Pengakuan
Oleh: Mamam Imanul
Haq
Jika Imam Syafi’i
merasa mendapat bencana saat melihat betis gadis yang tak sengaja
tersingkap.
Aku malah merasa
mendapat nikmat meski tak diungkap.
Jika Umar
menginfakkan kebun yang membuatnya ketinggalan shalat ashar.
Aku malah biasa saja
berulang kali tertinggal meski azan terdengar.
Jika Urwah bin Zubair
tak terganggu salatnya saat pisau bedah mengamputasi kaki.
Aku bahkan terganggu
hanya karena nyamuk yang menggigit ibu jari.
Jika Nabi Ibrahim as.
sangat menyesal karena pernah berbohong meski seumur hidup hanya tiga kali.
Aku malah santai saja
meski jumlah dustaku sudah tak terhitung lagi.
Jika ‘Aisyah
menyesali mengatakan “Shafiyah Si Pendek” yang bisa mengubah warna
lautan.
Lalu bagaimana dengan
gunjingan dari mulutku? Mungkin bisa membuat seluruh samudra menjadi busuk dan
pekat kehitaman.
Jika Umar bin Abdul
Azis bergetar menahan istrinya berbicara di ruangan yang diterangi pelita
minyak yang dibiayai negara.
Aku malah keasyikkan
menggunakan fasiltas perusahaan seakan milikku saja.
Jika serpihan pagar
kayu rumah orang yang dijadikan tusuk gigi bisa membuat “Sang Kyai” tertahan
untuk masuk surga.
Aku malah woles saja
menikmati mangga hasil jarahan kebun tetangga.
Sudah begitu … pede
pula meminta surga.
Astaghfirullah!
Memang hari ini
dunialah yang nyata dan akhirat hanya cerita.
Namun sesudah mati,
akhiratlah yang nyata dan dunia tinggal cerita.
Ya, Allah ampuni
hamba!
*judul
asli I'tiraf Saat Macet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar