Mengagumi Kemegahan
Menara NU, Warisan Mbah Umar Tumbu
Destinasi wisata alam
yang ada di Pacitan Jawa Timur seperti tidak pernah ada habisnya untuk
dinikmati. Selain panorama alam yang indah, di Kabupaten yang berjuluk
Kota 1001 Goa ini ternyata memiliki obyek wisata religi yang tidak kalah
menarik untuk didatangi, yaitu Menara NU.
Menara ini berdiri di
atas lahan 1900 meter, di sebuah desa bernama Jajar, Kecamatan Donorojo,
Kabupaten Pacitan. Untuk sampai ke sana, dapat melewati jalan raya
Pacitan-Solo.
Keberadaan menara NU
ini sangat lekat dengan tokoh penyebar syiar Islam ala NU di Pacitan, KH Umar
Syahid atau Mbah Umar Tumbu. Selain meninggalkan warisan semangat untuk menjaga
persatuan, Mbah Umar yang wafat pada 4 Januari 2017 lalu juga mewariskan sebuah
menara NU.
Menara megah setinggi
17 meter yang didominasi warna hijau tua ini dirancang dan dibangun oleh Mbah
Umar Tumbu. Dari dasar hingga puncaknya tertera logo NU serta tak lupa bendera
Merah Putih. Angka 17 sendiri melambangkan tanggal kemerdekaan Indonesia.
Memasuki area menara,
terdapat sebuah gerbang yang dibangun dari batu bata bergaya Jawa dan diatasnya
terdapat sebuah tulisan ayat Al-Qur'an.
Dari informasi yang
dikumpulkan NU Online, Senin (28/5), Menara NU tersebut merupakan satu-satunya
yang ada di Indonesia. Menara yang selesai pembangunannya diresmikan oleh
Habib Luthfi bin Yahya pada 15 Agustus 2015 ini juga merupakan mercusuar, agar
kapal yang lewat, agama lain, dan ideologi lain tidak menabrak bumi NU ini.
Kalau kapal sampai menabrak bumi nusantara bisa pecah dan tenggelam karena yang
ditabrak adalah karang.
Mungkin apa yang
dilakukan oleh Mbah Umar dengan membangun menara ini, oleh orang lain akan
dianggap perbuatan sia-sia, mengerjakan sesuatu yang tak jelas manfaatnya
karena di pedalaman yang jarang dilihat dan didatangi orang. Tapi Mbah
Umar sedang membuat mercusuar untuk memberi kabar pada dunia bahwa NU masih ada
walaupun sekian lama ditindas orang.
Mbah Umar Tumbu wafat
dalam usia 114 tahun. Namun ada yang menyebut, usiannya 132 Tahun. Pada masa
remajanya, ia menjadi murid KH Dimyathi Abdullah di Pesantren Tremas
Pacitan.
Di kalangan
masyarakat Pancitan, Mbah Umar dikenal sebagai kiai pelayan umat, dermawan, lemah
lembut. Semasa muda hidup berkelana dengan jualan tumbu (wadah dari anyaman
bambu) dan membangun masjid, mengabdi pada NU tanpa batas, dan selalu mengajak
kepada kaum muslim agar senantiasa menjaga kerukunan dan persatuan.
Menara NU warisan
Mbah Umar kini menjadi destinasi wisata religi baru di Pacitan. Apalagi saat
bulan Ramadhan. Menara ini bisa dijadikan jujugan sambil menunggu waktu maghrib
tiba. Karena menara ini dibangun di atas daerah berbukit, begitu berada di
puncak menara dapat menyaksikan keindahan daerah itu dari ketinggian di segala
arah.
Selain menara NU,
Mbah Umar Tumbu juga meninggalkan sebuah bangunan pendopo yang kini diwakafkan
kepada warga NU. Bangunan ini terbuka 24 jam bagi siapa saja yang berkunjung ke
sana.
Di area tersebut juga
terdapat makam Mbah Umar Tumbu. Tepatnya di belakang masjid Desa Jajar. Bila
anda berkunjung ke Pacitan, jangan lupa untuk berziarah ke makam Mbah Umar dan
mengunjungi menara NU itu. []
(Zaenal Faizin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar