Puasa dan Kesehatan Reproduksi Remaja
Oleh: Mamang M. Haerudin*
Sehat, merupakan satu istilah yang asalnya
dari bahasa Arab; shihhah. Kata ini merupakan bentuk mashdar dari kata kerja
shahha, yashihhu, shihhah, yang artinya hilangnya penyakit dalam tubuh atau
telepas dari segala cacat. Namun secara kontekstual, sehat di sini tak hanya
bermakna sehat secara fisik, melainkan juga ia mencakup dan bermakna sehat
secara mental, jiwa, dan spiritual.
Perhatian dan tuntunan Islam terhadap segala
macam persoalan hidup manusia dapat dikatakan sempurna. Hal ini karena
berkesuaian dengan salah satu misi teragung dalam Islam; rahmatan lil’alamin.
Sebagai agama yang punya sejuta inspirasi tentang makna kasih sayang (rahmah),
kepada sekalian alam.
Nah, termasuk dalam kategori rahmah, adalah
peduli terhadap kesehatan. Peduli terhadap kesehatan jiwa-raga sendiri, orang
lain, dan lingkungan sekitar.
Menjadikan jiwa-raga sehat adalah juga salah
satu hikmah dan manfaat yang dapat kita petik dari puasa. Hikmah dan manfaat
ini dapat kita renungkan dalam salah satu hadits Nabi Saw yang menyatakan:
“Berperanglah, kalian akan mendapatkan ghanimah. Puasalah, kalian akan sehat.
Dan bepergianlah, kalian akan merasa cukup“. Sehat secara fisik dan psikis,
sehat secara jiwa dan raga.
Jadi, kita harus kritis dan mempertanyakannya
kepada diri kita masing-masing, apakah selama lebih dari sepekan ini, kualitas
puasa kita berimbas baik pada jiwa-raga kita atau malah sebaliknya, buruk.
Tentu saja, anda bisa menjawabnya sendiri.
Tetapi satu hal yang patut diingat, jika
ternyata puasa yang selama ini kita jalani tidak memberikan efek baik bagi
jiwa-raga kita, satu indikasi bahwa kualitas puasa kita belum sehat (baik).
Sehingga, oleh karena itu, menata ulang niat dan kualitas puasa kita menjadi
seyogia. Indikator penjelasnya bisa lebih dispesifikkan misalnya, mengenai
kualitas niat dan itikad kita terhadap puasa, yang hanya (tidak lebih) sebagai
pemindahan jadwal makan dan minum ke waktu sahur dan buka, atau malah diikuti
dengan niatan “balas dendam” dan seterusnya.
Salah satu isu kesehatan dalam kurun waktu belakangan,
yang kerap meyisakan anomali dan deviasi adalah mengenai kesehatan reproduksi
remaja. Seperti kita ketahui, remaja merupakan regenerasi bangsa. Masa remaja
adalah satu fase kehidupan manusia, dimana ia sedang dalam masa transisi dari
masa anak-anak menuju dewasa. Masa dimana di sana identik dengan mencari jati
diri, penuh dengan kegalauan dan kebimbangan. Dengan ini, masa remaja merupakan
masa yang sangat vital, sekaligus rentan, apalagi jika tidak terarahkan dengan
baik. Selain peran orang tua secara signifikan dibutuhkan, memberikan pemahaman
(pendidikan) kesehatan reproduksi kepada remaja itu sendiri juga harus menjadi
prioritas.
Beberapa anomali dan deviasi yang kerap
mengerubuti di sekeliling kehidupan dan kesehatan reproduksi remaja adalah soal
pergaulan bebas, seks bebas, HIV/AIDS, hamil di luar nikah, minum-minuman
keras, penyalahgunaan narkoba, tawuran antar pelajar dan lain sebagainya.
Bukan karena apa, selain fenomena destruktif
itu bukan cermin kultur bangsa kita, juga sangat jauh dengan nilai-nilai agama,
Islam, yang sangat kita imani itu. Sungguh, fenomena tersebut merupakan wujud
perilaku yang tidak sehat.
Termasuk ke dalam hal yang juga harus
mendapatkan perhatian serius dalam lingkup kesehatan reproduksi adalah soal
khitan perempuan, menikah usia dini, haid, mimpi basah, dan lain-lain. Padahal
apa yang kurang dengan Islam, setiap hari kita dianjurkan menguntaikan do’a
“Rabbana atina fi al-Dunya hasanah wa fi al-Akhirati hasanah wa qina ‘adzaba
al-Nar” (Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan (kesehatan) di dunia dan kebaikan
(kesehatan) di akhirat dan periharalah kami dari siksa neraka”. Karena mengapa?
Karena “Mukmin yang kuat (sehat) adalah lebih baik dan lebih dicintai daripada
mukmin yang lemah (sakit)”, begitu kata Nabi Muhammad Saw dalam salah satu
sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Perhatian Islam terhadap hal ini juga
termaktub dalam salah satu sabda Nabi Saw yang lain, yang menyatakan tentang
larangan bagi siapapun (terutama remaja) untuk tidak berdua-duaan di tempat
yang sepi, tanpa ada mahram. Dari Abdullah bin Abbas ra. Bahwa beliau mendengar
baginda Nabi Saw berkhutbah dan berkata: “Jangan sekali-kali seorang laki-laki
berdua-duaan dengan seorang perempuan di tempat sepi, kecuali ada mahram
baginya (perempuan)”. (HR. al-Bukhari).
Dan yang kemudian lebih ditegaskan lagi oleh
ayat dalam QS. al-Isra [17]: 32: “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu
sungguh suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Untuk memperkuat pemahaman kita terhadap hak
kesehatan reproduksi, berikut saya kemukakan definisi kesehatan reproduksi,
sebagaimana mengacu pada Chapter (Nan) VII dari Plan of Action hasil ICDP 1994,
ia didefinisikan sebagai; keadaan fisik, mental, kelayakan sosial secara
menyeluruh, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi berikut
fungsi-fungsi dan proses-prosesnya. Pengertian inilah yang kemudian akan
mengantarkan kita kepada pemahaman tentang pelbagai macam hak-hak kesehatan
reproduksi remaja (untuk dewasa kelak), khususnya perempuan, yang juga mesti
dipahami oleh laki-laki. Yakni, sekurangnya ia melingkup pada soal; khitan
perempuan, hak menikmati hubungan seksual, hak menolak hubungan seksual, hak
menolak kehamilan, hak menggugurkan kehamilan (aborsi), dan lainnya.
Karena itu saya berharap, melalui momentum
baik ini, momentum dimana kita ditempa untuk senantisa isitiqamah terhadap
nilai-nilai puasa untuk kemudian bisa kita aplikasikan biarpun masa sebulan
Ramadhan telah berakhir. Untuk terus menuju pencapaian predikat “takwa”. Karena
itu saya sangat yakin, jika salah satu indikator seseorang dekat dengan takwa
adalah ia yang baik menjaga dan memenuhi hak kesehatan reproduksinya dengan
baik kepada remaja, terutama perempuan, dan di saat yang sama hal ini dipahami
oleh laki-laki.
Maka langkah-langkah yang dapat diambil dalam
rangka memenuhi dan penguatan hak kesehatan reproduksi bagi remaja, seluruh
elemen masyarakat wajib berpasrtisipasi, untuk secara integratif dan sinergis
mencanangkan nota kesepahaman untuk pemenuhan dan pendidikan hak kesehatan
reproduksi.
Pertama, tugas untuk pemerintah (pusat dan
daerah), sebagai pemegang kendali dan regulasi, harus senantiasa konsisten
dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam pemenuhan hak kesehatan
reproduksi melalui pelayanan akses informasi dan kesehatan gratis lagi mudah.
Kedua, tugas untuk lembaga pendidikan formal
(maupun non-formal) dan keagamaan, untuk senantiasa mendukung program
pemerintah melalui penguatan-penguatan. Bagi lembaga pendidikan formal, ikhtiar
ini bisa diwujudkan dengan merancang kurikulum tentang pendidikan kesehatan
reproduksi. Sedangkan bagi lembaga keagamaan, terus mendakwahkan hidup secara
sehat yang diperkuat dengan tuntunan agama.
Ketiga, untuk Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) harus terus secara sigap mengawasi kinerja pemerintah dalam memenuhi
amanat regulasi, agar terhindar dari manipulasi dan KKN.
Keempat, untuk masyarakat itu sendiri
(terutama, dalam konteks ini keluarga dan remaja) harus proaktif memenuhi
anjuran program baik dari pemerintah, LSM, maupun lembaga pendidikan dan keagamaan.
Akhirnya, saya mengajak mari kita terus
berikhtiar dan berdo’a agar puasa dan cita-cita mewujudkan regenerasi
(masyarakat) yang sehat reproduksinya bisa terlaksana dengan segera. Semoga di
sisa bulan Ramadhan ini kita tetap bisa beristiqamah untuk beribadah vertikal
maupun horizontal sampai nanti kita berjumpa kembali di tahun Ramadhan
mendatang dan begitu seterusnya hingga ajal menjelang, kita dalam keadaan
istiqamah dan husnul khatimah. Dan, semoga atas sehatnya kualitas puasa kita
dapat berimbas baik kepada masyarakat Indonesia yang sehat juga; yakni mencapai
baldatun thayyibun wa rabbun ghafur. Aamiin. Demikian. Wallahu ‘alam bi
al-Shawab.
* Mamang M. Haerudin
Khadim al-Ma’had Pesantren Raudlatut
Tholibin, Babakan-Ciwaringin-Kab. Cirebon dan Ketua LP3M STID Al-Biruni Cirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar