Cara Mengatasi Informasi Hoaks dalam Islam
Pengasuh Pondok Pesantren Qoshrul Arifin
Kasepuhan Atas Angin, Cikoneng, Ciamis Hadratussyekh KH M. Irfa’i Nahrawi
An-Naqsyabandi qs, dalam menjawab fenomena ledakan fitnah dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara dengan adanya media sosial, mengajak kita untuk
kembali mengikuti langkah-langkah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW
yang berlandaskan pada Al-Quran.
Menurut beliau, dalam Islam sudah sempurna
tuntunannya, termasuk dalam hal mengelola dan memverifikasi lalu lintas
informasi pada sumber-sumber yang legitimate dalam kehidupan sosial politik
agar tidak justru berujung pada kerusakan dan perpecahan di antara masyarakat.
“Dalam menghadapi kemajuan media sosial dalam
iklim (sosial-politik) yang panas mestinya kita harus waspada dan berjuang jangan
sampai pos-pos media sosial dijadikan sebagai pangkalan setan,” pesan beliau
kepada para peserta pengajian Ramadhan beberapa waktu lalu.
“Mestinya kita tahu siapa setan itu, misi
setan tidak lain hanya untuk mengajak umat manusia berbuat keji dan mungkar,
menebarkan kebencian dan permusuhan. Jangan bebaskan kampanye setan dalam
propagandanya untuk memporak-porandakan persatuan dan kesatuan (persaudaraan)
kita dalam kehidupan beragama dan berbangsa.”
Demikian, beliau mengajak agar umat Islam
memahami Al-Qur’an secara mendalam agar tidak terjebak pada pemahaman-pemahan
yang tekstualis dan kaku.
“Saudaraku kaum muslimin, tidak perlu kita
berdebat tentang hukum dan kebenaran, Al-Qur’an dan Sunnah sebagai panduan dan
pelita bagi hidup kita. Pahami Al-Qur’an secara mendalam. Di dalam setiap
huruf-hurufnya, kalimat maupun ungkapannya tidak ada ikhtilaf dalam memutuskan
perkara ambilah yang muhkam (yang berkandungkan hukum yang jelas), yang
mutasyabih tanyakan kepada ahlinya. Jangan ikuti hawa nafsu dan mengambil
putusan hukum dengan megadukan yang muhkam dengan yang mutasyabih,” lanjutnya,
sembari mengutip Surat An-Nisa ayat 82.
أَفَلا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلافاً كَثِيراً
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan
Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”
Kemudian beliau melanjutkan pada ayat
berikutnya (An-Nisa ayat 83) yang memberikan petunjuk yang bahkan sangat teknis
dan terperinci tentang bagaimana kita seharusnya mengelola informasi agar
selalu memverifikasi informasi pada sumber-sumber yang legitimate dan
penanggung jawab di setiap institusi:
وَإِذا
جاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ
إِلَى الرَّسُولِ وَإِلى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ
يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ
لاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita
tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya (memviralkannya).
Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia
dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali
sebahagian kecil saja (di antaramu).”
“Mari kita belajar pada Al-Qur’an dan sunnah
Nabi untuk mensikapi membanjirnya berita dari banyaknya media sosial agar kita
selamat dari propaganda setan dan agar setiap berita bernilai positif
(menambahkan pengetahuan) kita. Bila kita mendengar berita jangan langsung
diviralkan, gali dulu (istimbath) kebenaran dan keakuratannya. Tanyakan kepada
beliau Rasul dan ulil amri (tokoh, pemimpin, atau pengasuh yang memiliki
wewenang dan keahlian dalam bidangnya.” Beliau mengajak agar mengambil contoh
pada Nabi Muhammad SAW.
“Suatu contoh bila suatu berita membicarakan
suatu pondok pesantren, gali kebenarannya lewat pengasuh pondok pesantren
tersebut, bila berita itu berhubungan dengan (pemerintahan) atau dalam ranah
kepolisian maka tanyakan kepada ulil amrinya atau komandannya, dan seterusnya.
Bila tidak demikian, maka akan banyak di antara kita menjadi mangsa setan dan
terjerumus dalam jurang pertikaian dalam perpecahan yang tiada hentinya.
Sayangilah diri kita, sayangilah keluarga dan sayangilah bangsa kita ini,”
beliau menekankan.
Beliau menunjukkan betapa luasnya cakupan
tuntunan Islam dalam menghadapi fenomena apapun dalam kehidupan ini. Bahkan,
dalam ayat tersebut Rasulullah seperti telah memberikan antisipasi terkait
institusi-institusi keagamaan (Rasul) dan institusi kepemerintahan (Ulil Amri)
yang kini telah memiliki otonominya masing-masing. Yang dituntut dari kita
hanyalah konsistensi untuk selalu menjadikannya pedoman dengan pemahaman yang
mendalam. Beliau menutup nasihat-nasihatnya dengan doa:
اللهم
افتح بيننا وبينا قومنا بالحق وانت خير الفاتحين يا فتاح يا عليم
(Fuad Athor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar