Senin, 15 Juli 2013

(Buku of the Day) Doktrin Agama Syekh Abd Karim Al-Bantani Dalam Pemberontakan Petani Banten 1888


Doktrin Sufi Revolusioner

 



 

Judul                : Doktrin Agama Syekh Abd Karim Al-Bantani Dalam Pemberontakan Petani Banten 1888

Penulis             : Hendri F Isnaeni

Penerbit            : Kreasi Cendikia Pustaka

Cetakan            : I, September 2012

Tebal                : x + 118 halaman

Peresensi          : Wildani Hefni, Peneliti di Lembaga Kajian Pendidikan, Keislaman, dan Sosial (LekDiS), Jakarta

 

Fenomena historis, simbol-simbol ritual keagamaan dan norma-norma konseptual ajaran agama mengandung pesan-pesan etika pembebasan bagi kehidupan manusia. Ruh agama mengajarkan perlawanan baik dalam bentuk perlawanan kultural, perlawanan politis, perlawanan psikologis, dan segala perlawan lainnya.


Fungsi agama adalah sebagai pembebas yakni wahana pemberontakan manusia dari berbagai ketertindasan karena pemberontakan adalah penolakan terhadap otoritas. Terkadang pemberontakan terjadi karena pergolakan sosial yang mendapatkan legitimasi keagamaan. Buku ini menjadi bukti bahwa agama tampil sebagai mozaik etis pembebasan dalam pemberontakan petani Banten pada 9 Juli 1888.


Dalam altar tahun 1870 hingga 1888, rakyat Banten tunduk dalam kuasa pamong pemerintahan. Para pamong praja menjadi agen-agen kolonial sebagai pemungut pajak rakyat Banten. Petani Banten tercekik karena kewajiban membayar pajak dan harus menjual hasil pertaniannya dengan harga yang rendah. Ditambah lagi wabah penyakit dan bencana alam yang semuanya berkelit kelindan menjadi sebuah penderitaan yang kompleks. Hal ini ikut mendorong para petani untuk mengakhiri segala penderitaannya dengan memberontak dan melawan pemerintahan yang berafiliasi dengan pejabat-pejabat Belanda.


Realitanya, walaupun rakyat Banten memiliki tradisi memberontak namun mereka tunduk oleh kedigdayaan pemerintah. Keresahan sosial memuncak tapi tak bergeming. Pemberontakan mulai muncul dari kalangan elite agama dan kaum aristokrat yang juga diperkuat oleh kebencian religius mereka terhadap kekuasaan orang-orang kafir (halaman 9).


Hendri F Isnaeni dalam buku ini dengan narasi hidup yang dingin, lebih berwarna dan tentu meyakinkan, mampu mengurai benang merah doktrin agama yang dijadikan legitimasi dalam pemberontakan petani Banten. Dalam penelitiannya, Hendri mengungkap fakta-fakta penting yang tak diketahui sebelumnya termasuk tokoh penting dalam pemberontakan petani Banten yaitu Syekh Abd al-Karim al-Bantani. Syekh Abdul Karim adalah seorang ulama tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah yang berperan penting menjadi perumus dan penyedia ideologi revolusi (halaman 22).


Ruh agama ditafsirkan secara imajinatif dan kreatif serta revolusioner yang diracik menjadi sebuah gugus ideologi perlawanan terhadap kolonial. Racikan ideologi itu menjelma menjadi doktrin sufi dalam gerakan revolusioner yang membangkitkan jiwa-jiwa masyarakat Banten untuk berdiri tegak menantang imperialis Belanda.


Doktrin-doktrin keagamaan yang disampaikan Syekh Abd al-Karim al-Bantani yaitu kedatangan Imam Mahdi, peringatan terakhir Nabi Muhammad, mendirikan negara Islam (dar al-Islam), dan Perang Sabil (Jihad fi sabilillah), yang kemudian disemaikan oleh murid-muridnya seperti Haji Marjuki, Haji Tubagus Ismail, dan Haji Wasid, telah menjadi landasan rasional untuk melakukan pemberontakaan. Doktrin keagamaan tersebut menjadi sangkakala Syekh Abd al-Karim dalam menginspirasi rakyat Banten untuk melakukan pemberontakan.


Yang menarik, Hendri menafsirkan maksud dari doktrin kedatangan Imam Mahdi yaitu ramalah seorang tokoh penyelamat yang akan muncul menyelamatkan dunia dari segala macam dosa. Rupanya hal itu menjadi sebuah misi dalam rangka menyebarkan ketakutan bagi penguasa Belanda (halaman 66).


Buku ini dengan sangat brilian menggambarkan pola-pola pemberantakan petani Banten yang berawal dari konsilidasi yang berkedok pertemuan-pertemuan seperti pesta, pesta perkawinan atau pesta sunatan. Pertemuan-pertemuan yang lebih kecil menggunakan kedok pertemuan zikir. Yang terjadi, pihak pamong praja serta pada pejabat-pejabat Eropa sama sekali tidak melihat sebuah kegiatan yang mencurigakan atau membahayakan.


Membaca buku ini akan disuguhkan dengan kenyataan sejarah bahwa kebangkitan agama telah menjadi gerakan revolusioner yang dibawa oleh para ulama dan para petani yang tertindas dalam kuasa pemerintahan Eropa dan pamong praja Banten. Sebuah buku yang ditulis oleh sejarawan muda yang prolifik turut mengungkap sejarah khazanah intelektual Islam nusantara dengan narasi yang brilian dan teori yang kokoh. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar