Subchan ZE: Nyawanya
Lenyap Bersama Sejarahnya
Nama lengkapnya
Subchan Zaenuri Echsan. Lebih populer dipanggil Subchan ZE. Tokoh muda NU
inspirator suburnya gerakan pemuda dan mahasiswa di Indonesia seperti HMI,
PMII, GMNI, PMKRI, dll. Figur politik yang tajam, pemberontak, dan berani
melawan rezim Presiden Soeharto. Meninggal misterius dalam kecelakaan di
Riyadh, Arab Saudi di usia 42 tahun dalam sebuah operasi intelijen. Nama
Subchan dihapus oleh rezim Orde Baru dari sejarah Indonesia.
Subchan ZE lahir di
Kepanjen, Malang Selatan, 22 Mei 1931. Tumbuh di lingkungan santri di Kudus.
Anak keempat dari 13 bersaudara. Ayahnya H Rochlan Ismail, adalah mubaligh,
pedagang, dan pengurus Muhammadiyah di Malang. Sedangkan ibunya pengurus
Aisyiyah. Sewaktu kecil dia diangkat anak oleh pamannya, H Zaenuri Echsan,
seorang pengusaha rokok kretek asal Kudus.
Subchan adalah potret
generasi muda NU yang sukses di bidang ekonomi. Sejak usia 14 tahun, dia sudah
mengelola perusahaan rokok “Cap Kucing”. Pada usia 15, Subchan sudah rutin bepergian
ke Singapura berjualan ban mobil dan truk, cengkeh dan cerutu. Pada saat
Belanda memasuki Solo ia mengkordinir adik- adiknya untuk berjualan cerutu,
roti dan permen kepada prajurit Belanda. Setelah dewasa ia menetap di Semarang
untuk mendirikan perusahaan ekspor dan impor.
Subchan ZE sempat
nyantri di pesantren Kiai Noer di Jalan Masjid Kudus. Selain mengenyam
pendidikan pesantren, Subchan juga mengikuti kuliah di Universitas Gadjah Mada
sebagai mahasiswa pendengar. Dia pernah pula belajar di sekolah Dagang Menengah
di Semarang dan ikut dalam kursus program ekonomi di Unversity of California
Los Angeles.
Di masa pecah
revolusi fisik, Subchan bergabung dalam Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI)
dan organisasi Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) dipimpin Bung Tomo.
Di usia yang kian
matang, Subchan pindah ke ibukota Jakarta dan memiliki 28 perusahaan. Jaringan
bisnisnya bahkan merambah hingga ke Timur Tengah. Subchan menjadi pionir bisnis
perjalanan haji dengan pesawat terbang melalui biro perjalanan Al-Ikhlas. Pada tahun
sebelumnya, jamaah haji Indonesia berangkat dengan kapal laut.
Karir politik Subchan
ZE dimulai pada 1953. Ketika itu dia duduk sebagai pengurus Ma’arif NU di
Semarang. Tiga tahun kemudian dalam kongres NU di Medan, Idham Kholid terpilih
sebagai ketua PBNU. Subchan ZE lalu muncul dalam kongres itu sebagai figur NU
muda yang potensial dan terpilih sebagai ketua Departemen Ekonomi. Pada kongres
berikutnya di Solo tahun 1962 Subchan terpilih sebagai Ketua IV PBNU.
Nama Subchan kian
dikenal pasca aksi pembunuhan para Jenderal 1 Oktober 1965. Ketika itu, suasana
ibukota Jakarta sangat mencekam. Dan ratusan pemuda berkumpul di kediaman
Subchan ZE Jl. Banyumas 4, Menteng. Mereka adalah para aktivis anti PKI.
Berasal dari berbagai aktivis ormas Islam, Kristen, dan Katolik. Mereka
mengkonsolidir diri ke dalam Komando Aksi Pengganyangan (KAP) Gestapu yang
dipimpin oleh Subchan ZE (NU) dan Hary Tjan Silalahi (PMKRI/Katolik).
Subchan ZE menjadi
tokoh sipil yang mampu menggerakan massa untuk menuntut pembubaran PKI. Hal itu
membuatnya disegani oleh kalangan petinggi Angkatan Darat.
Di masa itu, PKI
melihat NU sebagai lawan politik dan ideologi. Subchan sebagai tokoh muda NU
menunjukkan konsistensinya untuk melawan perkembangan ideologi komunisme.
Ketidaksukaan Subchan terhadap komunisme tidak hanya ditunjukan di dalam
negeri. Bahkan, selaku Vice President dari Afro Asia Economic Coorporation
(Afrasec) tahun 1960-1962, Subchan pernah mengusir delegasi Uni Soviet dari
persidangan di Mesir. Setibanya di tanah air dia sempat ditahan oleh pemerintah
karena mempermalukan negara.
Walau masih muda,
tapi Subchan sudah rutin diundang dalam konferensi ekonomi di luar negeri.
Seperti The International Chambers of ECAFE, Afro Asian Economic Conference,
dan masih banyak lagi. Subchan memiliki pengetahuan yang cerdas tentang
ekonomi.Hal itu membuatnya sering diundang sebagai pembicara dalam acara-acara
seminar yang dilakukan berbagai universitas di Indonesia.
Kemampuan Subchan di
bidang ekonomi antara lain terlihat ketika di awal Orde Baru. Pada 1966,
berlangsung sebuah diskusi di kampus UI Salemba dengan topik tentang kebijakan
ekonomi yang selayaknya ditempuh pemerintahan baru.Saat itu pembicaranya adalah
Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, dan Subchan ZE.Kedua ekonom lulusan Berkeley
AS yang dipandang mumpuni itu, dalam pandangan sebagian pihak yang hadir dalam
diskusi itu, tampak kewalahan dalam menghadapi pemikiran Subchan.Mutlak, makin
banyak mahasiswa dan aktivis pergerakan yang mengidolakannya.
Di tahun yang sama,
Subchan diangkat sebagai Wakil Ketua MPRS. Dalam posisinya, ia tetap konsisten
mendesak pembubaran PKI dan menuntut pertanggungjawaban Soekarno sebagai
Presiden. Soeharto yang diuntungkan dari rencana makar PKI dikukuhkan sebagai
Presiden oleh MPRS tahun 1968.
Setelah pelantikan
Presiden Soeharto, Subchan tak berhenti menjadi “pemberontak”. Dia berbicara
keras tentang gaya Soeharto yang mengamputasi perangkat demokrasi dalam lembaga
legislatif. Kritik keras dia sampaikan dalam pidato sebagai wakil ketua MPRS.
Ia menuding kaidah-kaidah Orde Baru mulai kabur dan tidak lagi melandasi
perjuangan bagi seluruh komponen Orde Baru.
Subchan menyatakan,
mesin politik Orde Lama justru mendapat jalan melalui sel-sel koruptif, intrik,
dan konspirasi yang makin merajalela di era Soeharto. Dengan tajam, ia
mengkoreksi pemerintahan Soeharto yang sengaja menunda penyelenggaraan pemilu
1968 menjadi 1973. Berkat perlawanan gigihnya pemilu bisa berlangsung tahun
1971.
Jelang pemilu,
konfrontasi terbuka Subchan dengan Soeharto justru meruncing. Dia mengkritik
keras Mendagri Jenderal Amir Machmud, agar menjadi wasit yang adil dan jangan
main “bulldozer” dalam politik. Kritik itu terkait dengan keluarnya Permendagri
No 12/1969 yang melarang keterlibatan anggota departemen (PNS) di dalam partai
politik. Kebijakan itu jelas hanya menguntungkan Golkar. Ia menyebut
Permendagri tersebut tidak memenuhi syarat perundang-undangan dari sudut formal
karena bertentangan dengan UU No 18/1968.
Kritik-kritik
terhadap rezim Orde Baru juga dia sampaikan selama masa kampanye untuk Partai
NU. Pidato politik Subchan saat berkampanye kerap menggunakan istilah “jihad”
untuk mengobarkan semangat politik umat Islam. Istilah “jihad” kemudian
digunakan oleh Soeharto dalam pidato tanpa teksnya.
Soeharto menyatakan,
setiap usaha “jihad” yang selalu dikobar-kobarkan golongan tertentu akan
dihadapi oleh pemerintah dengan semangat “jihad” pula. Komentar Soeharto di
wilayah publik ditujukan hanya kepada Subchan.
Berkat kerja keras
Jusuf Hasyim, Syaifudin Zuhri, KH A. Syaichu, dan terutama Subchan ZE berhasil
menempatkan Partai NU dalam dua besar Pemilu 1971. Persis di bawah Golkar.
Menguasai 69,96 persen suara yang diperoleh partai-partai Islam. Itulah
prestasi terbesar NU dalam kapasitasnya sebagai partai politik.
Usai pemilu, ia
bersama Nasution menulis “Buku Putih” yang berisi laporan pimpinan MPRS
1966-1972. Belum sempat diedarkan secara luas, buku itu disita dan dimusnahkan
oleh Kopkamtib karena berisi sejumlah kecaman.
Subchan ZE tidak
setengah hati dalam berpolitik. Hingga intervensi dan tekanan dari rezim
Soeharto membuat Subchan ZE kehilangan karir politik. Pengurus Besar Syuriyah
NU lewat suratnya No.004/Syuriyah/c/1972 yang ditandatangani oleh Rois Aam KH
Bisri Syamsuri kemudian memecat Subchan ZE sebagai anggota NU.
Subchan menolak
pemberhentian itu dan melawan balik. Tetapi mayoritas cabang NU mendukung
pemberhentian Subchan. Hal itu menguatkan kesan bahwa prototipe kepemimpinan
Subchan yang terlalu kritis dan vokal terhadap pemerintahan Soeharto tidak mendapatkan
dukungan dari masyarakat pedesaan dan kultur tradisional.
Kritik-kritik tajam
pada pemerintah dan popularitasnya yang terus meningkat adalah ancaman bagi
rezim Soeharto. Perilaku koruptif rezim jelas dia benci. Kebencian itulah yang
membuat dia mati muda di usia 42 tahun. Kematiannya yang tiba-tiba banyak
mengejutkan banyak orang, terutama kalangan kaum muda yang selalu setia
mengidolakannya. Kejadian ini terjadi setahun setelah pemecatan Subchan dari
NU.
Hingga saat ini
kematiannya masih menjadi misteri. Karena saat itu Subchan berencana melakukan
pertikaian politik terhadap rezim Soeharto setelah pulang dari Mekkah. Beberapa
sumber mengatakan, kematiannya tak luput dari “campur tangan” CIA yang berada
dibalik suksesi Orde Baru.
Sebelum kematiannya,
dia memberikan wawancara eksklusif koresponden AFP, Brian May, tentang jaringan
bisnis Soeharto yang ada di Singapura, Belanda, dan AS. Kecelakaan yang
merenggut nyawa Subchan cukup janggal karena supir mobil justru lolos hanya
dengan luka-luka ringan. Usai kematiannya, referensi tertulis, biografi dan
kisah tentang Subchan ZE dihilangkan perlahan dari sejarah. Namun, namanya
masih sempat diabadikan sebagai nama sebuah jalan di Kudus, Jawa Tengah. Kisah
hidup Subchan ZE menandakan bahwa semangat pemuda selalu kebal terhadap
impunitas, pembunuhan karakter, dan bahkan upaya penghilangan paksa dari
sejarah. []
Zulham Mubarak, Ketua
Departemen Advokasi dan Kebijakan Publik PC GP Ansor Kabupaten Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar