Senin, 14 Januari 2013

Mahfud MD: Hukum dalam Politik Oligarkis


Hukum dalam Politik Oligarkis

 

Apakah tesis Bapak bahwa karakter produk hukum berubah sesuai dengan perubahan konfigurasi politik berlaku dalam konteks Indonesia sekarang ini? Kalau ya, mengapa setelah reformasi di Indonesia hukum tetap tak responsif?"

 

Pertanyaan itu dilontarkan oleh Helmi Awaluddin, seorang peserta program doktor di Universitas Diponegoro, Semarang, ketika saya menguji kandidat doktor di sana.

 

Disertasi doktor yang saya buat di UGM (1993) memang menyimpulkan bahwa karakter produk dan penegakan hukum selalu berubah sesuai dengan perubahan-perubahan politik. Kalau konfigurasi politik tampil demokratis, hukum jadi responsif. Namun, ketika konfigurasi politik berubah jadi otoriter, hukum pun menjadi berwatak konservatif atau ortodoks. Itulah kesimpulan saya setelah meneliti perubahan-perubahan konfigurasi politik dan perubahan-perubahan hukum di Indonesia sejak tahun 1945 sampai tahun 1992.

 

Helmi mengaku heran karena reformasi yang berintikan demokratisasi dalam kehidupan politik ternyata tak berhasil membuat hukum jadi responsif. Sekarang ini produk hukum masih banyak yang ortodoks, penegakan hukum hanya menyentuh yang sumir-sumir saja.

 

Hampir Aksioma

 

Saya memahami sepenuhnya apa yang dicecarkan oleh Helmi, tetapi tampaknya dia terlalu emosional melihat kenyataan. Dia marah melihat hukum tetap berwatak ortodoks dengan penegakan yang letoi justru ketika reformasi berhasil membongkar konfigurasi politik Orde Baru yang otoriter.

 

Bagi saya, tesis bahwa perubahan konfigurasi politik akan memengaruhi perubahan produk hukum tetaplah benar. Bahkan hampir jadi aksioma untuk produk-produk hukum publik yang terkait dengan distribusi kekuasaan.

 

Harus dipahami bahwa upaya mengubah hukum menjadi responsif harus didahului dengan perubahan konfigurasi politik agar menjadi demokratis sebab tak mungkin hukum responsif lahir dari politik yang tidak demokratis.

 

Demokratis ke Oligarkis

 

Persoalannya adalah mengapa setelah ada perubahan politik melalui reformasi itu hukum-hukum kita, kok masih ortodoks. Di sinilah masalahnya. Banyak yang mengira, seperti Helmi, bahwa dengan reformasi itu konfigurasi politik kita kini telah berubah menjadi demokratis. Padahal kenyataannya tidak. Konfigurasi politik kita sekarang ini adalah konfigurasi politik oligarkis, yakni suatu konfigurasi politik yang didominasi kelompok elite yang mengerjakan politik melalui transaksi-transaksi yang saling memberi keuntungan politik di antara para elite sendiri.

 

Pada awal reformasi memang terlihat bahwa konfigurasi politik berubah arah dari otoriter ke demokratis sehingga berhasil memproduksi berbagai UU yang responsif. Namun, suasana demokratis itu hanya berlangsung tak lebih dari dua tahun karena setelah itu konfigurasi politik berbelok ke arah yang oligarkis. Meminjam ungkapan mantan Presiden Abdurrahman Wahid, idea reformasi kita tentang demokratisasi telah dicuri dan dibuang oleh petualang-petualang politik yang korup yang berkolusi dengan pengusaha- pengusaha hitam.

 

Wajarlah kalau kemudian kinerja hukum kita tidak responsif sebab konfigurasi politik kita bukanlah demokratis melainkan konfigurasi yang oligarkis. Di dalam konfigurasi politik yang oligarkis keputusan-keputusan penting kenegaraan dilakukan oleh para elite secara kolutif dan koruptif. Parpol tidak lagi dapat menyentuh fungsi idealnya sebab di dalam sistem yang oligarkis parpol hanya menjadi political crowded (kerubutan politik). Di dalam kerubutan politik yang oligarkis ini para elite hanya berjuang untuk memperoleh kue politik bagi dirinya sendiri. Perekrutan politik menjadi sangat elitis dan menindas. Meski tidak semuanya, banyak parpol kita kini sedang dilanda penyakit oligarkis ini

 

Maka jangan heran jika ada anggota-anggota parlemen bersuara kritis atas satu kebijakan, tetapi kemudian diberangus oleh elitenya sendiri karena transaksi politik, baik dengan imbalan uang maupun posisi. Jangan heran kalau dalam kenyataan politik kita dikendalikan oleh uang. Hukum responsif hanya bisa hidup di alam demokratis, bukan di dalam sistem yang oligarkis.

 

Agenda penting untuk membangun hukum responsif adalah mendorong perubahan agar tampil konfigurasi politik yang demokratis. Namun, itu tidaklah mudah karena perubahan itu akan sangat bergantung juga pada elite-elite politik yang oligarkis. []

 

Moh. Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi RI

 

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar