Membentengi Aswaja NU Dari
Wahabi-Salafi
Oleh: DR H. Ainur Rofiq Al-Amin, SH, MA
“Virus Wahabi sangat berbahaya. Jika anda
sudah terkena virus Wahabi, maka anda akan ringan lidah dalam berucap:
“Musyrik! Kafir! Bid’ah! TBC! dan ucapan-ucapan lain yang jelek-jelek kepada
saudara sendiri sesama Muslim. Nah, jika anda mengenali gejala-gaejala terkena
virus Wahabi dalam pikiran anda, segera obati jangan biarkan berlarut-larut,
nanti akan susah diobati. Untuk mendownload Obat Anti Virus Wahabi…..”
Itulah salah satu kalimat di dunia maya
tentang Wahabi Salafi. Mungkin si pembuat pernyataan di atas betul-betul
menganggap berbahaya terhadap Wahabi, atau sekedar guyonan semata. Namun bagi
saya sendiri, pemikiran atau ajaran Wahabi tidak berbahaya, karena memang
ditegakkan di atas argumen/hujjah yang rapuh bak sarang laba-laba.
Sekalipun tidak berbahaya dari aspek kekuatan
hujjahnya, akan tetapi dari aspek sosial, para penganut wahabi salafi ini
sering membuat statemen yang sangat mudah menyulut dan menyeret konflik
masyarakat. Untuk alasan yang terakhir, saya perlu mengemukakan prinsip awal
yang harus dipegang oleh setiap muslim.
Prinsip pertama tentang persatuan. Sudah
seharusnya kita sebagai umat Islam mengutamakan persatuan. Selama dia mengaku
muslim dengan mengucap Laa Ilaha Illallah dan mengakui Muhammad sebagai Nabi
terakhir, tidak sepantasnya kita tuduh yang macam-macam (kafir, musyrik dll),
yang pada akhirnya akan bisa menimbulkan friksi atau perpecahan. Kita harus
menyatakan muak dengan perpecahan umat Islam, karena nanti yang untung pasti
orang lain, kita buntung. Apalagi di zaman modern ini, umat Islam memang
sengaja diadu domba.
Prinsip kedua, jangan mudah mengumbar tuduhan
yang enggak-enggak. Dalam hal ini, kita dapat memberi contoh sikap dan ucapan
sekelompok jamaah yang disinggung di atas, yakni wahabi-salafi. Kelompok ini
sering mengklaim (truth claim), mendaku, atau mungkin sekedar mengaku-ngaku
sebagai pihak yang selalu berada di rel kebenaran, selalu memegang teguh
al-Qur’an, dan berjalan di bawah sinaran sunnah Rasul. Pada akhirnya, mereka
sering melontarkan tuduhan-tuduhan kepada kelompok muslim yang lain sebagai
pelaku TBC (tahayul, bid’ah, churafat), kafir dan musyrik. Bahkan menganggap
terhadap orang muslim tertentu, lebih berbahaya daripada orang Yahudi dan orang
Kafir. Mereka memang usil, sirik, sok tahu, sok alim, dan suka iri sehingga
sering mempermasalahkan tradisi masyarakat muslim di Indonesia, seperti maulid
Nabi, haul ulama, tahlilan, dziba’an, ziarah kubur, qunut shubuh, ratiban,
tawassul, menghadiahkan pahala kepada orang yang sudah meninggal, do’a
berjama’ah, zikir keras berjama’ah, bersalaman sesudah shalat, dan lain
sebagainya. Anehnya, mereka lunak, lemah lembut, dan bersahabat karib, bahkan
tunduk dan merunduk-runduk kepada Amerika dan Israel.
Orang seperti ini harus kita ingatkan secara
halus, tapi kalau tidak bisa, perlu diingatkan dengan “pukulan” yang agak keras
dengan diajak berdiskusi dan berdebat secara ilmiah. Makanya, benteng terbaik
untuk menghadapi mereka adalah dengan mengkaji secara serius terhadap model
berfikir dan argumen mereka. Inilah kewajiban, atau paling tidak, sangat
dianjurkan kepada para santri, remaja, dan pemuda, bahkan para tetua NU untuk
melakukannya. Sehingga kita tidak mudah gagap atau bingung, rendah diri, dan
merasa bodoh ketika berhadapan dengan kelompok wahabi salafi. Tidak ada alasan
bagi kita semua untuk malas membaca. Untuk saat ini, buku-buku yang berusaha
membedah, membongkar, dan mengkaji secara ilmiah terhadap wahabi salafi sudah
sangat banyak dan tersedia di mana-mana.
Hal lain yang perlu kita ketahui terkait
truth claim (klaim kebenaran) yang dilakukan wahabi salafi seperti dijelaskan
di atas (mendaku sebagai pemegang dan pewaris otoritatif terhadap al-Qur’an dan
Hadis), adalah realitas para pengikut salafi wahabi ini masih belum puas,
sebuah kata pun masih perlu direbut dan diserobot. Kata tersebut adalah
SALAF/SALAFI. Kata ini diklaim sebagai hak miliknya –kayak negara Jiran yang
suka mengklaim milik Indonesia-. Kata SALAF selalu ditempelkan dalam
kajian-kajian mereka dan berupaya diidentikkan sebagai mazhab mereka, mazhab
salaf. Padahal salaf atau salafi bukan suatu mazhab tertentu (baca buku Dr.
Said Ramadhan al-Buthi yang berjudul As-Salafiyyah).
Tidak berhenti sampai disitu “kerakusan” mereka, kelompok ini tidak puas dengan hanya menyerobot kata SALAF/SALAFI. Mereka bergerak lagi dengan merebut, mengambil alih dan mengklaim sebagai pemilik paten yang sah atas Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sehingga ketika orang NU menyebut dirinya
sebagai aswaja, tentu akan ditolak mentah mentah oleh mereka. Karena apa? Ya
karena kita dianggap tidak mengamalkan aswaja versi mereka, karena kita dituduh
telah melakukan banyak bid’ah.
Di sinilah kita perlu menyadari, bahwa kalau
kita menyebut aswaja jangan langsung beranggapan tunggal. Realitas sosiologis
membuktikan lain, paling tidak ada aswaja lain, yaitu yang diklaim oleh salafi
wahabi. Makanya, di kalangan NU sudah sering menyebut aswaja ala NU (aswaja
berdasar Nahdlatul Ulama), atau kalau saya menyebut dengan aswaja moderat, yakni
aswaja yang amal ibadah, wiridan, dan tirakat kesehariannya bukan menyalahkan
ritual ibadah kelompok lain. Hal ini untuk membedakan dengan kelompok salafi
wahabi yang juga mengklaim sebagai kelompok yang paling aswaja dengan dibarengi
menyalahkan kelompok lain. Sehingga di sini, kita dapat mengetahui kenapa
Pakistan baru-baru ini melarang gerakan aswaja di sana. Ternyata orang-orang
yang ada dalam gerakan aswaja tersebut adalah orang-orang wahabi-salafi.
Selanjutnya tidak tertutup kemungkinan
kelompok ini akan menyerobot dan mengklaim bahwa Islam, Muhammad, bahkan Allah
itu sebagai hak milik pribadi kelompoknya. Komunitas muslim lainnya bukan
pemilik Islam, pengikut Nabi, dan penyembah Allah. Kalau ini terjadi, maka
sungguh tragis, dan wujud dari kemunduran sejarah umat Islam. Tidak tertutup
kemungkinan, akan banyak pertikaian karena umat Islam yang lain dianggap tidak
Islam. Tentu kita tidak mengharapkan ini terjadi. Kita harus banyak toleran
menghadapi kelompok muslim lain, kita harus menghargai perbedaan sembari tidak
mengklaim sebagai pemilik Islam satu-satunya, pemegang Sunnah tiada duanya,
pengibar panji salaf yang semurni-murninya, sambil menyesat-sesatkan umat Islam
lain. Apakah kita senang kalau nanti umat Islam dari kelompok lain banyak yang
masuk neraka, dan kita akan sendirian masuk syurga. Alangkah sepinya surga, dan
betapa ramainya neraka. Tentu ini adalah bukan harapan kita.
Terakhir, mari kita perhatikan sabda Nabi
SAW:
سَيَخْرُجُ
قَوْمٌ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ
يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمْ
حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ
الرَّمِيَّةِ فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ
أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، رواه البخاري
“Akan keluar suatu kaum di akhir zaman,
orang-orang muda usia, pendek akal, mereka berkata-kata dengan sebaik-baik
perkataan manusia yang tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari
agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya. Maka, di mana saja kamu
menjumpai mereka, perangilah, karena di dalam memerangi mereka terdapat pahala
di hari Kiamat bagi yang melakukannya.” (HR.Bukhari)
DR H. Ainur Rofiq Al-Amin, SH, MA, Penulis
Buku “Membongkar
Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir Indonesia”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar