaduan Nabi, Waraqah menimpali:
إِنَّهُ
النَّامُوْسُ الَّذِيْ كَانَ يَنْزِلُ عَلَى مُوْسَى، وَيَا لَيْتَنِيْ أَكُوْنُ
حَيًّا إِذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ
“Sesungguhnya yang mendatangimu adalah sosok
malaikat yang turun atas Nabi Musa. Semoga saya masih hidup saat engkau diusir
kaummu.”
Nabi bertanya menegaskan:
أَوَ
مُخْرِجِيَّ هُمْ ؟
“Apakah mereka akan mengusirku?”.
Waraqah melanjutkan penjelasannya:
نَعَمْ
لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلَّا عُوْدِيَ، وَإِنْ
يُدْرِكْنِيْ يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا،
“Iya benar. Tidak ada seorang pun laki-laki
yang membawa risalah sepertimu kecuali dimusuhi. Jika aku menemui hari
pengusiranmu kelak, aku akan menolongmu dengan sungguh-sungguh”.
Cita-cita luhur Waraqah untuk menolong suami
sepupunya tidak terealisasi. Tak lama kemudian, Waraqah meninggal dunia.
Khadijah sangat yakin dan cermat membaca
kerasulan Nabi. Saat Nabi masih bimbang dan cemas, Khadijah memantapkannya.
Dari itu, Khadijah disebut sebagai mujtahid pertama perempuan dalam sejarah
Islam, sebab Khadijah berijtihad dan menggali tanda-tanda kerasulan suaminya
sebelum diangkat menjadi Rasul sebagai tanda-tanda atas kebenaran risalahnya.
Khadijah sangat tenang dan menyejukan. Ia
seperti layaknya ibu bagi Nabi di saat Nabi merasakan kebimbangan yang maha
dahsyat. Para ulama ‘ârifin (tajam mata batinnya, red) menegaskan, “Khadijah
adalah ibu orang-orang beriman, termasuk bagi Rasulullah”, sebab pada saat itu
Nabi sangat membutuhkan sosok ibu dibandingkan istri. Khadijah benar-benar
mengambil peranannya sebagai ibu bagi Nabi, ia merawat, menenangkan, dan setia
berada di samping Nabi saat situasi yang betul-betul sulit. []
Disarikan dari Syekh Mutawalli al-Sya’rawi,
Qashash al-Shahabat wa al-Shalihin, Kairo, al-Maktabah al-Taufiqiyyah, halaman
148).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar