Ummatan Wasatha
Konsep Deradikalisasi Agama
Oleh: Dr KH Zakky Mubarak, MA
Konsep ummatan wasatha diambil dari salah satu ayat al-Qur'an, "Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang pertengahan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. al-Baqarah, 2:143). Kata wasatha berasal dari kata wasatha-yasithu-wasthan yang artinya yang berada di tengah-tengah. Pengembangan kata ini menjadi tawassatha, seperti tawassatha al-makan au al-qaum, berarti duduk atau berada di tengah-tengah suatu tempat atau di tengah-tengah suatu kaum. Apabila ditambah syaddah pada 'ain fi'ilnya menjadi wassatha berarti ja'alahu fi al-wasthi, meletakkan sesuatu di tengah-tengah, atau ja'alahu wasithan yaitu menjadikannya sebagai wasit. Karena itu kalimat tawassatha bainahum maksudnya adalah menjadi wasit, penengah, yang mendamaikan, menegahi di antara mereka. (Lisan al-Arab: 426-432. lihat juga, al-Munawwir, 1984: 1662-1663). Istilah wasit yang telah menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata ini.
Selanjutnya istilah ummathan wasatha yang dikembangkan dalam tulisan ini, maksudnya adalah umat pertengahan, umat yang moderat dan teladan, yaitu umat Islam yang tidak memihak aliran atau golongan-golongan tertentu yang bersifat ekstrim. Ciri umat ini adalah berfikir secara holistik, tawazun (seimbang), dan itidal (lurus) dalam memahami ayat-ayat al-Qur'an maupun al-Sunnah. Cara yang ditempuh adalah dengan mengambil seluruh ayat-ayat al-Qur'an dan seluruh al-Sunnah, tidak memilah atau memilih antara satu ayat dengan ayat lain atau antara hadist yang satu dengan hadis lainnya yang sahih. Sebaliknya kelompok atau aliran yang ekstrim selalu memilah dan memilih ayat-ayat al-Qur'an atau al-Sunnah, hanya yang sesuai dengan doktrin yang dikembangkannya dalam paham tersebut. Misalnya aliran Khawarij dan aliran Murji'ah. Aliran Khawarij mengambil teks al-Qur'an dan al-Sunnah yang nadanya keras dan sempit, sebaliknya aliran Murji'ah hanya mengambil ayat-ayat al-Qur'an dan Hadist yang bernada ringan dan amat mudah.
Kajian tentang ummat wasatha ini dianggap relevan pada masa sekarang, karena dalam perkembangan dewasa ini, banyak pandangan-pandangan keagamaan yang berkembang di tengah masyarakat mengarah pada sikap ekstrim, baik yang menuju pada fundamentalisme sempit, maupun yang mengarah pada kelompok pemahaman terlampau liberal dan kebablasan. Sebagaimana kita sadari, dewasa ini, kita jumpai dua kelompok yang berfaham ekstrim tersebut terus menyerbu pemahaman agama mayoritas kaum muslimin, terutama merambah pada generasi baru yang sangat cekak (minim) pemahaman agamanya. Kelompok fundamentalis sempit dan kelompok liberalis yang kebablasan terus mengembangkan faham keagamaannya melalaui kecanggihan IT yang terus berkembang dari masa ke masa.
Sebagai contoh sederhana tentang pemaham yang ekstrim dari kelompok tersebut, misalnya dalam memahami sabda Rasulullah s.a.w. berikut ini:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ بِصَلَاتِهِ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ (رواه النسائي: 461)
Artinya:
"Sesungguhnya yang pertama kali dihisab
bagi seorang hamba adalah salatnya. Maka apabila salatnya baik, sungguh dia
telah beruntung dan selamat, dan apabila salatnya rusak, sungguh ia telah
celaka. (HR. al-Nasa`i: 461, Ibnu Majah: 1415, Ahmad: 9130)
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
Artinya:
"Sesungguhnya perbedaan antara seorang
pria (mukmin) dengan syirik dan kafir adalah meninggalkan salat". (HR.
Muslim: 116, 117)
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Artinya:
"Perjanjian (yang mengikat) antara kami dan mereka adalah salat, maka barangsiapa yang meninggalkannya sungguh (telah menjadi) kafir". (HR. al-Tirmidzi: 2545).
"Perjanjian (yang mengikat) antara kami dan mereka adalah salat, maka barangsiapa yang meninggalkannya sungguh (telah menjadi) kafir". (HR. al-Tirmidzi: 2545).
Hadist-hadist tersebut difahami oleh kelompok pertama (fundamentalisme sempit) secara tekstual, sehingga menghasilkan suatu pemahaman bahwa orang yang meninggalkan salat telah menjadi seorang yang kafir atau musyrik atau murtad.dengan demikian boleh diperangi.
Kelompok kedua (liberalis yang kebablasan)
mengemukakan hadis-hadis berikut ini,
مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ (متفق عليه)
Artinya;
"Tidak ada dari seorang hambapun yang telah mengucapkan la ilaha illa Allah (tiada Tuhan kecuali Allah), kemudian ia meninggal dalam keadaan seperti ini, kecuali orang tersebut masuk surga. Aku bertanya (perawi hadist) meskipun ia berzina, dan meskipun ia mencuri? Nabi s.a.w. menjawab: "meskipun ia berzina, dan meskipun ia mencuri". Jawaban Nabi tersebut diulang sebanyak tiga kali. (HR. al-Bukhari: 5379, Muslim: 138).
"Tidak ada dari seorang hambapun yang telah mengucapkan la ilaha illa Allah (tiada Tuhan kecuali Allah), kemudian ia meninggal dalam keadaan seperti ini, kecuali orang tersebut masuk surga. Aku bertanya (perawi hadist) meskipun ia berzina, dan meskipun ia mencuri? Nabi s.a.w. menjawab: "meskipun ia berzina, dan meskipun ia mencuri". Jawaban Nabi tersebut diulang sebanyak tiga kali. (HR. al-Bukhari: 5379, Muslim: 138).
Dalam hadist lain disebutkan,
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُخْبِرُ بِهِ النَّاسَ فَيَسْتَبْشِرُوا قَالَ إِذًا يَتَّكِلُوا وَأَخْبَرَ بِهَا مُعَاذٌ عِنْدَ مَوْتِهِ تَأَثُّمًا
Artinya:
"Tiadak ada seorangpun yang telah bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah, benar-benar syahadat itu dikrarkan dari hatinya, kecuali Allah mengharamkan orang tersebut masuk ke dalam api neraka". (perawi hadis, Muadz bin Jabal) bertanya: "Wahai Rasulullah, bolehkah aku sampaikan berita ini kepada semua orang, agar mereka ikut bergembira". Nabi menjawab: "Kalau begitu nanti mereka akan meringankan agama". (Muadz tidak berani menyampaikan hadis tersebut, khawatir disalahpahami, karena itu beliau baru menyampaikannya) pada saat ia akan meninggal, khawatir ia berdosa, (seandainya termasuk orang yang menyembunyikan hadis). (HR. al-Bukhari, 125)
"Tiadak ada seorangpun yang telah bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah, benar-benar syahadat itu dikrarkan dari hatinya, kecuali Allah mengharamkan orang tersebut masuk ke dalam api neraka". (perawi hadis, Muadz bin Jabal) bertanya: "Wahai Rasulullah, bolehkah aku sampaikan berita ini kepada semua orang, agar mereka ikut bergembira". Nabi menjawab: "Kalau begitu nanti mereka akan meringankan agama". (Muadz tidak berani menyampaikan hadis tersebut, khawatir disalahpahami, karena itu beliau baru menyampaikannya) pada saat ia akan meninggal, khawatir ia berdosa, (seandainya termasuk orang yang menyembunyikan hadis). (HR. al-Bukhari, 125)
فَإِنَّ
اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
Artinya:
"Maka sesungguhnya Allah telah mengharamkan masuk api neraka bagi orang yanga mengucapkan la ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah) yang semata mencari keridlaan-Nya. (HR. al-Bukhari: 1113)
"Maka sesungguhnya Allah telah mengharamkan masuk api neraka bagi orang yanga mengucapkan la ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah) yang semata mencari keridlaan-Nya. (HR. al-Bukhari: 1113)
Hadist-hadist di atas, difahami oleh kelompok
kedua (liberalis islami yang kebablasan) dengan pemahaman tekstual juga. Dengan
demikian, pemahaman mereka menyebutkan bahwa yang paling penting adalah ucapan
kalimat tauhid (la ilaha illa Allah) atau kalimat syahadah أشهد ان لا اله الا الله وأشهد ان محمدا رسول الله) ). Apabila seseorang telah mengikrarkan kalimat tersebut,
benar-benar dari kalbunya yang suci, maka dia telah menjadi seorang muslim,
terlepas dari adzab neraka dan masuk surga. Mengenai dosa-dosa yang pernah
dikerjakannya adalah urusan pribadinya dengan Allah s.w.t.
Anda bisa perhatikan dari dua pandangan yang ekstrim itu, kelompok pertama memiliki pemahaman, bahwa orang yang meninggalkan salat telah menjadi kafir, musyrik dan murtad, karena itu boleh diperangi. Sebaliknya, kelompok kedua memahami bahwa Islam atau tidaknya seseorang dari kalimat syahadat. Apabila seorang telah mengikrarkan kalimat itu, telah menjadi seorang muslim yang terlepas dari api neraka dan masuk surga. Mengenai dosa yang pernah ia lakukan, mungkin berbuat maksiat, atau mungkin pernah meninggalkan salat, itu merupakan urusan pribadinya dengan Allah s.w.t.
Pemahaman yang dikembangkan oleh ummatan wasatha (la'ala al-shawab), adalah memahami hadist-hadist yang diungkapkan kelompok pertama dan kelompok kedua secara holistik, tawazun, dan i'tidal, sehingga pemahamannya bersifat integral dan konprehensif. Hadist-hadist yang diungkapkan kelompok pertama untuk menegaskan betapa pentingnya ibadah salat, karena itu, tidak boleh ditinggalkan sama sekali, bukan untuk menghukumi orang yang meninggalkan salat sebagai orang kafir, non muslim, murtad, atau musyrik. Kafir dalam pemahaman itu, adalah artinya mengingkari sebagian perintah Allah berupa salat. Ia tetap menjadi seorang muslim, tetapi berbuat maksiat, selama ia tidak bersikap juhud (menentang) perintah tersebut.
Term kafir dalam Alquran, bisa difahami dalam beberapa pemahaman, diantaranya: (1) kafirun bi wujudillahi (kafir terhadap wujudnya Allah s.w.t.) atau disebut dengan atheis. (2) kafirun bi wahdaniyatillahi (kafir terhadap keesaan Allah) disebut musyrik, (3) kafirun birisalati Muhammadin (kafir terhadap risalah Muhammad s.a.w.) disebut kafir ahli kitab, (4) kafirun bi ni'amillahi (kafir terhadap beberapa nikmat Allah), wujudnya bisa seorang muslim yang mengingkari nikmat Allah s.w.t., Mengenai hal ini, Allah berfirman:
Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (QS. al-Nahl: 112)
Hadist-hadist yang disampaikan kelompok kedua difahami bahwa ikrar dua kalimat syahadat itu tidak cukup dengan mengikrarkan saja, tetapi harus dibuktikan dengan amal perbuatan dan ketaatan yang sungguh-sungguh pada perintah Allah s.w.t. Kalimat seperti shidqan min qalbihi yang disebutkan dalam hadist di atas, menunjukkan bahwa setiap orang yang telah mengikrarkan kalimat syahadat berarti ia telah tunduk, taat, pasrah, dan menyerahkan diri kepada Allah s.w.t. Karena itu, ia akan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya secara konsekuen, termasuk yang ditegaskan dalam rukun Islam, seperti salat, zakat, shiyam, haji, dan sebagainya. Dengan pemahaman tersebut, maka dikembangkanlah pemahaman yang berciri tawasuth, tawazun, i'tidal, integral dan komprehensif.
Dalam rangka melacak lebih jauh akar sejarah dari perselisihan dan pertentangan dua kelompok ini, akan lebih jelas apabila kita mengkaji kembali sejarah timbulnya aliran-aliran dalam Islam, terutama aliran dari dua kutub yang sangat ekstirm itu, misalnya aliran Khawarij, dan aliran Murji'ah. Dua aliran ini, wujudnya telah hilang dalam sejarah perkembangan umat Islam, namun demikian, Neo Khawarij dan Neo Murji'ah sering muncul dan menampakkan diri, terus menyerbu pemahaman yang mu'tamad. Mengingat sempitnya ruangan yang tersedia, kajian ini akan dibahas pada episode dua.
* Penulis adalah ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar