Jumat, 19 Agustus 2016

(Ngaji of the Day) Ketika Hukum Syariat Islam Bicara Cinta Tanah Air



Ketika Hukum Syariat Islam Bicara Cinta Tanah Air

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang saya hormati, beberapa waktu ada seorang teman lama datang ke rumah. Kami mengobrol ke sana-ke sini. Di tengah obrolan teman saya membicarakan soal Indonesia sebagai tanah air kita bersama.

Ia menyatakan bahwa cinta tanah air Indonesia tidak disyariatkan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ‘hubbul wathan minal iman’ (cinta tanah air sebagian dari iman) bukanlah hadits sehingga mencintai Indonesia sebagai tanah air itu bukan sesuatu yang masyru` atau disyariatkan karena tidak ada dalilnya.

Yang ingin saya tanyakan adalah apakah mencintai Indonesia yang merupakan tanah air kita dan dihuni oleh mayoritas umat Islam adalah memang tidak disyariatkan? Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Agung – Brebes

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Tanah air sebagaimana yang kita ketahui bersama adalah negeri tempat kelahiran. Al-Jurjani mendefiniskan hal ini dengan istilah al-wathan al-ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.

اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ

Artinya, “Al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya,” (Lihat Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, cet ke-1, 1405 H, halaman 327).

Dari definisi ini maka dapat dipahami bahwa tanah air bukan sekadar tempat kelahiran tetapi juga termasuk di dalamnya adalah tempat di mana kita menetap. Dapat dipahami pula bahwa mencintai tanah air adalah berarti mencintai tanah kelahiran dan tempat di mana kita tinggal.

Pada dasarnya setiap manusia itu memiliki kecintaan kepada tanah airnya sehingga ia merasa nyaman menetap di dalamnya, selalu merindukannya ketika jauh darinya, mempertahankannya ketika diserang dan akan marah ketika tanah airnya dicela. Dengan demikian mencintai tanah air adalah sudah menjadi tabiat dasar manusia.

Rasulullah SAW sendiri pernah mengekspresikan kecintaanya kepada Mekah sebagai tempat kelahirannya. Hal ini bisa kita lihat dalam penuturan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan dari Ibnu Hibban berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu,” (HR Ibnu Hibban).

Di samping Mekah, Madinah adalah juga merupakan tanah air Rasulullah SAW. Di situlah beliau menetap serta mengembangkan dakwah Islamnya setelah terusir dari Mekah. Di Madinah Rasulullah SAW berhasil dengan baik membentuk komunitas Madinah dengan ditandai lahirnya watsiqah madinah atau yang biasa disebut oleh kita dengan nama Piagam Madinah.

Kecintaan Rasulullah SAW terhadap Madinah juga tak terelakkan. Karenanya, ketika pulang dari bepergian, Beliau memandangi dinding Madinah kemudian memacu kendarannya dengan cepat. Hal ini dilakukan karena kecintaannya kepada Madinah.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدْرَانِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا

Artinya, “Dari Anas RA bahwa Nabi SAW apabila kembali dari berpergian, beliau melihat dinding kota Madinah, maka lantas mempercepat ontanya. Jika di atas atas kendaraan lain (seperti bagal atau kuda, pen) maka beliau menggerak-gerakannya karena kecintaanya kepada Madinah,” (HR Bukhari).

Apa yang dilakukan Rasulullah SAW ketika kembali dari bepergian, yaitu memandangi dinding Madinah dan memacu kendaraannya agar cepat sampai di Madinah sebagaimana dituturkan dalam riwayat Anas RA di atas, menurut keterangan dalam kitab Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani menunjukkan atas keutamaan Madinah disyariatkannya cinta tanah air.

وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الْوَطَنِ وَالْحَنِينِ إِلَيْهِ

Artinya, “Hadits tersebut menunjukan keutamaan Madinah dan disyariatkannya mencitai tanah air serta merindukannya” (Lihat, Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, Beirut, Darul Ma’rifah, 1379 H, juz III, halaman 621).

Dari penjelasan singkat ini maka setidaknya kita dapat menarik kesimpulan bahwa mencintai tanah air merupakan tabiat dasar manusia, di samping itu juga dianjurkan oleh syara` (agama) sebagaimana penjelasan dalam kitab karya Ibnu Hajar Al-Asqalani yang dikemukakan di atas.

Kesimpulannya adalah bahwa mencintai tanah air bukan hanya karena tabiat, tetapi juga lahir dari bentuk dari keimanan kita. Karenanya, jika kita mendaku diri sebagai orang yang beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas Muslim merupakan keniscayaan. Inilah makna penting pernyataan hubbul wathan minal iman (Cinta tanah air sebagian dari iman).

Konsekuensi, jika ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang berupaya merongrong keutuhan NKRI, maka kita wajib untuk menentangnya sebagai bentuk keimanan kita. Tentunya dalam hal ini harus dengan cara-cara yang dibenarkan menurut aturan yang ada karena kita hidup dalam sebuah negara yang terikat dengan aturan yang dibuat oleh negara.

Saran kami, cintailah negeri kita dengan terus merawat dan menjaganya dari setiap upaya yang dapat menghancurkannya.

Demikian jawaban kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar