Jumlah Rakaat dan Do'a
Shalat Tarawih
Sayyidah Aisyah r.a, menerangkan bahwa
Rasulullah s.a.w, melaksanakan shalat malam termasuk di dalamnya shalat tarawih
dengan sebelas rakaat; delapan rakaat tarawih atau tahajud dan tiga rakaat
witir.
Riwayat aisyah r.a, yang kedua menyebutkan bahwa Nabi melaksanakan shalat malam tiga belas rakaat; delapan rakaat tarawih atau tahajjud dan lima rakaat witir.Dari kedua riwayat tersebut dapat diambil suatu pemahaman, bahwa jumlah rakaat shalat malam atau shalat tarawih tidak harus sebelas rakaat, bisa juga lebih misalnya tiga belas rakaat, seperti disebutkan dalam riwayat Aisyah r.a, yang kedua.
Riwayat aisyah r.a, yang kedua menyebutkan bahwa Nabi melaksanakan shalat malam tiga belas rakaat; delapan rakaat tarawih atau tahajjud dan lima rakaat witir.Dari kedua riwayat tersebut dapat diambil suatu pemahaman, bahwa jumlah rakaat shalat malam atau shalat tarawih tidak harus sebelas rakaat, bisa juga lebih misalnya tiga belas rakaat, seperti disebutkan dalam riwayat Aisyah r.a, yang kedua.
Dengan demikian yang dimaksud dari riwayat
Aisyah r.a, yang menyebutkan bahwa Nabi s.a.w, tidak pernah shalat malam lebih
dari sebelas rakaat, baik dalam bulan Ramadhan atau bulan-bulan lain, tidak
berarti tidak boleh lebih ari sebelas rakaat.
Apabila dikompromikan dengan riwayat-riwayat
lain seperti riwayat Ibnu Umar r.a, yang menyebutkan bahwa shalat malam itu dua
rakaat – dua rakaat tanpa menyebutkan jumlahnya, hanya kalau khawatir masuk
shubuh segera melaksanakan witir satu rakaat, menunjukkan bahwa jumlah rakaat
shalat tarawih atau shalat malam tidak harus sebelas, tetapi boleh lebih dari
jumlah tersebut. Apalghi kalau dipadukan dengan kenyataan yang dilakukan para
sahabat Nabi dan para tabi’in, mereka mengerjakan shalat tarawih dengan 20
rakaat , tiga witir dan ada pula yang mengerjakan sampai 36 rakaat dan 40
rakaat.
Berkata Yazid bin Ruman: “Di zaman Umar bin Khattab, orang-orang melaksanakan shalat malam di bulan ramadhan (shalat tarawih) dengan 23 rakaat “ (H.R. Imam Muslim). Ibnu Abbas melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan 20 rakaat dan witir, dengan tidak berjamaah. (H.R. Baihaqy).
Berkata Atho’:“Aku jumpai mereka (para sahabat) mengerjakan shalat pada (malam-malam) Ramadhan 23 rakaat dan 3 witir”. (H.R. Muhammad bin Nashir).
Berkata Daud bin Qais: “Aku jumpai orang-orang di zaman Abas bin Utsman bin Abdul Aziz (di Madinah), mereka shalat 36 rakaat dan mereka bershalat witir 3 rakaat “. (H.R. Muhammad bin Nashir).
Imam Malik menjelaskan: “Perkara shalat (tarawih) di antara kami (di Madinah) dengan 39 rakaat , dan di Makkah 23 rakaat tidak ada suatu kesulitanpun (tidak ada masalah) dalam hal itu”. Al- Tirmidzi menjelakan: “sebanyak-banyak (rakaat) yang diriwayatkan, bahwa Imam Malik shalat 41 rakaat dengan witir”. (Bidayatul Hidayah, Ibn Rusyd, hal.152. bandingkan dengan A. Hasan, Pengajaran Shalat, hal. 290-192).
Pada masa Umar Ibn Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thallib r.a, shalat tarawih dikerjakan sebanyak 20 rakaat dan 3 rakaat untuk shalat witir. Para ulama Jumhur (mayoritas) juga menetapkan jumlah shalat tarawih seperti itu, demikian juga al-Tsauri, Ibn al-Mubarok dan al-Syafi’i. Imam Malik memetapkam bilangan shalat tarawih sebanyak 36 rakaat dan 3 rakaat untuk shalat witir. Ibnu Hubban menjelaskan, bahwa shalat tarawih pada mulanya adalah sebelas rakaat. Para ulama salaf mengerjakan shalat itu dengan memanjangkan bacaan, kemudian dirasakan berat, lalu mereka meringankan bacaannya dengan menambah rakaat menjadi 20 rakaat, tidak termasuk witir. Ada lagi yang lebih meringankan bacaannya sedangkan rakaatnya ditetapkan menjadi 36 rakaat, selain witir”. (Hasby As-Shiddiqy, Pedoman Shalat, hal. 536-537).
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Malik dari Abdurrahman bin Abd Qadri:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِي اَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَبْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ اِلَى الْمَسْجِدِ فَاِذَا النَّاسُ اَوْزَاعَ مُتَفَرِّقُوْنَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ اِنِّي اَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ اَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى اُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً اُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ...
“Abdurrahman bin Abd al-Qadri menceritakan padaku, “aku keluar bersama Umar pada suatu malam di bulan RAmadhan, di masjid Beliau menjumpai banyak orang dalam beberapa kelompok; ada yang sedang melaksanakan shalat sendirian dan ada yang diikuti beberapa orang. Melihat hal itu Umar barkata: “aku berfikir lebih baik aku mengumpulkam mereka dengan satu orang Imam. Setelah itu Beliau memerintahkan Ubay bin Ka’ab r.a, supaya menjadi imam bagi mereka. Pada malam berikutnya aku keluar bersama Umar lagi dan ia melihat orang-orang melaksanakan shalat dengan cara berjama’ah dengan imam Ubay bin Ka’ab r.a, (memperhatikan kegiatan shalat itu), Umar berkata: “inilah sebaik-baik bid’ah”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari:1817 dan Malik:231).
Memperhatikan uraian di atas menurut hemat penulis, shalat Tarawih bisa dilakukandengan jumlah rakaat sebagai berikut:1. Sebelas rakaat, delapan rakaat Tarawih dan tiga rakaat witir, atau sepuluh rakaat Tarawih dan satu raakaat Witir.2. Dua puluh rakaat Tarawih dengan tiga rakaat Witir.3. Dan tiga puluh enam Tarawih dan tiga rakaat witir.Dari ketiga jumlah di atas, kita boleh memilih satunya sesuai sesuai dengan kondisi dan kemampuan kita masing-masing, tanpa memaksakan diri atau memberatkan adapun do’a Shalat Tarawih.
أَللَّهُمَّ اجْعَلْ بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ وَلِلْفَرَئِضِ مُؤَدّيِنَ وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ وَلِمَاعِنْدَكَ طَالِبِيْنَ وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ وَبِالْهُدَى مُتَّسِكِيْنَ وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ وَفِى الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِى الْآ خِرَةِ رَاغِبِيْنَ وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنِ وَلِلنَّعْمَاءِ الشَّاكِرِيْنَ وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرِيْنَ وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ وَاِلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ وَ فِى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ وَعَلَى سَرِيْرِ الْكَرَمَةِ قَاعِدِيْنَ وَمِنْ حُوْرِعِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِسِيْنَ وَاِلَى طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفَّيْنِ شَارِبِيْنَ بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مَنْ مَعِيْنٍ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مَنِ النَّبِيِيْنَ وَالصِّدِّقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَ الصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقًا ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا اَللَّهُمَّ اجْعَلْ فِى هَذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ اْلَأْشقِيَاِء الْمَرْدُوْدِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُلِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Wahai
Allah, jadikanlah kami orang-orang yang imannya sempurna, dapat menunaikan
segala fardhu, memelihara shalat, menegeluarkan zakat, mencari kebaikan di
sisi-Mu, senantiasa memegang teguh petunjuk-petunjukMu, terhindar dari segala
penyelewengan-penyelewengan, zuhud akan harta benda, mencintai amal untuk bekal
di akhirat, tabah menerima ketetapanMu, mensyukuri segala nikmatMu, tabah dalam
menghadapi cobaan,dan semoga nanti pada hari kiamat kami dalam satu barisan
dibawah panji-panji Nabi Muhammad s.a.w, dan sampai pada telaga yang sejuk,
masuk dalam surge, selamat dari api neraka, dan duduk di atas permadani yang
indah bersama para bidadari, berpakaian sutra, menikmati makanan surge, meminum
susu dan madu yang murni dengan gelas, ceret dan sloki (yang diambil ) dari air
yang mengalir bersama orang-orang yang yang telah Engkau beri nikmat atas
mereka dari golongan para Nabi, orang-orang jujur, para shuhada dan orang-orang
yang shalih. Merekalah teman yang terbaik. Demikianlah karunia Allah s.w.t, dan
cukuplah Allah yang mengetahui. Wahai Allah, jadikanlah kami pada malam yang
mulia dan penuh berkah ini menjadi orang yang berbahagia dan diterima (amal
ibadahnya). Dan janganlah Engkau jadikan kami sebagaian dari orang-orang yang
sengsara dan ditolak (amal ibadahnya). Semoga Allah senantiasa melimpahkan
kesejahteraan dan keselamatan kepada NAbi besar Muhammad s.a.w, beserta
keluarga dan segenap sahabatnya. Segala puji milik Allah, Tuhan seru sekalian
alam”. []
Penulis: KH. Syaifullah Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar