Modifikasi Akad: Menuju
Inovasi Ekonomi Berbasis Fiqih Syafi’iyah
Langkah inovatif pengembangan produk
financing (pembiayaan) dan funding (pendanaan) bagi otoritas jasa keuangan
syariah merupakan sebuah keniscayaan. Dengan jalan mencermati berbagai alur dan
skema akad yang sudah ada di fiqih, berbagai terobosan baru dapat dengan mudah
kita temukan dan selanjutnya diimplementasikan. Tradisi Bahtsul Masail di
kalangan Nahdliyin amat sangat membantu guna menemukan langkah inovatif
tersebut. Produk turunan ini selanjutnya kita sebut sebagai modifikasi.
Karena objek akad pembiayaan di dalam fiqih
umumnya dilakukan melalui tiga cara, yakni murabahah, mudlarabah dan
musyarakah, maka sasaran modifikasi yang terbanyak dalam Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Syariah juga senantiasa berfokus pada wilayah ini. Pencurahan fokus ini
tentu saja tetap dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1. Upaya mewujudkan sistem ekonomi zero riba
(sistem bebas riba).
2. Tidak menabrak aturan fiqih, khususnya
madzhab fiqih yang dipegang teguh oleh mayoritas umat Islam Indonesia, yaitu
bermadzhab Syafi’iyah
3. Maslahah dalam mengembangkan kualitas
pengamalan ajaran agama Umat Islam yang menghendaki kewajiban menjauhi praktik
riba
4. Tidak menimbulkan keguncangan ekonomi
negara
5. Memiliki daya saing dibanding Sistem
Kredit bank konvensional dan pelan-pelan mampu menggantikan peran bank
konvensional sebagai soko guru ekonomi nasional.
Kelima dlawabith ini menjadi bahan
pertimbangan dasar untuk memulai melakukan modifikasi-modifikasi tersebut.
Selanjutnya OJK Syariah perlu melakukan istiqra' (cara membaca versi lain)
terhadap simbol-simbol ekonomi yang selama ini berkembang dan berlaku di negara
tercinta ini, kemudian diubah agar sesuai dengan simbol ekonomi berbasis fiqih
dengan status hukumnya yang dibenarkan menurut kerangka hukum fiqih.
Ada banyak alasan untuk melakukan modifikasi
dan diversifikasi usaha dan fiqih yang memiliki semangat صالح لكل الزمان والمكان (cocok/selaras
dengan zaman dan tempat) harus senantiasa memperhatikan itu. Sampai di sini,
maka apresiasi terhadap keberadaan kajian-kajian ekonomi syariah dan
bahtsul-masail sangat diperlukan untuk melakukan diversifikasi usaha dan
modifikasinya tersebut.
Gambaran Modifikasi dan Diversifikasi Usaha
Seorang pelaku usaha dalam membangun usahanya
sudah barang tentu menghabiskan modal yang tidak sedikit. Setelah langkah
membangun selesai, langkah membangun kepercayaan publik terhadap produk
usahanya juga memerlukan strategi yang jitu dan pengorbanan banyak waktu. Untuk
itu, bila terdapat permasalahan dalam usaha, baik permasalahan personal
antar-pemodal, atau antara pemodal dengan karyawan, tidak mungkin dijadikan
sebagai alasan yang tepat untuk menutup usaha tersebut. Langkah menutup
merupakan tindakan yang tidak bijak dan dibenci oleh syariat agama kita karena
bisa masuk unsur tadlyi’u al-amwal (menyia-nyiakan harta). Apalagi bila usaha
sudah mulai beranjak berkembang, maka sebuah langkah simultan dan terus menerus
istiqamah terjun mengembangkannya adalah sebuah pilihan bijak. Nabi SAW
bersabda:
إن
الله يرضى لكم ثلاثا ، ويكره لكم ثلاثا ، فيرضى لكم أن تعبدوه ولا تشركوا به شيئا
، وأن تعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا ، ويكره لكم قيل وقال ، وكثرة السؤال ،
وإضاعة المال
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT ridlo kepada
kalian tiga perkara dan membenci untuk kalian tiga perkara. 1) Allah ridla
hendaknya kalian menyembah-Nya, dan 2) tidak mensukutukan-Nya dengan sesuatu
apapun, serta 3) hendaknya kalian semua berpegang teguh terhadap agama Allah
dan jangan berpecah belah. Dan Allah membenci atas kalian tiga perkara: 1)
perdebatan (qiila wa qaala), 2) banyak tanya, dan 3) menyia-nyiakan harta. HR.
Imam Muslim (Abi Zakariya Yahya Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawi, Syarah Nawawi
‘ala Muslim, Daru al-Fikr, Juz: 12, hal: 375)
Berdasarkan hadits di atas, kita mengetahui
bahwa langkah menyia-nyiakan harta, adalah dibenci oleh Allah SWT. Masuk salah
satu harta adalah usaha/kegiatan produksi yang bisa menopang ekonomi rumah
tangga, daerah atau bahkan negara. Dengan demikian, menghentikan operasinya
adalah termasuk bagian dari menyia-nyiakan harta tersebut.
Ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan
agar sebuah usaha tidak terhenti usahanya, yaitu: 1) melakukan pilihan
diversifikasi usaha, 2) melakukan modifikasi sistem, dan 3) melakukan
derivatisasi produk, serta 4) dalam kondisi terpaksa menjual seluruh aset
perusahaan dan melakukan langkah remunerasi dan perpindahan kepemilikan.
Diversifikasi usaha merupakan sebuah langkah
pembukaan cabang baru untuk menghasilkan produk yang benar-benar baru dan belum
pernah diproduksi sebelumnya oleh perusahaan. Contoh misalnya, sebuah
Perusahaan Motor Honda mengeluarkan produk beberapa jenis motor pilihan konsumen:
(a) motor sport, (b) motor elegan, (c) motor khusus untuk kaum pria, (d) motor
khusus untuk kalangan umum, (e) motor khusus kaum difable, dan (f) motor khusus
kalangan anak-anak.
Warna dan tujuan produknya tetap sama, namun
wilayah sasar pasaran yang berbeda dari pabrikan yang sama, ini disebut sebagai
diversifikasi usaha. Biasanya langkah ini ditempuh oleh pabrik untuk
kepentingan mendominasi produk di pasaran, sehingga harga pemasaran menjadi
bisa ditekan dan harga asesoris tambahan serta onderdil kendaraan menjadi
murah. Bedakan dengan Suzuki yang memiliki semboyan inovasi tiada henti! Anda
akan menemukan harga onderdil produknya yang mahal di pasaran. Kenapa? Silahkan
dianalisis!
Selain diversifikasi, juga diperlukan langkah
modifikasi sistem. Mari kita lihat di lapangan! Ada berapa jenis kendaraan
sepeda dengan merk Jupiter? Kenapa setiap orderdil dalam Yamaha selalu murah
bila dibandingkan dengan Suzuki dan Honda? Padahal tampilan luar sama-sama
mengalami perubahan asesoris. Itulah yang dimaksud dengan modifikasi sistem.
Tampilannya beda, namun esensinya tetap sama. Lebih lanjut, praktik
masing-masing akan kita sajikan dan kita ulas dalam tulisan berikutnya!
Wallahu a’lam. *****
Bersambung...
[]
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan
dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar