Mau Menikah? Mulailah
dengan Beberapa Niat Baik Ini!
“Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga,”
itulah kata seorang penyair menggambarkan betapa pentingnya cinta dalam
kehidupan. Allah yang menciptakan rasa cinta di dalam diri manusia, dan Allah
pula yang menciptakan ketertarikan manusia pada lawan jenisnya. Oleh sebab itu
Allah memberi petunjuk kepada manusia bagaimana menjalin cinta dalam ikatan
yang benar dan suci, yaitu dengan ikatan suci pernikahan.
Allah berfirman:
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Pernikahan adalah sesuatu yang sangat penting
dalam roda kehidupan manusia. Dari pernikahanlah lahir generasi-generasi baru
yang akan melanjutkan keberlangsungan kehidupan di dunia ini. Saking pentingnya
pernikahan, baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَمَا
وَاللهِ إِنِّي لأَخْشَاكُمْ للهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لكِنِّي أَصُومُ
وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ؛ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ
سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Artinya: “ngatlah, demi Allah sesungguhnya
aku adalah orang yang paling takut dan paling taqwa kepada Allah, akan tetapi
aku berpuasa, tidak berpuasa, aku sholat, aku tidur dan aku menikahi para
wanita. Barang siapa tidak menyukai sunnahku, maka ia bukan termasuk dari
golonganku.” (HR Bukhari)
Perlu diingat bahwa sesungguhnya ada sesuatu
yang tidak kalah penting dengan pernikahan itu sendiri namun sering terlupakan,
yaitu niat yang baik saat menikah. Sebab, pada dasarnya hukum menikah adalah
mubah yang tidak ada pahala di dalamnya. Namun pernikahan akan menjadi ibadah
jika disertai niat yang baik semisal niat menjalankan sunnah, memejamkan
pandangan (dari perkara yang haram) dan niat-niat sesamanya. Di dalam kitab al-Minhaj
as-Sawi disampaikan:
ذكر
الفقهاء رحمهم الله أنه يستحب أن ينوي المتزوج بالنكاح إقامة السنة وغض البصر –
إلى أن قال – ونحو ذلك من المقاصد الشرعية لأن النكاح يكون عبادة بهذه المقاصد
وأشباهها فيثاب عليه ثواب العبادات وإلا فهو من المباحات التي لا ثواب فيها كأن
يكون قصده مجرد اللهو والتمتع أو تحصيل مال أو نحوه
“Para ulama fiqh rahimahullah berkata, ‘Sesungguhnya
bagi orang yang menikah hendaknya pernikahannya diniati menegakkan sunnah,
memejamkan pandangan dari perkara yang haram... dan sesamanya dari
tujuan-tujuan syareat. Karena sesungguhnya pernikahan akan menjadi ibadah jika
disertai niat-niat ini dan niat sesamanya, sehingga pernikahan tersebut diberi
pahala ibadah. Jika tidak, maka pernikahan tersebut termasuk dari
perkara-perkara mubah yang tidak berpahala seperti pernikahan dengan tujuan
sekedar main-main, mencari kesenangan, mendapatkan harta atau sesamanya.”
(al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumith, al-Minhaj as-Sawi, Yaman, Dar al-‘Ilmi
wa ad-Da’wah, cetakan pertama, 2008, halaman 683-684)
Di dalam kitab al-Minhaj as-Sawi dikutib
beberapa contoh-contoh niat baik dalam menikah yang disampaikan oleh al-Imam
al-Habib ‘idrus bin Husain al-‘Idrus:
نَوَيْتُ
بِهَذَا التَّزْوِيْجَ مَحَبَّةَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالسَّعْيَ فِيْ تَحْصِيْلِ
الْوَلَدِ لِبَقَاءِ جِنْسِ الْإِنْسَانِ -
“Dengan pernikahan ini aku niat cinta kepada
Allah Azza wa jalla dan berusaha menghasilkan anak untuk keberlangsungan
manusia”
نَوَيْتُ
مَحَبَّةَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِيْ تَكْثِيْرِ مَنْ بِهِ
مُبَاهَاتُهُ -
“Aku niat mencintai Rasulullah shallallahu
alaihi wassallam di dalam memperbanyak orang yang akan dibanggakan oleh beliau”
نَوَيْتُ
بِهِ التَّبَرُّكَ بِدُعَاءِ الْوَلَدِ الصَّالِحِ بَعْدِيْ -
“Aku niat menikah untuk mendapatkan berkah
doa anak saleh setelah aku tiada”
نَوَيْتُ
بِهِ التَّحَصُّنَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَكَسْرَ التَّوْقَانِ وَدَفْعَ غَوَائِلِ
الشَّرِّ وَغَضَّ الْبَصَرِ وَقِلَّةَ الْوَسْوَاسِ -
“Aku niat menikah agar terjaga dari syetan,
memenuhi hasrat (yang tidak terkendalikan), mencegah godaan-godaan kejelekan,
memejamkan pandangan dari perkara haram, meminimalisir godaan-godaan.”
نَوَيْتُ
حِفْظَ الْفَرْجِ مِنَ الْفَوَاحِشِ -
“Aku niat menjaga farji (kemaluan)
dari perbuatan-perbuatan hina (Zina).”
نَوَيْتُ
بِهِ تَرْوِيْحَ النَّفْسِ وَإِيْنَاسَهَا بِالْمُجَالَسَةِ وَالنَّظَرِ
وَالْمُلَاعَبَةِ إِرَاحَةً لِلْقَلْبِ وَتَقْوِيَّةً لَهُ عَلَى الْعِبَادَةِ -
“Saya niat niat untuk membahagiakan dan
menyenangkan hati dengan duduk bersama istri, memandang dan bergurau dengannya
agar menyenangkan dan menguatkan hati untuk beribadah.”
نَوَيْتُ
بِهَذَا التَّزْوِيْجِ مَا نَوَاهُ عِبَادُ اللهِ الصَّالِحُوْنَ وَالْعُلَمَاءُ
الْعَامِلُوْنَ -
“Dengan pernikahan ini aku niat seperti yang
diniati oleh hamba-hamba Allah yang saleh dan para ulama yang mengamalkan
ilmunya.”
(al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumith, al-Minhaj
as-Sawi, Yaman, Dar al-‘Ilmi wa ad-Da’wah, cetakan pertama, 2008, halaman
684 – 685)
Dan masih banyak lagi niat-niat baik di dalam
pernikahan. Semoga pernikahan yang kita lakukan adalah pernikahan suci yang
bernilai ibadah, amin ya rabbal ‘âlamîn.
Wallahu a’lam.
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar