Persekutuan DI-TII dengan NEFIS Belanda
Orang melihat bahwa perjuangan DI-TII (Darul
Islam – Tentara Islam Indonesia) pimpinan Kartosuwirjo itu memang murni
didorong oleh semangat Islam. Tetapi dalam kenyataannya perjuangan itu penuh
dengan kepentingan jangka pendek yang merugikan. Bagaimana pemberontakan
bersenjata yang dianggap sebagai jihad atau perjuangan suci itu ternyata
dilakukan dengan berbagai cara yang tidak Islami. Mulai dari perampokan harta
rakyat, menjarah aset negara, hingga bersekongkol dengan kolonial Belanda.
Persekongkolan dengan Belanda ini memang benar-benar terjadi. Tetapi dalam buku Van Dijck maupun Denggel sama sekali tidak disebutkan adanaya persekongkolan berbahaya itu. Pada tahun 1954, Polisa dan Kejaksaan Agung RI membongkar adanaya kerjasama DI dengan tentara Belanda seperti Schemidt dan LN Jungschlanger, bekas aparat Nefis (Intel Angkatan Laut Belanda). Mereka tidak hanya memberi senjata, tetapi mengerahkan pasukan dan juga mencetak uang palsu sebanyak 50 ribu lembar untuk kepentingan DI di Jawa Barat.
Atas tindakan makarnya itu, mereka ditangkap, diadili, dan dijatuhi hukuman berat oleh pemerintah Indonesia. Tetapi mereka mendapat pembelaan keras dari para advokat Belanda seperti Booman serta dukungan (support) dari para sarjana Amerika, seperti Henry P Devios (Universitas Colombia), Herry Gedeonse (Universitas Brooklyn), dan Harold Vourhoos (Universitas New York). Ini semata dilakukan karena anak Jungshlanger menjadi tentara Amerika.
Tidak hanya itu DI juga bersekongkol dengan Westerling yang lari ke Jawa Barat setelah membantai 40 ribu rakyat Sulawesi Selatan, sehingga sisa laskar penjajah itu kembali menemukan medan perjuangan. Bahkan Westerling mendapat tugas untuk membantai Presiden dan beberapa menteri.
Melihat kenyataan itu, NU, sedari awal, menengarai petualangan DI yang berhaluan Islam Wahabi itu sebagai bughat (pemberontakan) terhadap pemerintahan RI yang absah, karena itu harus dilawan. Ini bukan karena NU mengekor pada Soekarno, tetapi ini tindakan makar yang tidak bisa dibenarkan secara syar’iyah, walaupun atas nama penegakan Negara Islam. Apalagi, petualangan mereka itu sudah berani bermain api dengan melakukan kerjasama dengan tentara Belanda. Kerjasama ini berarti memberikan peluang kembalinya penjajahan Belanda di bumi pertiwi. Padahal dengan tegas NU telah mengeluarkan Resolusi Jihad, yang mewajibkan bagi seluruh umat Islam untuk mengusir penjajah di manapun berada. []
(Mun’im DZ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar