Parpol
untuk Siapa?
Oleh:
Komaruddin Hidayat
Partai politik atau parpol adalah prasyarat bagi sebuah
negara yang menganut sistem demokrasi. Karenanya, secara normatifteoretis kita
tidak boleh anti dan alergi terhadap parpol.
Ini karena pada dasarnya, dan pada mulanya, parpol
didirikan untuk menyalurkan aspirasi rakyat dan memilih putra-putri bangsa
terbaik untuk duduk di lembaga perwakilan rakyat serta memilih presiden dan
wakil presiden. Jadi, betapa vital dan berkuasanya parpol bagi negara yang
menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Namun, pada kenyataannya
pelaksanaan demokrasi yang sehat serta membangun parpol yang berkualitas
tidaklah mudah.
Demokrasi dan parpol itu indah dibicarakan di ruang kuliah.
Namun, yang kadang terjadi bukannya parpol memberikan kontribusi terbaik pada
negara dari sisi program dan kader-kadernya, melainkan beberapa oknum dan elite
parpol telah menjadi benalu, bahkan membajak kedaulatan dan kepentingan negara
yang kemudian terbelokkan untuk melayani kepentingan dan selera dirinya. Kalau
ditanya dan ditelusuri apa dan siapa yang ada dalam ”perut” parpol, jawabannya
tidak selalu meyakinkan.
Benarkah parpol-parpol yang ada itu tempat berhimpunnya
para pejuang kebangsaan dan pelayan rakyat yang merupakan putra-putri terbaik
bangsa? Benarkah cita-cita dan kiprah parpol itu melebur ke dalam spirit dan
citacita kemerdekaan yang bertujuan untuk mencerdaskan dan menyejahterakan
rakyat? Saya khawatir semangat dan kultur yang tumbuh dalam parpol disusupi
oleh kepentingan kelompok, keluarga dan jejaring bisnis yang hanya ingin
mendapatkan perlindungan dan fasilitas negara dengan label demokrasi.
Ada juga indikasi mereka yang aktif di parpol dan berjuang
untuk lolos di kursi DPR lebih didorong untuk mencari pekerjaan baru dengan
penghasilan lebih besar serta bergengsi ketimbang yang sudah dijalani selama
ini. Maaf, tentu saja tidak semua seperti itu. Kita tidak boleh melakukan generalisasi.
Tetapi melihat pengalaman yang sudah-sudah dan mencermati daftar calon
legislatif yang ada, terdapat beberapa nama yang sungguh kurang layak
memerankan posisi wakil rakyat, sementara kondisi bangsa dan rakyat memerlukan
perbaikan dan terobosan segera secara cerdas, konseptual, dan strategis.
Kita ingin mengakhiri keluh-kesah akibat pemerintahan yang
tidak efektif namun menelan ongkos sosial dan materi yang amat mahal dengan
menampilkan para wakil rakyat yang berkualitas dan kredibel dan pemerintahan
yang baru nanti. Yang muncul ke permukaan, seakan negara ini dikuasai jejaring
parpol, sementara kepercayaan rakyat pada parpol kian turun. Wajah dan retorika
parpol muncul di mana-mana, memenuhiruangpublik. Namun, benarkah rakyat merasa
terwakili oleh tokoh-tokoh dan sepak terjang parpol selama ini?
Kalau tidak, parpol yang tengah jungkir balik merayu
dukungan dan simpati rakyat itu sesungguhnya untuk apa dan siapa? Yang perlu
dipertimbangkan, banyak orang pintar, baik, dan sudah berkeringat melayani
rakyat, tetapi tidak disenangi parpol, karena semata mereka itu bukan aktivis
parpol dan ide serta kiprahnya dianggap tidak sejalan dengan elite-elite
parpol. Ada juga bupati atau wali kota yang prorakyat namun menolak pesanan
parpol, lalu kinerja mereka malah diganggu dan diganjal.
Di sinilah kita dihadapkan pada dilema antara parpol
sebagai sebuah keharusan dalam berdemokrasi, di sisi lain kualitas parpol dan
praktik berdemokrasi masih sebatas formalisme-prosedural, jauh dari substansi
dan fungsi yang sama-sama kita dambakan. Sedemikian runyam dan busukkah kondisi
parpol? Amati saja berbagai hasil survei dan pemberitaan kehidupan parpol yang
hampir setiap hari kita baca beritanya. Bahkan kita juga bergaul langsung
dengan mereka.
Yang pasti, demokrasi, pilkada, dan pemilu tidak mungkin
tanpa parpol. Namun banyak pilkada yang hasilnya mengecewakan. Jika program,
kualitas kader, dan pengurus sebuah parpol tidak paham, tidak setia dan tidak
mau lebur ke dalam spirit dan agenda bangsa untuk mewujudkan cita-cita
kemerdekaan, rasanya parpol seperti itu lebih baik bubar saja. Secara
moralmereka itutidak sah untuk hidup. Mereka hanya akan jadi benalu demokrasi.
Mereka hanya sibuk dan heboh memperjuangkandirinya, pengurusnya, dan
keluarganya.
Triliunan uang negara dibelanjakan untuk biaya politik,
namun tidak seimbang hasil yang diraihnya. Panggung bangsa dan negara silakan
diperebutkan oleh para politisi untuk membentuk dan menjalankan pemerintahan.
Tetapi program dan target yang telah dijanjikan pada rakyat mestilah dipenuhi.
Jangan malah saling jegal dan sandera di antara sesama parpol yang berakibat
merugikan rakyat banyak. Enough is enough.
Mari Pemilu 2014 ini kita jadikan momentum dan garis
demarkasi untuk berpikir lebih rasional dan bekerja keras dengan menempatkan
kepentingan bangsa dan rakyat di atas kepentingan parpol. Ajaklah putra-putri
bangsa terbaik yang sudah teruji dan punya prestasi diajak bersama-sama
memperbaiki kehidupan bernegara yang kedodoran ini, sekalipun mereka itu berada
di luar jejaring parpol. []
KORAN
SINDO, 28 Februari 2014
Komaruddin Hidayat ; Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar