Belajar Perdamaian pada Gus Dur
Judul :
Peace Education dan Pendidikan Perdamaian Gus Dur
Penulis :
Ahmad Nurcholish
Penerbit :
Elex Media Komputindo
Cetakan :
2015
Tebal :
236 halaman dan xxviii
Peresensi :
Mukhamad Zulfa, Pegiat Diskusi Rabu Sore IDEASTUDIES Semarang aktif di jaringan
pesantren Jawa Tengah.
Buku ini merupakan hasil tesis penulis yang
kemudian digubah menjadi buku populer sehingga setiap pembaca mampu mencerna
dengan renyah. Selain itu, penulis buku ini menjadi aktifis Indonesian
Conference on Religion and Peace (ICRP), dimana Gus Dur menjadi bagian dari
pendiri lembaga ini. Lembaga yang lahir pada 12 Juli 2000 ini berusaha
menyebarkan tradisi dialog dalam pengembangan kehidupan keberagamaan yang
humanis dan pluralis di tanah air. Selain itu, misi ICRP ingin mewujudkan
masyarakat Indonesia yang damai, berkeadilan, setara, persaudaraan dalam
pluralisme agama dan kepercayaan, dan penghormatan kepada martabat manusia.
Pendidikan menjadi jembatan penting menuju hal
yang ingin kita capai. Dengan perdamaian yang berorientasi pada pengurangan
konflik dan mencegah terjadinya kekerasan. Maka, kita tak bisa lepas dari
kurikulum pendidikan mencakup subjek seperti: toleransi, tema-tema tentang
perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik
dan mediasi, Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi dan pemahaman atas kemajemukan
(pluralitas), kemanusia universal dan subjek-subjek lain yang relevan dengan
kebutuhan peserta didik.
Abdurrahman Ad-Dakhil sebagai santri genuine
mengawali pendidikan dasarnya di pesantren. Berbagai literaratur baik Islam
hingga Barat menjadi konsumsinya sejak usia muda. Dengan bacaan yang kuat
inilah Gus Dur mampu mengaktualisasikan keilmuan menjadi tindakan kongkret.
Sepanjang perjalanan hidupnya, Gus Dur kemudian dikenal sebagai pembela kaum
minoritas, penggerak demokrasi, mendorong terwujudnya kehidupan nirkekerasan.
(hal. 138)
Tak hanya berhenti pada tataran konsep belaka
banyak gerakan yang telah dikerjakan beliau, mulai pembelaan terhadap Jemaah
Ahmadiyah, kelompok yang dituduh komunis, kasus tabloid Monitor, peristiwa
Banyuwangi dan pembunuhan di Jawa Timur tahun 1998, persoalan etnis Tionghoa
dan teorisme (hal 193-206) Pembelaan dan gerakan ini tak lepas dari orientasi
kemanusiaan, kebersamaan, kesejahteraan, nilai proporsionalitas, pengakuan
terhadap pluralitas dan heterogenitas dan antihegemoni dan antidominasi.
Gus Dur memahami bahwa pendidikan Islam tak
bisa diejawantahkan dengan baik tanpa menggunakan strategi yang baik. Strategi
politik menjadi jalan pertama yang ditempuh. Kedua, strategi kultural; yang
menekankan pada basis pesantren sebagai lembaga, satuan, sistem, dan struktur
pendidikan yang bisa menyelenggarakan pendidikan secara mandiri. Ketiga,
strategi sosio-kultural dengan cara mengembangkan cara berfikir masyarakat
dengan mempertahankan nilai-nilai keislaman.
Dalam karangan langsung Gus Dur "Islamku,
Islam Anda dan Islam Kita" (2005) secara panjang lebar menerangkan tentang
Islam perdamaian dan permasalahan internasional. Walaupun Gus Dur memegang
teguh nilai-nilai kepesantrenan dengan kuat beliau mampu memberikan analisis
yang kuat mengenai peta perpolitikan dunia internasional. Memberikan pandangan
dan alternatif untuk perang Irak, memberikan jalan kerjasama antara
Indonesia-Muangthai, memberikan pendapat di forum internasional dan kontribusi
lain untuk perdamaian.
Perdamaian menurut Gus Dur bisa diciptakan dan
dihapuskan dengan jalan penanganan secara tuntas persoalan utama berupa kesalah
pahaman dasar antara ideologi negara dan aspirasi keagamaan. Bila hal pokok ini
mampu terselesaikan niscaya para pemegang kekuasaan bisa mengejawantahkan dalam
bentuk paket kebijakan prinsipil. Harapan inilah yang disampaikan dalam
"Islam Kosmopolitan" (2007) sehingga pemerintah dari tingkat pusat
hingga daerah memahami hal prinsip yang perlu dipegangi dalam menjalankan
sebuah kebijakan.
Melihat perdamaian tak bisa dilepaskan dari
latar belakang presiden keempat ini beragama Islam. Islam berakar kata dari
salam yang berarti perdamaian. Maka Islam adalah perdamaian itu sendiri. Dengan
kesadaran penuh Gus Dur mampu mengejawantahkan makna Islam menjadi perdamaian
dalam kehidupan sehari-hari. Bila kita ingin lebih detil menyimak kehidupan
cucu pendiri Nahdlatul Ulama ini dari kecil sudah mengenal pluralitas bahkan,
Gus Dur mengakui bahwa leluhurnya juga memiliki latar belakang yang beragam.
Dengan kesantrian yang mendarah daging dan
referensi keilmuan kitab kuning menjadi pijakan dalam menentukan arah pembicaaan
Gus Dur. Permasalahan yang menimpanya mampu diurai dan dicarikan solusi dengan
berbagai macam variannya. Kemudian diaktualisasikan dalam implementasikan dalam
gerakan sosial, politik dan kemasyarakatan.
Dalam menulis Gus Dur walaupun tak menggunakan footnote
sebagaimana kajian ilmiah. Tulisannya menunjukkan kelas seorang yang
berpengetahuan luas, banyak tokoh Islam atau non-muslim yang menjadi pijakannya
dalam berargumentasi. Hal ini juga dikuatkan bahwa Gus Dur memiliki sederet
gelar honouris causa dalam bidang bidang Filsafat Hukum, Ilmu Hukum dan
Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora, kemanusiaan dari
berbagai universitas dunia.
Putra menteri agama pertama ini layak menjadi
guru bangsa yang baik. Bila kita melihat Gus Dur secara utuh kita bisa
mengambil pelajaran yang bisa kita kloning bagi masa-masa kita. Setidaknya
terdapat tiga karakter kuat yang tak lepas dari Gus Dur. Pertama, gerakan
sosial. Kedua, nilai-nilai luhur yang bisa menerobos apapun sebab nilai ini
telah menjadi norma. Ketiga, Gus Dur sebagai seorang aktivis; dia memiliki
target dan tujuan yang harus tercapai dalam tiap langkah dan geraknya.
Guru bangsa yang meninggal 30 Desember 2009
selalu memberikan kejutan dalam tingkah lakunya. Berbagai golongan membuat
acara doa bersama untuk mengenang jasa dan pemikirannya. Begitu pula buku ini
memberikan tambahan kekayaan referensi mengenai perdamaian. Perdamaian itu
sendiri bukan sekadar menumpuk sebagai ilmu di universitas namun, menjadi ilmu
aplikasi yang terus berkembang dan dikembangkan untuk meminimalkan konflik yang
ada Indonesia. Semoga. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar