Telah Lahir: Baterai Litium Made in Indonesia
Senin, 15 Juli 2013
Satu lagi langkah maju untuk bisa segera
merealisasikan mobil listrik nasional: sejak Sabtu, 13 Juli 2013, Indonesia
telah mampu memproduksi baterai litium (lithium). Memang bukan BUMN yang
memproduksinya, tapi BUMN ikut menjadi pendorongnya.
Tahun lalu, ketika
mobil listrik generasi pertama diluncurkan tim Putra Petir BUMN, memang masih
tersisa satu kegundahan ini: baterai (aki) mobil tersebut masih impor dari
Tiongkok. Belum menggunakan baterai made in Indonesia.
Selama ini Indonesia
baru mampu memproduksi baterai biasa. Padahal, untuk mobil listrik, tidak
mungkin digunakan aki biasa. Karena ukurannya menjadi begitu besar dan beratnya
begitu ampun-ampun.
Maka, tidak lama
setelah peluncuran tiga mobil listrik jenis city car karya Dasep Ahmadi itu,
saya mencari-cari siapa gerangan yang punya potensi mampu memproduksi baterai
litium di dalam negeri. Tentu saya mengincar pabrik-pabrik baterai yang sudah
ada. Lantas saya tawari siapa yang berminat memproduksi baterai litium.
Saya tidak
menjanjikan apa-apa. Tidak berjanji membelinya, tidak memberikan fasilitas
apa-apa, dan tidak mau ikut menanggung biaya investasi. Juga tidak ikut
menanggung risiko. Saya hanya mengemukakan gagasan besar: bahwa sebaiknya
Indonesia mulai memproduksi mobil listrik. Agar kelak kita tidak menyesal untuk
kedua kalinya. Agar kita tidak hanya akan kembali menjadi pasar yang besar bagi
mobil listrik dari luar negeri.
Saya sangat yakin
masa depan mobil adalah mobil listrik. Seluruh dunia sudah sepakat seperti itu.
Memang tidak bisa kesusu dan grusa-grusu. Pelan tapi pasti masa depan kita
adalah mobil listrik.
Alhamdulillah, ada
satu pabrik baterai terkemuka yang mendukung ide itu: PT Nipress Tbk di Bogor.
Pengalamannya memproduksi baterai sudah puluhan tahun. Pasarnya tidak hanya di
dalam negeri. Ekspornya sudah merambah dunia sampai Eropa.
Perusahaan publik ini
tertantang untuk ambil bagian mewujudkan gagasan besar itu, dengan
mengembangkan baterai litium. Jackson Tandiono, presiden direktur, dan Richard
Tandiono, direktur operasional PT Nipress, menyatakan sanggup menanamkan
investasi puluhan miliar rupiah dan sanggup meluncurkan produk baterai litium
pertama pada Juli 2013.
Ini sesuai dengan
perencanaan lahirnya mobil listrik Putra Petir generasi kedua. Yakni mobil
listrik yang disiapkan untuk digunakan dalam forum APEC di Bali awal Oktober
depan.
Komitmen PT Nipress
benar-benar dipenuhi. Minggu lalu Richard menghubungi saya: apakah bersedia
meluncurkan baterai litium pertama made in Indonesia. Tentu saya harus bersedia
untuk memberikan penghargaan kepada orang yang memenuhi komitmen yang begitu
tinggi. Saya terharu ada yang mau ikut mempertaruhkan uang puluhan miliar demi
mobil listrik nasional.
Dengan berhasilnya
Indonesia memproduksi baterai litium, hampir 50 persen persoalan mobil listrik
nasional teratasi, 50 persennya lagi sebagian besar bisa diadakan di dalam
negeri. Seperti pembuatan bodi dan interiornya. Motor listriknya pun sudah akan
bisa diproduksi di dalam negeri.
Mobil listrik memang
harus menggunakan baterai litium. Dengan litium, untuk kekuatan yang sama,
hanya diperlukan ukuran yang kecil, hanya 30 persen baterai biasa. Beratnya pun
hanya sepertiga berat baterai biasa. Dan yang lebih penting: dengan baterai
litium proses charging-nya bisa cepat.
Waktu meluncurkan
baterai litium pertama made in Indonesia itu, kepada saya dipamerkan seluruh
proses pembuatannya, pengujiannya, laboratoriumnya, dan standardisasinya. Juga
sistem modulnya. Ada modul untuk bus listrik, ada modul untuk mobil listrik
jenis MPV, ada modul untuk city car, dan ada modul untuk mobil sport.
Modul itu ditentukan
berdasar kesepakatan hasil diskusi ilmiah berkali-kali. Dasep Ahmadi, Ravi
Desai, Ricky Elson, dan ahli baterai yang paling top di Indonesia Dr Ir Bambang
Prihandoko dari LIPI dengan aktifnya merumuskan bersama ahli dari Nipress untuk
menentukan modul-modul itu. Inilah modul baterai litium standar Indonesia!
Dengan ditentukannya
modul baterai litium ini, siapa pun yang ingin memproduksi mobil listrik tidak
perlu lagi bingung. Terutama dalam penempatan baterainya. Ikuti saja standar
modul yang ditetapkan produsen baterai litium tersebut.
Kang Dasep lewat PT
Sarimas Ahmadi Pratama sedang menyiapkan delapan bus VIP dan lima MPV yang
baterainya sudah made in Indonesia. Ricky lewat PT Berkah Para Maestro sedang
menyiapkan tiga MPV dan mobil sport. Ravi lewat partnernya di Surabaya sudah
membangun pabrik mobil listrik dengan kapasitas 20.000 per tahun.
Maka, kelahiran mobil
listrik nasional generasi kedua akhir Agustus nanti sudah lebih lega. Tidak
saja sudah banyak belajar dari kekurangan-kekurangan generasi pertama, tapi
juga made in Indonesianya sudah lebih “nendang”. (*)
Dahlan Iskan, Menteri
BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar