Detik-Detik Kelahiran
Kanjeng Nabi Muhammad
Sang nabi akhir zaman
itu telah lahir. Namun, sangat disayangkan, Allah swt telah dengan cepat
memanggil para agamawan yang menjadi aksi penting kebenaran Muhammad s.a.w ke
sisi-Nya. Seolah-olah sebuah drama yang penuh liku, sedikit demi sedikit, para
agamawan yang diharapkan kesaksiannya telah wafat. Tidak bisa dibayangkan,
andaikata para agamawan ini, dan segenap murid serta keturunannya, masih hidup
serta senantiasa mengikuti perkembangan bayi Nabi Muhammad saw hingga pada
usia-usia dewasa dan kenabian, tentu sejarah akan berbicara lain. Diriwayatkan
oleh Umar bin Khatthab r.a., beliau berkata : saya bersama Rasulullah s.a.w
sedang duduk-duduk. Rasul s.a.w. bertanya kepada para sahabat, "Katakan kepadaku,
siapakah yang paling besar imannya? " Para sahabat menjawab; 'Para malaikat, wahai
Rasul'. Nabi s.a.w bersabda, "Tentu mereka demikian. Dan mereka
berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t
telah memberikan mereka tempat". Sahabat menjawab, "Para Nabi yang
diberi kemuliaan oleh Allah s.w.t, wahai Rasul". Nabi s.a.w.
bersabda, "Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang
bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat".
Sahabat menjawab lagi, "Para syuhada yang ikut bersyahid bersama para Nabi, wahai
Rasul ". Nabi s.a.w. bersabda, "Tentu mereka
demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu,
karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat".
"Lalu siapa, wahai
Rasul?", tanya para sahabat.
Lalu Nabi s.a.w.
bersabda, "Kaum yang hidup sesudahku. Mereka beriman kepadaku, dan mereka tidak
pernah melihatku, mereka membenarkanku, dan mereka tidak pernah bertemu dengan
aku. Mereka menemukan kertas yang menggantung, lalu mereka mengamalkan apa yang
ada pada kertas itu. Maka, mereka-mereka itulah yang orang-orang yang paling
utama di antara orang-orang yang beriman ". [Musnad Abî Ya'lâ,
hadits nomor 160].
Waktu yang
ditunggu-tunggu itu belum datang juga, namun beberapa orang masih terus
mencari. Mereka menelusuri ujung-ujung kota Mekkah. Dari satu tempat ke tempat
lain, orang-orang yang merindukan kehadiran seorang pembebas itu tak lupa
bertanya kepada orang-orang yang mereka jumpai di setiap tempat. Mereka
bertanya begini kepada setiap orang, " Siapakah di antara kalian yang memiliki bayi
laki-laki?". Namun tak seorang pun mengiyakan pertanyaannya.
Orang awam tentu tidak memahami maksud pertanyaan itu, namun orang-orang itu
tidak juga berhenti untuk mencari dan menanyakan dimana gerangan bayi laki-laki
yang dilahirkan. Semuanya ini dilakukan untuk membuktikan kepercayaan yang
selama ini diyakininya. Bahwa dunia yang telah rusak sedang menanti
kedatangannya.
Hingga pada suatu
pagi.
Sebagaimana aktifitas
yang telah diberlakukan semenjak zaman nabi Ibrahim a.s, setiap bayi yang lahir
pada saat itu segera di- thawaf-kan. Ini tidak lain untuk mendapatkan
hidup yang penuh barokah, yakni bertambahnya kebaikan lahir dan batin,
serta mengharapkan kemuliaan dan petunjuk dari Allah s.w.t. Tidak terkecuali
bagi seorang sayyid Abdul Muththalib, yang terkenal masih bersih dalam urusan
teologi. Begitu mengetahui cucu laki-lakinya lahir, maka segeralah beliau
membawa bayi itu menuju Ka'bah, lalu Thawaf, membawa bayi itu mengelilingi Ka'bah
tujuh kali sambil berdoa kepada Allah s.w.t.
***
Tepat sesaat setelah
sayyid Muththalib memasuki rumah setelah men- thawaf-kan cucunya, lewatlah seseorang yang
selama beberapa hari ini mencari kelahiran seorang bayi laki-laki. Saat itu,
orang yang sudah cukup tua tersebut masih menanyai kepada setiap orang yang dia
temui, " Siapakah di antara kalian yang memiliki bayi laki-laki?".
Pada saat itulah sayyid Muththalib menyadari ada seorang tua yang mencari bayi
laki-laki.
Dipanggilnya orang
tua itu, lalu beliau berkata kepadanya, "Saya punya bayi laki-laki, tapi, tolong
katakan, apa kepentingan anda mencari bayi laki-laki? ".
"Saya ingin melihat
bayi laki-laki yang baru lahir. Itu saja ", jawab orang tua
tersebut yang sekonyong-konyong muncul semangat baru dalam dirinya. Tanpa memberikan
kesulitan apapun, sayyid Muththalib mempersilahkan orang tua itu masuk ke
rumahnya untuk melihat bayi yang dimaksud.
Apa yang terjadi saat
orang tua itu melihat bayi yang ditanyakannya, adalah hal yang tidak pernah
dibayangkan oleh sayyid Muththalib. Sang sayyid memang tidak pernah berpikir
apa pun. Sebagai layaknya seorang kakek yang berbahagia mempunyai cucu, beliau
cukup bersyukur sang cucu dilahirkan dalam keadaan sehat wal afiat. Namun, bagi
orang tua yang sedang mencari sesuatu itu tidak demikian. Begitu melihat bayi
dan menemukan ciri-ciri sebagaimana disebutkan dalam kitab
yang dia baca, serta informasi dari orang-orang terdahulu, orang tua itu
berseru, "Benar, benar sekali ciri-cirinya, inilah bayi yang akan menjadi Nabi
akhir zaman kelak… ". Dalam kebengongan sayyid Muththalib,
pingsanlah orang tua yang selama ini mencari-cari bayi laki-laki tersebut, lalu
wafat pada saat itu juga.
***
Orang-orang yang
mencari bayi laki-laki saat itu, termasuk seorang tua yang akhirnya
mendapatkannya dan pingsan, adalah para agamawan yang meyakini akan kehadiran
seorang Nabi akhir zaman. Mereka sangat teguh memegang berita akan kemunculan
nabi akhir zaman ini. Semakin kuat keyakinan mereka, semakin mereka
meninggalkan urusan-urusan dunianya guna menanti atau mencari nabi akhir zaman
itu. Penantian nabi akhir zaman itu, selain berkat informasi dari kitab-kitab
mereka, saat itu, mereka juga sangat merasakan bahwa keadaan membutuhkan
kehadiran sang Nabi.
Sedang sang bayi yang
ditunggu adalah bayi Muhammad Shalla-llâhu 'alayhi wa sallama , bayi yang
kelak menjadi nabi terakhir.
Demikianlah, akhir
dari kisah pencarian pendeta-pendeta serta segenap agamawan pada zaman pra Nabi
Muhammad s.a.w. Pencarian atas apa yang diisyaratkan dalam kitab-kitab mereka,
bahwa akan diutusnya nabi akhir zaman untuk meluruskan kembali aqidah-aqidah
yang telah bengkok.
Dari kisah ini, kita
mengetahui betapa pada waktu itu masyarakat mengelu-elukan kehadiran Nabi
Muhammad s.a.w. 'Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat
terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin '.
(QS. 9:128). Hampir setiap kaum tahu bahwa ketika situasi sudah sangat rusak,
nabi akhir zaman akan muncul. Namun, dari mana dia lahir, hal itu yang tidak
pernah diketahui secara pasti. Yang diketahui pada saat itu adalah ciri-ciri
tempat, posisi bintang, ciri-ciri bayi, dan lain sebagainya.
Dalam kitab-kitab
lama, ciri-ciri tersebut ditulis secara jelas. Hingga masyarakat yang membaca
kitab-kitab itu pun akan mengetahui pula. Tidak sekedar mengetahui, tapi mereka
juga berkeinginan untuk dekat dengan nabi akhir zaman tersebut.
Salah satu yang
diimpikan oleh berbagai kaum saat itu, adalah harapan agar nabi akhir zaman itu
muncul dari keturunannya. Hal demikian tentu sangat manusiawi. Maka, untuk
mewujudkan impian itu, banyak kaum yang melakukan migrasi dari kampung
halamannya, untuk mencari tempat yang disebutkan ciri-cirinya oleh kitab-kitab
lama.
Ada beberapa tempat
yang saat itu menjadi pilihan para pencari nabi akhir zaman. Tempat-tempat itu
antara lain adalah Mekkah, Madinah (Yathrib) serta Yaman. Salah satu dari tiga
tempat itu diyakini menjadi tempat nabi akhir zaman dilahirkan. Banyak juga
para agamawan yang menduga nabi akhir zaman masih akan muncul dari kawasan
Jerusalem atau Damaskus.
***
Untuk kasus Mekkah,
orang-orang atau kaum non Quraisy yang minoritas adalah kaum pendatang yang
sengaja tinggal di Mekkah untuk menanti kedatangan nabi akhir zaman. Sedangkan
kasus migrasi di Madinah, orang-orang Yahudi-lah yang banyak menempati kota
tersebut waktu itu. Suku bangsa seperti Bani Nadhir, Quraizah, Qainuqa' dan
suku-suku kecil lainnya, yang sering muamalahnya menghiasi sejarah Islam dan târîkh
Nabi s.a.w, adalah keluarga-keluarga Yahudi yang bermigrasi dari berbagai
kawasan, baik dari Jerusalem, Yaman, maupun yang lainnya, ke daerah Madinah
untuk menanti nabi akhir zaman. Migrasi-migrasi itu terjadi dengan harapan nabi
akhir zaman muncul dari keturunan mereka, selain, tentunya, mengharapkan barokah
tadi. Migrasi ke Madinah ini dilakukan sudah cukup lama, setidaknya mereka
telah mendiami Madinah sekitar 100 tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad s.a.w.
Banyak sekali suku-bangsa
yang percaya akan datangnya nabi akhir zaman. Mulai dari Ethiopia (Al-Habsyi)
hingga Damaskus (Dimasyqa), serta dari Yaman hingga negeri-negeri Rusia.
Semuanya menanti kedatangannya.
***
Sang nabi akhir zaman
itu telah lahir. Namun, sangat disayangkan, Allah s.w.t telah dengan cepat
memanggil para agamawan yang menjadi "saksi kunci" kebenaran Muhammad
s.a.w ke sisi-Nya. Seolah-olah sebuah drama yang penuh liku, sedikit demi sedikit,
para agamawan yang diharapkan kesaksiannya telah wafat. Tidak bisa dibayangkan,
andaikata para agamawan ini, dan segenap murid serta keturunannya, masih hidup
serta senantiasa mengikuti perkembangan bayi Nabi Muhammad s.a.w. hingga pada
usia-usia dewasa dan kenabian, tentu sejarah akan berbicara lain.
Memang, kasus-kasus
wafatnya para agamawan setelah melihat tanda-tanda adanya kenabian, seperti
yang terjadi pada orang tua itu, bukanlah yang pertama kali. Dalam rekaman
sejarah, banyak sekali informasi yang membahasnya, bahkan sejak zaman sayyid
Abdullah—ayahanda Nabi Muhammad s.a.w.—belum menikah dengan sayyidah Aminah,
dan juga pada masa-masa dalam kandungan sayyidah Aminah. Hingga pada suatu
waktu di kemudian hari, tepatnya 40 tahun setelah kelahiran nabi, sejarah juga
kehilangan seorang agamawan-monotheis yang informasi spiritualnya sangat
berharga bagi keberlangsungan keyakinan terhadap adanya nabi akhir zaman.
Dalam hadits yang
diriwayatkan sayyidah 'Aisyah r.a. disebutkan bahwa setelah mendapatkan wahyu,
sayyidah Khadîjah r.a.—bersama nabi—mendatangi pamannya, Waraqah bin Naufal,
untuk meminta advis atas apa yang baru saja terjadi pada nabi. Waraqah bin
Naufal adalah seorang agamawan ahli kitab suci.
Setelah Nabi Muhammad
s.a.w. menceritakan semua yang terjadi kepada beliau—di gua hira itu—langsung
saja Waraqah terperanjat dan menjawabnya," Itu adalah Namûs yang diturunkan
Allah s.w.t. kepada Musa a.s. Ya Tuhan, semoga saja aku masih hidup ketika
orang-orang mengusir nabi ini…".
Waraqah tahu, bahwa yang
menemui Nabi Muhammad s.a.w adalah Namûs , alias malaikat Jibril a.s., yang pernah
menemui Nabi Musa a.s. dulu. Pengakuan Waraqah ini mirip dengan peristiwa yang
terjadi beberapa tahun kemudian, saat Nabi Muhammad s.a.w. membacakan ayat
al-Qur'an di hadapan jin, maka jin itu berkomentar, " Mereka berkata, 'Hai
kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (yaitu al-Qur'an) yang
telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi
memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus . [QS.
46:30].
Dan Waraqah tahu,
bahwa yang ada di depannya saat itu adalah seorang nabi, yang di kemudian hari
akan diusir oleh kaumnya sendiri dari tanah kelahirannya. Tapi, harapan Waraqah
untuk menjadi saksi perilaku orang-orang terhadap Nabi Muhammad s.a.w. tidak
kesampaian. Beberapa hari setelah itu, beliau wafat. Untuk ke sekian kalinya,
Allah s.w.t memanggil hambanya yang bisa menjadi "saksi spritiual"
atas kenabian Muhammad s.a.w. Tapi, itulah, Allah s.w.t tentu memiliki kehendak-kehendak
tersendiri yang tidak pernah kita ketahui.
***
Dengan wafatnya
beberapa agamawan yang menjadi saksi kebenaran kelahiran sang nabi, terputus
pula informasi-informasi ini. Situasi informasi tentang nabi akhir zaman
kembali ke titik nol. Namun inti berita yang ada dalam kitab-kitab tentang akan
diutusnya nabi akhir zaman saat itu masih ada. Karena realitas teologis memang
membutuhkannya. Hanya berita ini yang telah diketahui oleh para agamawan di
berbagai tempat, sebagaimana berita akan kelahirannya. Dan mereka hanya bisa
memegang keyakinannya, tanpa ada kemampuan untuk mencarinya, sebagaimana
pendahulu-pendahulu mereka menemukan waktu saat-saat dilahirkannya Nabi
Muhammad s.a.w. Nampaknya, agamawan yang baru membaca kitab-kitab suci itu
lebih percaya bahwa nabi akhir zaman sudah benar-benar lahir di dunia ini.
Memang banyak
ditemukan beberapa anak laki-laki yang memiliki nama Ahmad atau Muhammad pada
masa pra kenabian. Menamakan Ahmad atau Muhammad karena orang tuanya sangat
berharap anaknya menjadi nabi. Tetapi, para agamawan tentu sudah memiliki
wasilah atau cara tersendiri untuk menentukan "validitas stempel"
yang ada pada seorang nabi, apa lagi nabi akhir zaman. Maka, mereka tinggal
menanti detik-detik kedatangan risalah dan deklarasi kenabian sang nabi akhir
zaman itu.
***
Secara umum, bisa
dikatakan bahwa kebanyakan para agamawan saat itu sudah mengetahui bahwa nabi
akhir zaman akan diturunkan dari keluarga tertentu, dan di tempat tertentu. Ada
saja yang mengetahui, atau setidaknya meyakini, bahwa nabi akhir zaman itu
muncul dari keluarga Bani Hasyim, di daerah Mekkah, dan lain sebagainya. Ini
misalnya terjadi kepada seorang pedagang dari Mekkah yang berjulukan Atîq, saat
berdagang ke Yaman. Sebagai pedagang yang juga intelektual, kemana pun pergi
beliau tidak lupa untuk berkunjung ke kalangan agamawan.
Saat beliau menemui
seorang agamawan di Yaman, dan beliau ditanya tentang asal daerah serta dari
keluarga apa, maka setelah mendapatkan jawaban, sang agamawan itu menyatakan,
" Nanti
akan ada nabi akhir zaman dari daerah kamu dan dari keluarga kamu".
Beliau—Atîq—percaya atas informasi yang disampaikan agamawan Yaman itu. Begitu
sang nabi muncul dan mendakwahkan kembali ajaran-ajaran Tauhîd [monotheisme]
yang hilang, dia –Atîq– pun segera bersaksi atas kebenaran ajaran itu. Beliau
menjadi laki-laki pertama yang membenarkan risalah yang dibawa Nabi Muhammad
s.a.w. Saat masuk Islam itu, beliau mengganti nama menjadi Abû Bakar, yang
kelak menjadi sahabat utama sang nabi akhir zaman dan mendapatkan gelar Ash-Shiddîq,
yang senantiasa membenarkan. Ini adalah jawaban atas pertanyaan, kenapa Abû
Bakar r.a. selalu saja membenarkan kebenaran Muhammad.
***
Dalam al-Qur'an,
Allah s.w.t. berfirman, "Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para
nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah
kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu,
niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya".
Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap
yang demikian itu?". Mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah
berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi
(pula) bersama kamu ". [QS. 3:81]
Para nabi berjanji
kepada Allah s.w.t. bahwa bilamana datang seorang Rasul bernama Muhammad mereka
akan iman kepadanya dan menolongnya. Perjanjian nabi-nabi ini mengikat pula
para ummatnya. Namun, manusia selalu melakukan penentangan terhadap keputusan-keputusan
Allah s.w.t. Para manusia itu ingkar, sebagaimana diceritakan dalam al-Qur'an, "Dan setelah
datang kepada mereka Al Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada
mereka—maksudnya kedatangan Nabi Muhammad s.a.w. yang tersebut dalam Taurat
dimana diterangkan sifat-sifatnya—, padahal sebelumnya mereka biasa memohon
(kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka
setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar
kepadanya. Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu ".(QS.
2:89)
Itulah manusia yang
sangat tidak beruntung dengan melakukan penolakan terhadap kenabian Muhammad
s.a.w . Maka, sangat tepat jika Nabi Muhammad s.a.w. bersabda dalam hadits yang
penulis nukil pada permulaan di atas. Bahwa orang yang menjadi saudara Nabi
s.a.w. adalah orang yang tidak pernah melihat Nabi s.a.w. namun percaya akan
kenabian dan selalu membenarkan sabda-sabda beliau. Orang-orang yang tidak
pernah bertemu dengan Nabi s.a.w. tapi selalu membenarkan beliau itulah yang
merupakan orang-orang paling utama di antara orang-orang beriman. Ya Allah,
tetapkanlah kami untuk selalu beriman kepada-Mu dan kepada Nabi-Mu.
Amiin.
(Disarikan dari
beberapa buku, terutama kitab Syarah Al-Barzanjî)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar