Wahid Hasyim; Kuli Desa untuk Nusantara
Judul Buku : KH. Abdul wahid Hasyim; Pembaharu Pendidikan Islam dan Pejuang Kemerdekaan
Penulis
: Achmad Zaini
Penerbit
: Pesantren Tebuireng
Tahun
: 2011
Ukuran
: 14 X 20.5 cm.
Tebal
: 131 Halaman
Peresensi
: Abdur Rahim, Alumni Pesantren Kyai Syarifuddin, Wonorejo, Lumajang dan
Redaktur Eksekutif Jurnal Transisi
Diskursus tentang Islam tradisionalis dan
modernis tidak akan pernah hilang dari kesejarahan bangsa Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan perkembangan Islam sejak awal kemerdekaan sampai pasca Orde
Baru, zaman kolonialisme sampai pada zaman liberalism (baca: demokrasi).
Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, seharunya dapat menjadi solusi yang riil bagi bangsa Indonesia. Sedangkan munculnya tradisionalisme Islam dan liberalisme Yunani adalah hasil interaksi pergumulan Islam ke dalam dan kontak (relation) dengan dunia luar. Dalam konteks inilah, Indonesia yang masyarakatnya sangat multikultural dan plural dapat menjalankan keduanya (baca: tradisionalis dan modernis).
Kaitannya dengan modernitas, Indonesia sebagai negara yang memiliki pola pikir tradisionalis terhadap agama -sejak awal kemunculannya- seharusnya dapat menghadapi gesekan-gesekan peradaban baru (baca: global). Gesekan peradaban yang akhirnya selalu memihak pada yang berkuasa. Peradaban yang bertuhan pada modernitas. Modernitas yang dibuat-buat.
Wahid Hasyim (KH Abdul Wahid Hasyim) adalah tokoh muda yang dapat menggabungkan dualisme tersebut. Figur yang juga terlibat langsung dalam diskursus antara Islam dan modernitas baik dalam pemikiran (konsep) maupun tindakan (aksi). Ia juga hidup pada masa ethical policy, yaitu masa dimana pemerintah Hindia-Belanda menggulirkan kebijakan politik balas budi. Kebijakan ini penting karena sejak itulah mulai diselenggarakan pendidikan modern bagi warga pribumi (inlander). Artinya, Pak Wahid Hasyim ini merupakan sosok yang hidup pada era dimana bangsa Indonesia masih kurang begitu mengenal pendidikan formal ala Barat dan masa diselenggarakannya pendidikan formal tersebut (transisi pendidikan).
Kehadiran pendidikan Barat modern sejak awal kemunculannya berlatar belakang pada fakta keunggulan Barat dalam segi duniawi. Ini tentunya menghadirkan berbagai reaksi di kalangan umat Islam Indonesia. Sebagian diantaranya menyambut dengan suka cita dan ikut memanfaatkan kesempatan ini. Sementara sebagian besar tetap bertahan dengan model pendidikan tradisional (baca: pesantren). Dalam konteks inilah Wahid Hasyim "bermain" dan mencoba untuk memadukan dua model (pola) pendidikan di Indonesia. Kiprahnya dalam memperjuangkan pendidikan sangat besar dan tidak bisa dihapus dari sejarah pendidikan Indonesia.
Tokoh muda yang lahir di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur ini juga seorang organisatoris. Ini dibuktikan dengan keterlibatannya dalam organisasi baik organisasi politik (Masyumi) maupaun organisasi kemasyarakatan (NU). Ia juga terlibat sangat intens dalam persiapan kemerdekaan RI, karena ia menjadi anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan (PPKI) yang bekerja keras mewujudkan NKRI. Perannya sangat menonjol terutama dalam panitia Sembilan. Tim kecil inilah yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta dan kemudian menjadi Teks Pembukaan UUD 1945 (minus tujuh kata yang hingga saat ini masih dalam perbincangan). Adalah Wahid Hasyim yang juga selalu berupaya keras untuk menjembatani kubu Islam dan Nasionalis dalam PPKI.
Inilah yang menyebabkan Achmad Zaini tertarik untuk mengangkat KH Abdul Wahid Hasyim dalam thesis-nya yang kemudian dicetak menjadi buku. Ada beberapa alasan yang membuat Achmad Zaini mengangkat sosok pemuda desa ini seperti yang dijelaskan yaitu, pertama, ia hidup pada era generasi pertama masyarakat Indonesia terdidik. Kedua, ia adalah pemimpin yang sangat penting (bahkan tokoh kunci) dalam komunitas NU para era-era tersebut yang ditandai dengan sejumlah kejadian penting dalam proses-proses berbangsa dan bernegara. Ketiga, keterbukaan Wahid Hasyim terhadap segala hal yang baru dan pemikiran yang cukup maju dapat dilihat dari mengusulkan adanya perubahan kurikulum di pesantren. Ide yang ditawarkan adalah memasukkan pengetahuan "sekuler" dalam kurikulum pesantren dengan harapan santri tidak hanya menguasai ilmu keagamaan, tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan modern Barat, sehingga para santri -menurut pandangannnya- dapat menjadi manusia yang sempurna. Keempat, hingga saat ini, masih sangat jarang karya ilmiah yang secara spesifik mengurai kiprah Wahid Hasyim.
Buku yang judul aslinya "Kyai Haji Abdul Wahid Hasyim: Has Contribution to Muslim Educational Reform and to Indonesian Nationalism During the Twentieth Century" memaparkan peran Wahid Hasyim dalam pembaharuan pendidikan Islam Indonesia dan perjuangannya dalam kemerdekaan. Ia juga menjelaskan kontribusi Wahid Hasyim yang seringkali dinafikan oleh para sarjana dari kalangan modernis. Walaupun buku ini merupakan terjemahan dari thesis yang berbahasa Inggris, namun bahasa sasarannya (Bahasa Indonesia) sangat mudah untuk difahami karena diterjemah langsung oleh penulisnya.
Membaca buku ini sudah mewakili beberapa tulisan (baca: buku) tentang Abdul Wahid Hasyim, sejarah hidup, pemikiran, peran (aktivitas) politik, dan "aksi" beliau dalam pembaharuan pendidikan. Banyak hikmah, khazanah keilmuan, inovasi, dan semangat yang dapat diperoleh dari sosok Abdul Wahid Hasyim. Semoga dan selamat membaca! []
Saya minta dikirimi buku wahid hasyim sebanyak 10 buah dengan judul yang berbeda (jika ada). Berapa harganya, bagaimana cara pesannya.
BalasHapusIni Alamat saya: Fathan Boulu, Pondok Pesantren Alkhairaat Kota Gorontalo Jln. Sultan Botutihe No. 16 Kel. Dembe II Kec. Kota Utara Kota Gorontalo, Kode Pos 96114, No. HP 081244986969.
Buku ini udah di publikaskan belum mas?
BalasHapusapa cuma ada di PP Tebu Ireng ja?
MUKHLASHIN JOGJAKARTA 087758615242
nuwun.