Kamis, 03 Januari 2013

(Ngaji of the Day) Hijriyah Vs Masehi


Hijriyah Vs Masehi

Oleh: Syarifuddin HH


Dalam khazanah yang istimewa dan serba-serbi adanya konversi zaman yang modern ini, telah memutar balikkan kepala kepada kaki yang berlumur. Di era yang dapat menunjang potensi insan dengan cepat ini, terdapat unsur negatif yang melekat pada jiwa-jiwa pemeluk Islam.


Sadarkah anda ? ketika datang tahun yang diidam-idamkan para kaum muslimin sesungguhnya, saya dan anda lebih memilih acuh daripada melantunkan syair pada ilahi. Hal ini, merupakan pelecehan sederhana yang ada pada zaman ke zaman namun tak pernah disadari oleh pelaku.


Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, pada tahun ketiga pemerintahannya yang menyadari akan pentingnya kalkulasi ulang terhadap perhitungan masa yang sudah ada karena bulan-bulan tersebut belum ada tahunnya. Dengan demikian maka timbul pertanyaan, misalnya pada bulan Ramadhan itu bulan Ramadhan tahun lalu ataukah sebelumnya? Akhirnya Khalifah Umar mengundang tokoh-tokoh dalam bidang tersebut.


Kemudian disepakati bersama bahwa awal tahun (tahun 1 Hijriyah) adalah pada saat hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah bersama umat beliau. Tanggal dan bulannya tatap dan tak berubah, yaitu saat hijrah nabi adalah pada pada tanggal 2 Rabi’ul Awal dengan tahun yang telah disepakati yaitu tahun pertama hijriyah. Jadi hijrah Rasulullah SAW adalah tanggal 2 Rabi’ul Awal 01 H.


Tahun hijriyah, adalah tahun yang pergantian harinya menurut peredaran bulan. Ini pun tahun yang sangat diagung-agungkan oleh umat Islam, namun pada realitanya dewasa ini menunjukkan bahwasanya perubahan moral telah terjadi akibat berbenturannya kemodeenannya zaman dan perbaharuan teknologi barat.Sehingga, sampai saat ini partisipasi dan antusiasi terhadap datangnya tahun hijriyah ini tak semarak pada tahun-tahun sebelumnya. Lebih berkisar banyak dari kalangan pedesaan yang memperhangat kehadiran ulang tahun Islam ini, dan masyarakat perkotaan telah banyak terbius oleh busa-busa yang tak bertanggung jawab.


Kalangan muda, telah lebih tertarik dengan datangnya tahun baru Masehi yang di dalamnya terdapat banyak kekeruhan-kekeruhan semu (aslinya). Peletusan kembang api, tiupan-tiupan terompat di segala penjuru, dan kerumunan-kerumunan insan dimana-mana, membuat hari yang indah menjadi gundah.


Saat sebenarnya dengan datangnya Tahun baru Hijriyah ini dengan memperbaiki amalan sholeh tapi lebih memilih meninggalkannya dan menutup telinga dengan handsat, menutup muka dengan bantal, dan menutup tubuh dengan selimut, dalam kata lain TIDUR. Bukan membaca Al qur’an tapi malah membaca koran, bukan meningkatkan Iman namun mendongkrak kekuatan lawan. Apakah ini yang dinamakan Muslim ?


Saya bisa menyadari akan hal ini. Namun, yang tak habis pikir ketika saya memaklumi kenapa tak ada pemakluman dari mereka terhadap penyambutan ulang tahun Islam? Ini adalah kejengkelan yang mengharukan bagi para sahabat Nabi jika beliau masih hidup di era moderenisasi ini.


Januari. Kata ini diambil dari nama dewa bangsa Roma yaitu dewa dengan dua wajah bernama Janus. Kedua wajah yang bertolak belakang, satu menatap ke depan dan lainnya menoleh ke belakang sebagai perlambang tatapan masa lalu dan pandangan ke masa depan. Janus yang akhirnya menjadi Januari sampai saat ini dijadikan bulan mawas diri sebagai pemisah tahun lalu dan tahun yang baru.


Penyembahan terhadap Dewa menurut saya bukanlah tradisi Islam, melainkan tradisi dari non-Islam yang mewabah kesekian rata manusia. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwasanya manusia era dewasa ini telah terselubungi akan adanya budaya-budaya yang mengental dan tertelan dengan mentahnya. Sehingga hal ini mendarah daging di setiap penjuru yang ada, baik dalam khazanah kecil maupun dalam lingkup yang amat besar.


Ketika kita mengikuti tradisi dan mengikuti kepercayaan mereka (non-Islam), apakah kita tidak tergolong kepada golongan mereka? apakah kita bukan bagian dari mereka? banyak insan yang menyatakan hal itu hanya sebagai partisipasi belaka, tidak lebih. Namun antusias terhadap datangnya tahun baru Hijriyah, kemana? perlukah keislaman kita dipertanyakan?


Setelah anda memahami yang terjadi saat ini, maka saya menghendaki bertanya pada sang pembaca, manakah yang menjadi pemenang antara 1 Muharram dan 1 Januari? sebab dengan demikian kita akan lebih mengetahui bagaimana penyikapan kita selama ini terhadap ulang tahun Islam yang datang setiap tahunnya.


Sekedar mengingatkan saja, ini macam-macam bulan Hijriyah yang runtut dan benar menurut skala keislaman: Muharam, Shafar, Rabi’ul Awal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah. Sengaja dengan penuh kesadaran saya tidak mencantumkan bulan-bulan Masehi, karena saya pribadi yakin banyak pihak yang telah luar kepala hafalnya bahkan sampai bisa dikatakan Dlobith (kuat hafalan) dalam bidang ini.


* Pemerhati dan Peneliti Bidang Ekonomi Syariah, Muamalah, dan Sosial; Mahasiswa IAIN Sunan Ampel, Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar