KHOTBAH JUM'AT
Rasulullah Bukan Pendendam
Khutbah I
اَلحَمْدُ لِلّهِ الوَاحِدِ القَهَّارِ، الرَحِيْمِ الغَفَّارِ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى عَلَى فَضْلِهِ المِدْرَارِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الغِزَارِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ العَزِيْزُ الجَبَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المُصْطَفَى المُخْتَار، صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد وَعَلَى آلِهِ الطَيِّبِيْنَ الأَطْهَار، وَإِخْوَنِهِ الأَبْرَارِ، وَأَصْحَابُهُ الأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ مَا تُعَاقِبُ اللَيْلَ وَالنَّهَار، أما بعد، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Jika umat Islam ditanya, siapa teladan utama
yang mesti diikuti, maka jawaban pertama yang harus terlontar adalah Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Al-Qur’an menyebut akhlak Nabi sebagai
akhlak yang agung (wa innaka la ‘alâ khuluqin ‘adhîm). Penyematan predikat
al-‘adhîm pada diri beliau merupakan sebuah keistimewaan yang luar biasa.
Al-‘adhîm merupakan salah satu dari 99 nama Allah yang indah, al-asmâ’
al-husnâ.
Beliaulah pembawa risalah yang diutus untuk
menyempurnakan akhlak. Ketika Aisyah, ditanya tentang akhlak Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, istri beliau ini pun menjawab dengan tegas,
“Akhlak Nabi adalah Al-Qur’an.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Salah satu dari sikap Rasulullah yang perlu
kita contoh adalah luasnya hati beliau dalam memberi maaf. Nabi Muhammad adalah
seorang yang hidupnya sarat dengan ujian, terlebih saat pertama kali menapaki
proses dakwah. Serangan bertubi-tubi menimpa beliau dari orang-orang yang
merasa terusik, mulai dari hinaan, fitnah, pelemparan kotoran, kekerasan fisik,
hingga percobaan pembunuhan. Dari berbagai rintangan itulah, umat justru dapat
memetik pelajaran luar biasa dari Rasulullah ini.
Rasulullah pernah difitnah gila karena
menceritakan sesuatu yang belum bisa dicerna oleh akal kaum musyrik saat itu,
pernah dirayu dengan harta dan wanita agar beliau menghentikan dakwahnya,
dicekik ketika beribadah di sekitar Ka’bah, dilempar batu hingga berdarah kala
hijrah ke Thaif, sampai secara diam-diam dibuntuti musuh perjalanannya untuk
bisa dipenggal kepala beliau dari belakang.
Dari rangkaian teror psikologis dan teror
fisik tersebut, Rasulullah melaluinya dengan kuat dan tegar. Nabi tetap teguh
dengan prinsip-prinsip tauhid yang diyakininya dan berdakwah, memperbaiki moral
masyarakat yang bejat, dan membangun kehidupan yang lebih adil dan manusiawi.
Meskipun, tekanan demi tekanan, penganiayaan demi penganiayaan, sempat membuat
Nabi dan para pengikutnya terpaksa hijrah ke tempat lain.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Ketika cahaya Islam kian gemilang, pengikut
Rasulullah semakin banyak, dan proses hijrah Nabi ke Madinah kian mematangkan
kekuatan kaum Muslimin, masyarakat Quraisy ketar-ketir masa depan mereka bakal
terancam. Puncaknya terjadi pada tahun 630 hijriah, sejak Perjanjian Hudaibiyah
dilanggar kaum musyrikin Quraisy. Karena dirusak, Perjanjian Hudaibiyah yang
berisi kesepakatan untuk gencatan senjata pun secara otomatis mengizinkan kaum
Muslimin mengadakan pembelaan lantaran mereka dizalimi.
Suasana Makkah begitu mencekam tatkala
sepuluh ribu pasukan Muslim dari Madinah tampak berjalan menuju Makkah.
Kekuatan ini hampir mustahil ditandingi kaum musyrikin Quraisy yang kian
meredup. Abu Sufyan, dedengkot kafir Quraisy, adalah orang yang paling tercabik-cabik
jiwanya. Jabatan sebagai pemimpin tertinggi dan nyawanya pun seolah tak lagi
berarti melihat kenyataan ia bakal dibinasakan oleh orang-orang yang selama ini
dia aniaya. Benar. Rasulullah bersama sepuluh ribu pasukan, memasuki Makkah.
Namun apa yang terjadi?
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Betapa indah sikap Rasulullah beserta para
pengikutnya kala pertama masuk kota Makkah, pembantaian yang dikhawatirkan kaum
musyrikin Quraisy sama sekali tidak terjadi. Tak ada satu pun darah menetes. Patung-patung
berhala di sekitar Ka’bah dihancurkan atas inisiatif masyarakat sendiri.
Lebih indah lagi ketika Rasulullah di hadapan
khalayak berpidato, “Barangsiapa masuk ke dalam Masjidil Haram, dia akan
dilindungi. Barangsiapa masuk ke dalam rumah Abu Sufyan, dia akan dilindungi.”
Subhanallah. Hati Abu Sufyan menjerit
menyaksikan keagungan akhlak Nabi Muhammad, musuh bebuyutannya. Ternyata orang
yang paling ia benci selama ini adalah orang yang paling memahami suasana
batinnya yang sedang diselimuti ketakutan. Pidato Nabi tak hanya membuatnya
merasa aman tapi juga kembali terangkat derajatnya karena merasa “disejajarkan”
dengan Masjidil Haram.
Abu Sufyan pun masuk Islam, disusul anggota
keluarganya dan para pengikutnya yang lain. Bahkan, putranya, Muawiyah bin Abu
Sufyan, beberapa saat kemudian diangkat oleh Nabi sebagai salah seorang
pencatat wahyu.
Peristiwa ini disebut dalam sejarah sebagai
fathu makkah (pembebasan kota Makkah). Kekuatan politik yang mapan sama sekali
tak menjadikan Rasulullah bertindak semena-mena. Padahal, bila mau, dengan
kekuatan militer yang ada, Rasulullah bisa membinasakan mereka dalam waktu
singkat.
Rasulullah sama sekali bukan pendendam.
Justru dengan kenyataan inilah orang melihat keluhuran Islam sebagai agama yang
beradab, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, selaras dengan misi Nabi Muhammad
diutus, yakni sebagai penebar cinta bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Bila di pembukaan khutbah tadi disebut bahwa
akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an maka sifat beliau memang mengamalkan sepenuh
apa yang ada dalam Al-Qur’an:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah
orang mengerjakan kebajikan serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (QS
al-A’râf:199)
Sungguh memaafkan bukan tanda kelemahan atau
kekalahan. Sebab, maaf hanya bisa lahir dari jiwa yang besar. Seseorang yang
pemaaf sejatinya tak hanya sedang menang telak atas musuh-musuhnya tapi juga
sukses mengalahkan nafsu di dalam dadanya sendiri. Nafsu yang biasa mendorong
manusia untuk meluapkan amarah, melampiaskan dendam, serta merasa paling tinggi
dan merendahkan orang.
Dengan membuka pintu maaf yang demikian luas,
Nabi justru hendak menunjukkan bahwa pembalas dendam justru tak akan memperoleh
kemuliaan. Sesuau sabdanya:
وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا
Artinya: “Dan tidaklah Allah menambah kepada
seorang hamba yang pemaaf kecuali kemuliaan. (HR Muslim)
Maaf memang mudah dilontarkan di lisan tapi
sukar dipraktikkan. Sebagian orang mungkin berpikir, bagaimana bisa kita dengan
mudah merelakan begitu saja orang yang pernah menghina, melecehkan, menghujat,
atau bahkan melakukan kekerasan terhadap kita? Karena itulah maaf diganjar
dengan kemuliaan. Karena memang hanya orang yang hati mulia yang akan leluasa
memberikannya kepada siapa saja, termasuk orang yang pernah merugikannya.
Wallahu a’lam.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar