Kamis, 11 Agustus 2016

Cak Nun: Simpul-Simpul Masyarakat Jin



Simpul-Simpul Masyarakat Jin
Oleh: Emha Ainun Nadjib

Aku sudah menyiksamu dengan menghamparkan kebuntuan, kesulitan, kemustahilan, beban-beban berat untuk pikiran, bahkan masih kuincar banyak tema lain untuk melumpuhkan hatimu.

Masih kusiapkan “pekerjaan rumah” tentang mempelajari cinta dan belajar mencinta, tentang beda antara dunia dengan cakrawala, bagaimana membangun dunia tidak berbatas tembok tapi berdinding cakrawala, tentang betapa aku engkau dan siapa saja tidak akan bisa bersembunyi dari waktu.

Engkau hidup di sebuah peradaban dengan budaya komunikasi yang sangat heboh dan riuh rendah dengan kata dan kata dan kalimat dan kalimat. Padahal engkau dan semuanya sudah, sedang dan akan semakin punya masalah dengan setiap kata.

Ada konflik dan pertentangan serius antara pikiranmu dengan setiap kata. Ada peperangan yang tak pernah engkau sadari dan tak pernah engkau cari solusinya di dalam hubunganmu dengan setiap kata. Setiap kata. Setiap kata dari beratus-ratus ribu kata. Setiap kalimat dari beribu-ribu kalimat.

Negaramu semakin hancur oleh satu kata dibantu oleh beberapa kata. Masyarakatmu ambruk oleh sejumlah kata. Harga dirimu dan semuanya luntur dan berproses untuk menjadi musnah oleh tidak dipertahankannya sejumlah kata. Engkau dan kalian semua diperdaya oleh kata, oleh pejabat-pejabat pemerintahan dan para pengklaim otoritas Negara yang cukup menggunakan sekumpulan kata. Martabat dan hartamu digerogoti, digangsir, dirongrong, dikikis semakin habis oleh saudara-saudaramu sendiri yang memperbudak dirinya menjadi petugas-petugas kata, kalimat, idiom, ungkapan dan aransemen pemahaman.

Engkau dan semua berada di ambang kemusnahan harta tanah air dan bisa jadi dirimu sendiri dan semuanya. Harta dirampok, martabat diinjak-injak dan dimakamkan, tinggal tubuh dan nyawa bergentayangan. Nyawapun nanti tak berguna, tatkala engkau dan semuanya sudah berfungsi penuh sebagai robot-robot, sebagai budak-budak, pekathik-pekathik, hamba-hamba sahaya yang tuhanmu bukan Tuhan.

Jadi sebaiknya hari ini aku bercerita kepadamu tentang Jin.

***

Beberapa saat engkau mengambil jarak dari dirimu sendiri, dari Negerimu, dari masyarakatmu, dari seluruh kosmos kehidupan sehari-harimu. Bahkan mengambil jarak dari keyakinan imanmu yang sudah diubah oleh muatan-muatannya yang dijejalkan oleh kenyataan-kenyataan dunia yang mengepungmu.

Senang sekali hatiku malam itu sekumpulan Jin datang bertamu. Baru pertama kali ini mereka bertandang khusus secara agak resmi. Ada geli-geli dan lucunya, tapi mengasyikkan dan menimbulkan kegairahan khusus.

Aku tidak jarang bertemu dengan para Jin ini itu, dari berbagai simpul, area, kelompok, bahkan sekte. Berpapasan di suatu lintasan. Terkadang bersapaan atau mengobrol barang beberapa kalimat, menanyakan keadaan masing-masing. Sesekali saling berbagai pengalaman dan data-data.

Sebelum aku teruskan jangan lupa Kitab Suci anutan hidupmu menyebut manusia selalu belakangan sesudah Jin. “…yang mengipas-ngipas hati manusia, dari Jin dan manusia….” Bahkan dasar, asal mula dan sangkan-paran kehidupan manusia ini pun bersama-sama masyarakat Jin terikat oleh batas pengabdian “…tidak Aku ciptakan Jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku….”

Sesekali luangkan waktu pergi sowanlah kepada Baginda Nabi Rasul Sulaiman, sambil melirik-lirik museum Kraton beliau yang ketapel Bapak beliau terdapat di dalamnya. Juga seruling terindah Baginda Daud, yang kalau beliau meniupnya, maka seluruh makhluk langit dan bumi memberhentikan waktu dan melapangkan sepi senyap untuk mendengarkan dan menikmatinya.

Sampai-sampai junjunganmu kekasihmu Muhammad saw menyesali kenapa suara seruling itu mendadak berhenti, tatkala beliau berjalan lewat di sebuah perkampungan. “Kemana perginya suara seruling kakekku Daud….” Kiranya cukuplah seandainya kelak sorga hanya berisi tanah dan air dan sawah dan ladang, asalkan terdengar suara seruling leluhur kita bersama itu.

***

Bertamulah ke rumah istana Baginda Sulaiman, ajak sahabatmu yang memiliki ilmu dan pengetahuan — yang bukan sebagaimana yang dipahami oleh umum dan awam — tentang alam, tentang ruang, waktu, gelombang dan zarrah, dari bongkahan gunung hingga yang paling nano.

Atau kalau sebagaimana aku, engkau merasa tidak pantas untuk diperkenankan oleh Allah bertatap muka dengan Baginda Raja Diraja itu, maka cukuplah engkau duduk, jongkok, atau berjalan lalu-lalang di seputar halaman Istana beliau. Siapa tahu beliau sedang bercengkerama dengan hewan-hewan kecil, dengan semut dan berbagai serangga.

Atau siapa tahu beliau sedang bermain memperagakan silat jurus-jurus puncak dengan Garuda, Macan dan Naga. Lihat di sebelah sana Baginda Sulaiman sedang berbicara khusus kepada Naga yang meringkuk melingkarkan panjang tubuhnya di hadapan beliau. Entah apa yang beliau katakan kepada Naga itu sambil bertolak pinggang. Dan lihat itu Baginda kemudian mendatangi Garuda yang sakit-sakitan, Baginda mengelus-elusnya, memijit-mijit bagian tertentu dari kaki, cakar dan paruhnya, kemudian meniupkan hawa entah apa ke seluruh badannya.

Engkau harus lincah dan sanggup pada kilatan waktu yang sama dan sangat singkat: melihat ke berbagai arah. Kalau perlu ke seluruh arah. Pandang itu hasil kerja Asif bin Barkhiyah, yang mengalahkan Ifrith pendekar kelas utama masyarakat Jin. Ifrith memerlukan interval waktu antara Baginda Sulaiman duduk di kursi singgasana hingga beliau berdiri. Sementara Asif memerlukan waktu cukup sepersekian sekon lebih singkat dari sekedipan mripat beliau, untuk memindahkan Istana Ratu Bulqis.

***
Ah, tapi itu sekedar bahan jadul untuk sangu kalau-kalau diperlukan di tengah perjalananmu. Kau butuh mengembara dengan semangat jiwamu, tidak berhenti di dunia dan meresmikan dalam pikiranmu bahwa dunia ini hilir atau terminal akhir dari hidupmu. Engkau butuh berjalan jauh mendekat ke cakrawala.

Jadi apa hajat sekumpulan Jin itu bertamu? []

Dari CN kepada anak-cucu dan JM
11 Pebruari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar