Senin, 14 Januari 2019

(Buku of the Day) Ideologi Kaum Fundamentalis: Menjawab Kegalauan Persoalan Agama & Negara


Memahami Ideologi Kaum Fundamentalis


Judul                : Ideologi Kaum Fundamentalis: Menjawab Kegalauan Persoalan Agama & Negara
Penulis             : A. Dwi Hendro Sunarko Ginting dan Abdul Ghopur
Penerbit            : LKSB
Cetakan            : I, April 2018
Tebal                : xliii + 307 halaman
ISBN                 : 978-602-50585-1-6
Peresensi          : Rizky Afriono, Sekretaris Lembaga Kajian Strategis Bangsa

Jika ada penganut keagamaan berani bunuh diri dan meledakkan bom maka tesis “atas nama iman, atas nama teks” dan berperang demi Tuhan, berperang demi agama sedang mengalami faktualisasinya, maka inilah potret mutakhir hari-hari kita menyaksikan bom dan ancaman terorisme tak berkesudahan di Indonesia. Sebuah zaman yang menandakan lahirnya kekuatan fundamentalisme agama guna melawan neo-kapitalisme yang digerakan oleh Amerika dan sekutunya.

Tentu saja fundamentalisme-terorisme agama dan hegemoni kapitalisme AS merupakan dua kutub antagonis yang berseberangan. Sebab, fundamentalisme-terorisme agama harus dikecam (ditinggalkan), fundamentalisme - terorisme demokrasi (prosedural) — yang didesain sehingga melahirkan perlawanan dan kekejaman yang sama — juga harus dikutuk ramai-ramai (lihat Bagian Keenam, hlm. 133).

Dari fenomena tersebut pertanyaannya adalah, efektifkah perlawanan atas nama Tuhan dan atas nama agama? Manusiawikah memberangus fundamentalisme - terorisme berbasis agama dengan fundamentalisme-terorisme berbasis demokrasi? Menurut para analis, pakar politik, pers dan dalam pengertian yang paling sederhana, mereka yang berani melawan Amerika adalah para fundamentalis, radikalis, dan teroris. Tetapi, siapakah para begundal penganut fundamentalisme itu?

Fundamentalisme sering dimaknai sebagai perilaku keagamaan berdasarkan normative approach (penghayatan normative) yang skriptural (berdasar teks semata) tanpa melihat persoalan-persoalan substansial lainnya (misal; sejarah, peradaban, iptek). Perilaku normative approach ini kemudian melahirkan sibling rivalry yaitu permusuhan antar saudara kandung (maksudnya, Abrahamic Religions—Yahudi, Kristen, dan Islam) dengan mengedepankan sikap truth claim, merasa paling benar dengan menyalah-menyesatkan agama dan pemeluk lainnya.

Ideologi dan agama (termasuk agama Islam) sebenarnya merupakan dua hal yang berbeda, karena ideologi pada prinsipnya adalah hasil pemikiran manusia, sedangkan Islam dipercaya sebagai agama yang diturunkan Allah untuk keselamatan umat manusia (lihat Bagian Kesatu & Kedua, hlm. 22 & 17). Dalam agama Islam ternyata selain mengandung ajaran-ajaran yang menata hubungan Tuhan dan manusia, juga mengatur hubungan antarmanusia dalam kaitan hubungan antarindividu dan kemasyarakatan. Karena kenyataan inilah ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits diadopsi/digunakan dalam ideologi, yang kemudian disebut ideologi Islam.

Islam Fundamental sebetulnya merupakan istilah yang digunakan oleh dunia Barat untuk menamai sebuah gerakan Islam (lihat Bagian Ketiga, hlm. 68). Menurut para pengikutnya, gerakan tersebut didasari oleh semangat pemurnian ajaran Islam dan dilaksanakannya ajaran Islam secara kaffah. Dalam perkembangannya, ternyata gerakan ini menampakkan sifat dan sikap radikal dalam perjuangan, terutama untuk menghadapi pihak-pihak atau golongan yang bukan ikhwan atau yang menjadi musuh-musuh Islam. Sifat dan sikap keradikalan tersebut, diantaranya ditunjukkan melalui pemahaman konsep jihad dalam perjuangannya (lihat Bagian Ketiga, hlm. 39), yang diaktualisasikan dalam bentuk terorisme.

Buku yang ditulis oleh A. Dwi Hendro Sunarko Ginting (Pengamat Kajian Global and Strategic) dan Abdul Ghopur (Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa) ini hadir dan berusaha menjawab beragam persoalan di atas, terutama berbicara persoalan pemahaman keagamaan kelompok-kelompok garis keras yang mengusung tema rigiditas dan kemurnian Islam.

Sebut saja soal konsep Jihâd fi Sabilillâh dan mati syahid (lihat Bagian Ketiga, hlm. 39), amar ma’ruf nahi munkar, siapa kafir dan bukan kafir, siapa selamat dan yang tidak selamat, siapa teman (ikhwan) siapa lawan/musuh? (lihat Bagian Ketiga, hlm. 41), tak mau mengakui madzhab-madzhab besar dalam Islam (4 Madzhab), Perjuangan Islam serta Negara Islam (Daulah Islamiyah), dan lain-lain, yang dirasa oleh para penulis perlu diluruskan dan dibenahi agar selaras dengan tujuan akhir Islam, yakni Islam yang rahmatan lil 'alamin, rahmat bagi semesta alam (lihat Bagian Ketujuh & Kedelapan).

Pertemuan antara kedua penulis ini, seperti pertemuan “tumbu dengan tutup” – sampun klop, istilahnya kalau Guitar itu sudah nyetem, tinggal mereka bermain musik yag seirama dengan segenap jiwa, yaitu Jiwa Islam dan Kebangsaan, Islam Nusantara, Islamnya Indonesia yang menjadi rahmat dan berkah bagi segenap alam semesta raya atau Rahmatan lil 'alamin.

Bung Ghopur sejak lama ingin menulis tentang ideologi kelompok fundamentalis agama (Islam) yang ternyata banyak dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits apabila ditelisik dapat menjawab serta mengkonter (menderadikalisasi) nilai-nilai ideologi kelompok fundamentalis, untuk kemudian memberikan gambaran awal bagaimana menjawab “pertentangan” dan kegalauan agama dan negara dalm konteks Indonesia yang seharusnya sinergis dalam nilai-nilai “ideologi tengah” Pancasila dan NKRI (lihat, Bagian Kedelapan).

Buku yang bermula dari sebuah skripsi yang ditulis Mas Anton dan telah diterbitkan oleh Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian pada tahun 2006 dengan judul Ideologi Teroris Indonesia, yang diambil dari judul Skripsi “Latar Belakang Ideologis Kelompok Tersangka Kasus Bom Bali – Identifikasi Ideologi, Proses Internalissasi dan Kajian Tentang Jaringan Teroris”, sebagai salah satu hasil penelitian terhadap kasus Bom Bali I (lihat Bagian Keempat & Kelima).

Kedua penulis ini yakin dan sadar bahwa berbicara agama (Islam) dan negara (Nasionalisme) tak perlu dipertentangkan dan diperhadap-hadapkan, tetapi sebaliknya, saling membutuhkan, menunjang dan memperkuat satu sama lain (lihat Pengantar Penulis Abdul Ghopur, hlm. xxvi). Sebab, bernegara tanpa landasan nilai-nilai moral “agama”, kehidupan berbangsa akan kering-kerontang, dan beragama tanpa aras dan bingkai-bingkai (batasan) kebangsaan hanya akan menjadi kehidupan yang pincang bahkan “over dosis” agama, mengerikan.

Oleh sebab itu, keduanya sepakat dan berjuang untuk “menegakkan” agama dalam bingkai keindonesiaan, Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). insyaAllah melalui buku ini, sumbangsih pemikiran mereka dapat sedikit memberikan penyegaran pemahaman berbangsa dan bernegara sekaligus beragama yang ramah. Meski kita sadar bahwa inti persoalan dan ontran-ontran kebangsaan kita adalah tentang pemenuhan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang belum rampung-rampung dan berwujud juga.

Singkat kata, kemunculan gerakan-gerakan radikal di dalam kalangan Islam terutama dalam penafsiran konsep jihad yang dipahami yang pada umumnya dipahami sebagai perang suci. Jihad yang dipahami dipahamam secara internal (dari dalam sebuah negara) bentuk sebuah kewajiban muslim dalam meneggakan kalimat Allah melalui kekuatan dan peperangan, yang mengakibatkan, banyak kaum muslim rela hanya menjadi mortir melakukan perang dalam konteks teror bom bunuh diri atas nama agama, untuk secara eksternal (dari luar Negara) dalam bentuk aksi modernisasi yang dilakukan dunia barat ke dunia Islam yang berdasal dan didorong dari sosial ekonomi internasional yang dianggap tidak adil bagi kaum muslim yang kalah dengan arus globalisasi.

Oleh sebab itu, penulis buku merasa perlu meluruskan sikap, pandangan dan tindakan para penganut fundamentalisme dan rigiditas dalam beragama dengan pandangan dan sikap yang lebih bijak dan tentunya substantif dalam menerapkan nilai-nilai atau syariat agama yang tentunya memiliki prinsip dan tujuan kemaslahatan di dunia dan akhirat. 

Kiranya, sebagai bahan referensi dan masukan-masukan yangsangat berharga, buku ini layak dibaca oleh semua kalangan atau pihak terutama pihak pemerintah dan penganut rigiditas nilai-nilai keagamaan secara khusus, serta masyarakat luas pada umumnya. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar