Senin, 14 Januari 2019

(Ngaji of the Day) Hukum Memberikan Hibah kepada Non-Muslim


Hukum Memberikan Hibah kepada Non-Muslim

Pertanyaan:

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, semoga selalu dilindungi Allah SWT. Dalam kesempatan ini kami akan menanyakan hal yang sedikit sensitif, yaitu mengenai hukum memberikan hibah kepada non-Muslim. Apakah diperbolehkan? Mohon penjelasannya atas masalah ini. Kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Nama dirahasiakan – Jakarta

Jawaban:

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa hibah secara bahasa artinya adalah pemberian secara cuma-cuma atau sukarela. Sedangkan menurut syara’ adalah mengalihkan hak kepemilikan suatu benda kepada pihak lain dengan tanpa imbalan. Demikian sebagaimana yang kami pahami dari keterangan dalam Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah berikut ini:

الْهِبَةُ لُغَةً : الْعَطِيَّةُ الْخَالِيَةُ عَنِ الأْعْوَاضِ وَالأْغْرَاضِ ، أَوِ التَّبَرُّعُ بِمَا يَنْفَعُ الْمَوْهُوبَ لَهُ مُطْلَقًا . وَهِيَ شَرْعًا : تَمْلِيكُ الْعَيْنِ بِلاَ عِوَضٍ

Artinya, “Hibah secara bahasa adalah pemberian terlepas dari imbalan dan tujuan terntentu, atau bisa pemberian dengan secara cuma-cuma sesuatu yang bermanfaat bagi pihak penerima hibah secara mutlak. Sedang menurut syara’, hibah adalah mengalihkan hak kepemilikan suatu benda  kepada pihak lain dengan tanpa imbalan,” (Lihat Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Salasil: tanpa keterangan tahun], juz I, halaman 144).

Dari sini kemudian muncul pertanyaan, bagaimana jika seorang Muslim memberikan hibah kepada non-Muslim? Untuk menjawab pertanyaan ini maka kami akan menghadirkan pandangan Ali As-Saghdi seorang ulama dari kalangan Madzhab Hanafi. Menurutnya, boleh saja seorang Muslim memberikan hibah kepada non-Muslim. Hal ini sebagaimana yang kami pahami dari pernyataannya berikut ini:

وَاَمَّا هِبَةُ الْمُسْلِمِ لِلْكَافِرِ فَجَائِزَةٌ يَهُودِيًّا كَانَ اَوْ نَصْرَانِيًّا اَوْ مَجُوسِيًّا اَوْ مُسْتَأْمَنًا فِي دَارِ الْاِسْلَامِ

Artinya, “Adapun hibah orang Muslim kepada orang kafir itu boleh, baik orang kafir tersebut adalah orang Yahudi, Nasrani, Majusi, atau kafir musta`man di negara Islam,” (Lihat Ali As-Saghdi, An-Nutaf fil Fatawi, [Beirut, Muassatur Risalah: 1404 H/1984 M], halaman 520).

Pandangan di atas menurut kami harus dibaca dalam konteks ketika apa yang dihibahkan itu memang bisa dimiliki oleh non-Muslim. Kebolehan berhibah tersebut dalam pandangan kami setidaknya didasarkan salah satunya kepada firman Allah SWT ayat 8 Surat Al-Mumtahanah berikut ini:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Artinya, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil,” (Surat Al-Mumtahanah ayat 8).

Menurut Al-Kawasy—sebagiamana dikemukakan Ibnu Ajibah—ayat tersebut turun sebagai bentuk rukhshah atau keringan kebolehan menjalin berhubungan dengan berbagai pihak yang memusuhi dan memerangi kaum Mukmin. Menurutnya, ayat tersebut juga menunjukkan kebolehan berhubungan dan berbuat kebaikan kepada orang-orang non-Muslim yang tidak memerangi umat Islam, kendati loyalitas di antara mereka (non-Muslim) masih tetap kuat.

قَالَ الْكَوَاشِيُّ : نُزِلَتْ رُخْصَةً فِي صِلَةِ الَّذِينَ لَمْ يُعَادُوا الْمُؤْمِنِينَ وَلَمْ يُقَاتِلُوهُمْ . ثُمَّ قَالَ : وَفِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلَالَةٌ عَلَى جَوَازِ صِلَةِ الْكُفَّارِ ، اَلَّذِينَ لَمْ يَنْصُبُوا لِحَرْبِ الْمُسْلِمِينَ ، وَبِرِّهِمْ ، وَإِن انْقَطَعَتِ الْمُوَالَاةُ بَيْنَهُمْ

Artinya, “Al-Kawasi berkata, ‘Bahwa ayat ini diturunkan terkait kebolehan (rukhshah/keringanan) menyambung tali silaturahmi dengan orang-orang yang tidak memusuhi dan memerangi kaum mukmin.’ Kemudian ia berkata, ‘Ayat ini menunjukkan kebolehan bersilaturahmi dan berbuat kebajikan kepada orang-orang kafir yang memerangi kaum Muslim, dan meski loyalitas di antara mereka tetap kuat,’” (Lihat Ibnu ‘Ajibah, Al-Bahrul Madid, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1423 H/2002 M], cetakan kedua,  juz VIII, halaman 37).

Berangkat dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa boleh seorang Muslim memberikan hibah kepada non-Muslim karena hibah termasuk dari amal kebajikan (al-birr). Tetapi tentu  dengan catatan bahwa bahwa apa yang dihibahkan tersebut adalah sesuatu yang memang boleh dimiliki orang non-Muslim tersebut. Non-Muslim tersebut bukan termasuk dari kategori pihak yang memerangi umat Islam (kafir harbi).

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar