Senin, 29 Juli 2013

(Taushiyah of the Day) Ramadhan Bukan Bulan Bermalas-malasan


Ramadhan Bukan Bulan Bermalas-malasan

Oleh: Junaidi Khab*

 

Seperti hari-hari biasanya ketika kita menjalankan aktifitas sehari-hari, jiwa selalu penuh kepulan semangat. Semangat karena kita memang mendapatkan energi yang cukup dan imbang dari makan dan minum berbagai makanan dan minuman yang bergizi. Namun ketika kita akan menghadapi bulan Ramadhan, semangat kita sedikit-banyak sudah mulai menurun. Itu karena dengan alasan tidak boleh makan dan tidak boleh minum. Sungguh manja!

 

Asumsi yang semacam ini memang merupakan naluri manusia yang tidak bisa dielakkan dari kehidupan. Karena manusia hidup identik dengan makan dan minum, tidak lebih dari itu. Bekerja hanya untuk hidup, belajar untuk hidup, dan berdoa hanya untuk hidup. Dengan datangnya bulan Ramadhan ini, semangat bekerja, beribadah, belajar, dan semacamnya tidak boleh dikurangi. Bahkan jika perlu dengan semangat keramadhanan, kegiatan itu harus lebih bermakna dan berkualitas.

 

Dengan kedatangan bulan Ramadhan mayoritas masyarakat menghabiskan waktu berpuasa hanya dengan tidur-tiduran saja. Mereka tidak seperti hari-hari biasanya, hari-hari mereka hanya kebanyakan diisi dengan banyak istirahat (tidur). Mereka berdalil dengan beralasan bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah. Tidur pagi hingga bangun sore, lebih nista bahkan kadang-kadang salat yang wajib dikerjakan semua ditinggal. Itu semua menyimpang dari ajaran-ajaran yang memang diajarkan dalam agama Islam. Semestinya sebagai umat Islam dalam melaksanakan ibadah puasa tidak banyak mengucapkan dali-dalil yang hanya untuk membela kepentingan pribadinya.

 

Memang diakui atau tidak, dalam menjalankan ibadah puasa, kita akan kehabisan tenaga dan semangat. Tenaga dan semangat memudar akibat terlalu banyak aktifitas yang kita lakukan tanpa ada asupan dari mulut. Namun, meskipuun demikian kita tidak harus meninggalkan aktifitas sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari.

 

Kita bangun Ramadhan ini dengan semangat yang lebih membara dari hari-hari sebelumnya. Bulan yang penuh berkah dan rahmat sepantasnya kita menumbuhkan semangat baru dengan kegiatan-kegiatan yang positif yang layak kita lakukan dan mendatangkan manfaat bagi bangsa dan negara. Itu bisa dilakukan dengan menyadari betapa pentingnya hidup bersemangat meskipun kita dalam keadaan tidak makan dan tidak minum. Saatnya nafsu dibentengi dari berbagai sifat hewani lewat makna di balik puasa bulan Ramadhan.

 

Menghadapi bulan Ramadhan setidaknya kita memiliki kreatifitas-kreatifitas jitu yang baru dalam menempuh hidup seutuhnya dengan meningkatkan semangat hidup dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kreatif tidak berarti dengan hidup kenyang, akan tetapi hidup kreatif merupakan hidup yang bisa mendatangkan pemikiran dan aktifitas yang produktif demi menempuh kehidupan ini, Ramadhan bukanlah alasan untuk bermalas-malasan menjalani kehidupan untuk terus berkreasi.

 

Ramadhan untuk Semua

 

Istilahnya saja Ramadhan, bulan umat Islam yang beriman di seantero dunia untuk melaksanakan ibadah puasa yang telah digariskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183). Ramadhan dalam ayat tersebut tak lain merupakan suatu estafet bagi umat Islam dan umat manusia secara umum untuk berpuasa dan sebagai pegangan hidup untuk bertakwa. Yaitu menghindari segala larangan Tuhan (keburukan) dan melaksanakan segala perintahnya (kebaikan).

 

Istilah bertakwa bukan untuk kalangan muslim saja, namun untuk semua kalangan selain komunis bahkan secara tidak langsung komunis pun dianjurkan untuk bertakwa meski tak bertuhan. Takwa tak lain merupakan tameng manusia untuk melindungi dirinya dari kebejatan hidup yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Melalui puasa di bulan Ramadhan ini merupakan jalan menuju takwa itu dengan berpuasa. Banyak sekali renungan di balik puasa Ramadhan ini. Salah satunya berbagi dengan mereka yang tidak mampu yaitu pengeluaran zakat oleh mereka yang mampu.

 

Baik pejabat, konglomerat, kiai, presiden, dan para pegawai negara yang beraliran Islam harus memegang estafet keagamaan ini secara erat. Berpuasa dengan tujuan bertakwa, sama dengan menghindari tindakan amoral seperti tidak melakukan korupsi. Sejatinya takwa yang diajarkan pada bulan Ramadhan itu melarang umat manusia untuk berlaku korup. Yang mengherankan, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam menduduki level negara terkorup di Asia.

 

Bukan mereka tidak berpuasa ketika Ramadhan sehingga nilai ketakwaan takut dengan larangan Tuhan sirna begitu saja. Jangan menyalahkan puasa sebagaimana firman-Nya sebagai sarana menjadi manusia yang bertakwa. Namun, lihat sejauh mana mereka meniatkan puasa. Ini lagi tergantung niat yang dialunkan oleh suara hatinya. Jika niatnya benar, dengan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa nilai takwa dari puasa itu akan merasuk ke dalam hati tiap jiwa sebagai pencerah menuju sinar takwa.

 

Mari kita niatkan puasa sebagai sarana ibadah untuk mengharap rido ilahi. Sebagai sarana menggapai takwa guna menahan nafsu bejat yang bersemayam dalam hati setiap manusia. Jangan malasa untuk tidak takwa. Dengan takwa itu segala kerusakan kehidupan, baik sosial, pendidikan, berbangsa dan bernegara akan mudah diselesaikan. Yang lebih akut lagi, takwa akan memberikan tameng bagi manusia agar tidak korupsi dan melakukan tindakan amoral lainnya seperti pencabulan, bulliying hingga pemerkosaan yang terkadang sampai pada pembunuhan.

 

* Junaidi Khab

Penulis adalah Wakil Direktur Gerakan IAIN Sunan Ampel Menulis (Gisam) IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar