Cara Seniman Menemukan Kebesaran Tuhan
Dalam ilmu teologi diajarkan beberapa argumen
tentang adanya Tuhan, baik melalui dalil kosmologi, dalil ontologism atau
argumen teleologis, tetapi seorang seniman lain lagi menemukan tuhan dengan
dalil aksiologis, bukan yang berkaitan dengan nilai etis, tetapi berkaitan
dengan nilai estetis, yakni keindahan, sebagaimana dialami oleh seorang pelukis
maestro Affandi seperti dalam penuturannya berikut ini.
Setelah menyelesaikan lukisan Bunga Matahari
obyek kesayangannya, Affandi tampak pucat. Berbeda dari biasa usai melukis
wajahnya cerah karena ia telah berhasil menumpahkan perasaaan di atas kanvas.
Affandi mendekati Rukmini yang duduk di
teras. Dia menarik kursi di sisi Rukmini. Anaknya heran melihat perubahan wajah
Affandi.
“Ada apa, Pi?” Rukmini kuatir dengan ayahnya.
“Tidak ada apa-apa, Rukmini”, jawab Affandi terbata-bata.
“Papi kok seperti orang cemas?” Rukmini memperhatikan lebih teliti.
“Rukmini, Tuhan itu memang hebat ya”, bisik Affandi pelan sambil menyeka keringat di dahinya.
“Maksud Papi bagaimana?” Rukmini tak mengerti ke mana arah pembicaraaan Affandi.
“Bunga matahari ciptaan Tuhan jauh lebih hebat dai Bunga Matahari lukisan Papi” Affandi menyandarkan tubuhnya, lalu memandang jauh ke angkasa luas. “Saya sudah berusaha melukis sebagus-bagusnya, tapi tetap tidak bisa menandingi ciptaaan Tuhan. Sungguh, Allah itu Maha Besar.”
Kini Rukmini mengerti duduk persoalannya.
Maka dia mengimbangi ucapan-ucapan yang keluar dari lubuk hati ayahnya.
“Memang, Pi, Tuhan itu Maha Kuasa dan Bijaksana. Sebab itu kita wajib
menyembah-Nya”. Rukmini menggenggam tangan ayahnya sambil menatap dalam-dalam.
“Aku mengerti, Rukmini. Tapi, aku isin, aku malu”. Suara Affandi kembali pelan.
“Papi malu pada siapa?”
“Aku malu sama Tuhan, sama keluarga, sama masyarakat dan diriku sendiri. Aku ini kan beragama Islam, tapi kok ndak salat”. Affandi bergumam.
“Papi kan bisa mulai sembahyang. Tak ada yang terlambat di mata Tuhan”.
“Ya, Papi akan mencoba. Aku malah sudah naik haji, tapi kok malah ndak salat”. Affandi mengulangi penyesalannya.
Sejak berdialog panjang dengan Rukmini,
Affandi mencoba untuk mulai melakukan salat. Kadang-kadang ada ayat yang
terlupa. Tapi, berkat keinginannya yang besar untuk sembahyang, pelan-pelan ia
mulai menjalankannya.
Tuhan yang dihayati Affandi bukan Tuhan kata orang, tetapi Tuhan yang ia cari melalui proses yang panjang, karena itu ekpreasi pengenalannya lebih dalam ketimbang mereka yang hanya ikut-ikutan. Pencarian itu dilakukan beriring dengan proses kreativitasnya sebagai seorang seniman besar, yang ternyata tidak mampu menandingi kreativitas Tuhan, dan juga estetika yang disajikan Tuhan dalam setiap ciptaan, penuh akurasi, sempurna dan otentik.
[MDZ]
Disadur dari buku Ray Rizal, Affandi Hari
Sudah Tinggi, Penerbit Metro Pos, 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar