Keajaiban di Masa
Kanak-kanak
"Demi Allah, dua
atau tiga bulan setelah kami kembali, ketika kami sedang mengurus beberapa
hewan ternak kami di belakang rumah kami, saudara tiri laki-laki Nabi datang,
berlari, dan berteriak, 'Saudara laki-laki Quraisy-ku. Dua orang laki-laki
mendatanginya memakai pakaian putih. Mereka membaringkannya dan membedah
perutnya.' Ayahnya dan diriku pun berlari mencarinya. Ia tengah berdiri dan
warna kulitnya berubah. Ayahnya memeluknya dan bertaya, 'Wahai anakku, apa yang
telah terjadi padamu?' Muhammad (sall-Allahu 'alayhi wasallam) menjawab, 'Dua
orang laki-laki yang memakai kain putih mendatangiku. Mereka membaringkan
tubuhku dan membedah perutku hingga terbuka. Mereka mengambil sesuatu darinya
dan membuangnya, kemudian menutup perutku kembali seperti semula.' Kami
membawanya ke rumah dan ayahnya berkata, 'Wahai Halimah, aku takut sesuatu
telah terjadi pada anak kita yang satu ini. Mari kita kembalikan dia pada
keluarganya sebelum keadaannya bertambah buruk.' "
"Kami pun
mengembalikannya kepada ibunya di Makkah. Ibunya berkata, 'Apa yang membuatmu
mengembalikannya padahal sebelumnya dirimu bersikeras untuk memeliharanya?'
Kami pun memberitahukan padanya bahwa kami khawatir bahwa sesuatu yang buruk
mungkin terjadi padanya. Ibunya berkata lagi, "Tak mungkin seperti itu,
jadi, katakan padaku yang sesungguhnya." Sang ibu bersikeras hingga kami
pun menceritakan padanya kejadian yang terjadi padanya (sall-Allahu 'alayhi
wasallam). Sang ibu (Aminah, peny.) pun bertanya, 'Takutkah dirimu bahwa Setan
telah berbuat sesuatu padanya? Tidak! Demi Allah, tak mungkin Setan dapat
menyentuhnya. Anakku ini akan menjadi seseorang yang memiliki kedudukan luhur.
Kalian boleh meninggalkannya sekarang.'"
Dalam hadits dari
Syaddad ibn 'Aws (RA) diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad (sall-Allahu 'alayhi
wasallam) bersabda, "Aku pernah menjadi seorang anak susuan di Bani Sa'd
ibn Bakr. Suatu hari saat diriku tengah berada di lembah bersama anak-anak
laki-laki seusiaku, tiba-tiba muncul tiga orang. Mereka membawa sebuah bak
mandi emas yang terisi penuh dengan es, kemudian mereka mengambilku dari
teman-temanku, yang berlarian ke belakang ke suatu sudut. Salah satu dari
ketiga orang itu membaringkan diriku dengan lembut ke atas tanah dan membelah
perutku dari atas dadaku hinggu bagian tulang pinggangku. Saat itu aku mampu
melihatnya dan tak merasakan sedikit pun rasa sakit. Ia mengambil keluar
organ-organ dari dalam tubuhku dan mencucinya dengan seksama dengan es tadi.
Kemudian mengembalikan organ-organ itu ke dalam tubuhku. Orang yang kedua bangkit
dan menyuruh kawannya yang pertama tadi untuk menepi. Ia meletakkan tangannya
ke atasku, memindahkan jantungku sementara aku melihatnya. Ia membelahnya, lalu
mengambil keluar segumpal daging hitam, dan membuang daging hitam itu, kemudian
menggerakkan kedua tangannya ke kanan dan ke kiri, seakan-akan menerima
sesuatu. Tiba-tiba, mewujud sebuah cincin di tangannya yang terbuat dari suatu
cahaya menyilaukan. Ia mencap jantungku dengan cincin itu, hingga dengannya
jantung itu berisi kemilauan cahaya. Itu adalah cahaya kenabian dan hikmah. Ia
kemudian mengembalikan jantungku ke dalam dadaku dan aku merasakan kesejukan
cincin itu dalam jantungku untuk jangka waktu yang lama. Orang yang ketiga
menyuruh temannya untuk menepi. Ia menaruh tangannya ke atas bagian tubuhku
yang terbelah dan seketika itu pula sembuh dengan izin Allah. Ia kemudian
meraih tanganku dan dengan lembut membantuku bangkit sambil berkata pada orang
yang pertama, 'Timbanglah ia dengan sepuluh orang dari ummatnya.' Aku pun
melebihi mereka dalam timbangan. Kemudian ia berkata lagi, 'Timbanglah ia
dengan seratus orang dari ummatnya.' Aku pun lebih berat dari itu. Kemudian ia
berkata kembali, 'Timbanglah ia dengan seribu orang dari ummatnya.' Aku lebih
berat dari mereka. Kemudian ia pun berkata, 'Seandainya kalian menimbangnya
dengan keseluruhan dari ummatnya pun, ia tetap akan lebih berat daripada
mereka.' Mereka semua memelukku, mencium dahiku dan ruang di antara kedua
mataku sambil berkata, 'Wahai, yang terkasih, seandainya saja kau mengetahui kebaikan
apa yang tengah menanti dirimu, tentu kau akan berbahagia.'" Penimbangan
di sini bermakna penimbangan moral/akhlaq. Nabi (sall-Allahu 'alayhi wasallam),
dengan demikian, unggul dalam semua sifat dan keistimewaan.
Pencucian dada suci
beliau (sall-Allahu 'alayhi wasallam) terjadi pula di waktu lain ketika Jibril
AS membawa kepada beliau (sall-Allahu 'alayhi wasallam) wahyu di Gua Hira' dan
sekali lagi pada malam Mi'raj (Kenaikan ke Langit). Abu Nu'aim meriwayatkan
dalam Al-Dala'il, pembelahan dada beliau (sall-Allahu 'alayhi wasallam) terjadi
pula saat beliau berumur dua puluh tahun. Hikmah dari pembelahan dada suci
beliau di masa kanak-kanaknya serta pembuangan daging hitam, adalah untuk
membersihkan beliau dari sifat-sifat kekanak-kanakan, sehingga beliau akan
memiliki sifat-sifat seorang laki-laki dewasa. Pertumbuhan beliau pun, dengan
demikian terjadi secara murni sempurna tanpa cacat. Beliau (sall-Allahu 'alayhi
wasallam) dicap/ditandai dengan cap kenabian yang terletak di antara kedua
bahunya yang memiliki wangi misk dan nampak bagai sebutir kecil telur burung
'partridge'.
Ibn 'Abbas (RA) dan
yang lainnya meriwayatkan bahwa ketika Muhammad (sall-Allahu 'alayhi wasallam)
berumur enam tahun, ibundanya dan Ummu Aiman (RA) membawanya selama sebulan mengunjungi
paman dari sisi ibunya dari Bani Adiy ibn An-Najjar di Dar al-Tabi'a di
Yatsrib. Di suatu waktu kemudian hari, beliau mengingat-ingat
peristiwa-peristiwa yang terjadi saat beliau (sall-Allahu 'alayhi wasallam)
tinggal di sana. Saat melihat ke suatu rumah tertentu, beliau (sall-Allahu
'alayhi wasallam) bersabda, "Ini adalah (rumah) tempat ibuku dan diriku
pernah tinggal. Aku belajar berenang di sumur milik Bani Adiy ibn Al Najjar.
Sekelompok orang Yahudi biasa mengunjungi tempat ini untuk melihat diriku."
Ummu Aiman (RA) berkata, "Aku mendengar salah seorang dari Yahudi-Yahudi
itu berkawa bahwa Muhammad (sall-Allahu 'alayhi wasallam) adalah Nabi dari
ummat ini, dan bahwa tempat ini adalah tempat hijrah beliau. Aku mengerti semua
yang mereka katakan."
Beliau dan ibundanya
kemudian bersiap untuk kembali ke Makkah, namun saat mereka tiba di suatu
tempat bernama Al Abwa', tidak jauh dari Yatsrib, ibundanya jatuh sakit keras.
Al Zuhri meriwayatkan dari Asma' binti Rahm, dari ibunya, "Aku berada
bersama Aaminah, ibunda Nabi (sall-Allahu 'alayhi wasallam), saat ia terbaring
sakit yang membawanya pada kematian. Pada saat itu, Muhammad (sall-Allahu
'alayhi wasallam) masihlah seorang anak laki-laki berumur lima tahunan. Saat
beliau (sall-Allahu 'alayhi wasallam) duduk di sisi kepala ibundanya, sang ibu
membacakan beberapa bait puisi, dan memandang wajah suci beliau (sall-Allahu
'alayhi wasallam) sambil berkata, 'Setiap yang hidup suatu saat pasti akan
mati, segala sesuatu yang baru pastilah suatu saat akan menua, setiap
keberlimpahan pastilah suatu saat akan berkurang. Aku kini tengah meregang
maut, namun ingatanku selalu akan wujud, aku telah meninggalkan di belakangku
kebaikan yang berlimpah, dan telah kulahirkan suatu Kesucian,' kemudian sang
ibu pun wafat. Saat itu, kami dapat mendengar Jinn menangisi
kepergiannya."
Telah diriwayatkan
bahwa Aaminah bersaksi atas kenabian Muhammad (sall-Allahu 'alayhi wasallam)
setelah kematiannya. At-Tabarani meriwayatkan alam suatu rantai periwayatan
dari A'isyah (RA) bahwa ketika Nabi (sall-Allahu 'alayhi wasallam) tiba di
Al-Hajuun, beliau (sall-Allahu 'alayhi wasallam) demikian sedih dan berduka.
Beliau (sall-Allahu 'alayhi wasallam) tinggal di situ selama yang Allah
kehendaki bagi beliau untuk tinggal di situ. Saat beliau (sall-Allahu 'alayhi
wasallam) kembali, beliau demikian bahagia dan bersabda, "Aku memohon pada
Tuhanku 'Azza wa Jalla, untuk menghidupkan kembali ibundaku. Allah melakukannya
dan menghidupkannya kembali." Juga telah diriwayatkan oleh baik Al-Suhaili
maupun Al-Khateen bahwa A'isyah (RA) berkata bahwa Allah membangkitkan kembali
kedua orang tua Nabi Muhammad (sall-Allahu 'alayhi wasallam) dan keduanya
bersaksi atas kenabian Muhammad (sall-Allahu 'alayhi wasallam).
Al-Qurtubi, dalam Al
Tadhkira, berkata, "Keistimewaan dan keluhuran Akhlaq Nabi Muhammad
(sall-Allahu 'alayhi wasallam) tak pernah berhenti muncul dalam keseluruhan
hidup beliau. [Karena itu] Mengembalikan kembali kedua orang tuanya untuk hidup
sehingga mereka dapat beriman pada beliau, bukanlah suatu hal yang tak mungkin.
Tak satu pun dalam hukum Agama Islam maupun logika yang berlawanan dengan hal
ini." Disebutkan dalam Qur'an Suci bahwa seseorang yang terbunuh di
kalangan Bani Isra'el dibangkitkan hidup kembali untuk menunjukkan siapa yang
telah membunuhnya. Lebih-lebih, Sayyidina 'Isa 'alaihissalam biasa
membangkitkan orang yang mati hidup kembali. Seperti itu pula, Allah Ta'ala
mengembalikan beberapa orang mati untuk hidup lagi lewat tangan-tangan Nabi
kita (sall-Allahu 'alayhi wasallam). Mengapakah tak mungkin bagi kedua orang
tuanya untuk bersaksi atas kenabian beliau (sall-Allahu 'alayhi wasallam)
setelah mereka dibangkitkan hidup kembali, padahal peristiwa ini hanyalah
menambah keunggulan dan keluhuran beliau (sall-Allahu 'alayhi wasallam)?
Al-Imam Fakhruddin
Al-Razi berkata bahwa seluruh ayah-ayah [kakek moyang] dari Muhammad
(sall-Allahu 'alayhi wasallam) adalah Muslim, yang dibuktikan dengan sabda
Muhammad (sall-Allahu 'alayhi wasallam), "Aku dipindahkan dari sulbi-sulbi
laki-laki yang suci ke rahim-rahim perempuan yang suci pula." Dan karena
Allah Ta'ala telah berfirman, "Sungguh, orang-orang Musyrik adalah
najis," kita melihat di sini bahwa tak seorang pun dari kakek moyang
beliau yang kafir.
Al Hafiz Shams Al-Din
Al-Dimashqi berkata tentang hal ini demikian indahnya saat ia menulis:
"Allah
karuniakan atas Nabi karunia berlimpah
Dan lebih banyak
lagi, dan baginya Ia Ta'ala paling berbaik hati
Ia kembalikan ibunda
beliau untuk hidup, juga ayahandanya
Hingga mereka pun
dapat beriman padanya.
Hal itu adalah
karunia yang lembut
Maka berimanlah pada
mu'jizat-mu'jizat ini, karena Ia Ta'ala mampu atasnya
Meski sang makhluk
adalah lemah."
Ummu Aiman (RA)
adalah perawat Muhammad (sall-Allahu 'alayhi wasallam) dan bibinya setelah
wafatnya ibunda beliau. Beliau (sall-Allahu 'alayhi wasallam) biasa berkata
tentangnya, "Ummu Aiman adalah ibundaku setelah ibundaku." Saat
Muhammad (sall-Allahu 'alayhi wasallam) berumur delapan tahun, kakek dan
penjaga beliau, Abdul Muttalib pun wafat. Umurnya saat itu seratus sepuluh
tahun (dalam riwayat lain, ia berumur seratus empat puluh tahun). Saat itulah,
atas permintaan Abd Al-Muttalib, paman Muhammad (SAW), Abu Talib menjadi
penanggung jawab beliau, karena ia adalah saudara kandung laki-laki dari
ayahanda Muhammad (sall-Allahu 'alayhi wasallam), 'Abdullah.
Ibn Asakir
meriwayatkan dari Jalhama ibn Urfuta bahwa Muhammad (sall-Allahu 'alayhi
wasallam) bersabda, "Aku datang ke Makkahsaat musim kering. Beberapa orang
laki-laki dari suku Qurasiy mendatangi Abu Talib dan berkata, 'Wahai, Abu
Talib, lembah-lembah tengah kering dan keluarga-keluarga tengah menderita. Mari
kita pergi dan berdoa memohon hujan.' Abu Talib pun keluar, dan bersamanya
seorang pemuda yang nampak bagai 'Matahari-setelah-Awan-menghilang'. Ia (sang
pemuda) dikelilingi oleh anak-anak laki-laki lainnya. Abu Talib pun membawanya
ke Ka'bah dan membuatnya berdiri dengan punggungnya membelakangi Ka'bah. Saat
itu, bahkan tak nampak secuilpun awan di langit. Namun, sesaat setelah sang
pemuda itu mengangkat kedua tangannya, awan pun mulai berdatangan dari segenap
penjuru, dan hujan pun mulai turun. Lembah pun bersemi dan baik di dalam Makkah
maupun di padang pasir sekelilingnya menjadi subur. Tentang mu'jizat ini, Abu Talib
menulis bait-bait berikut:
'Untuk ia yang
memiliki wajah benderang,
hujan dikirimkan demi
kemuliaan akhlaqnya,
Ia tempat berlindung
para yatim,
Dan penyokong para
janda.'"
Allaahumma shalli
afdalas salaati 'ala habiibikal mushtofa sayyidina muhammadin wa 'ala aalihi
wasahbihi wasallaam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar