Ketika
Masjidil Haram dan Masjid Nabi Muhammad Ditutup
Oleh:
Zuhairi Misrawi
Setelah
jumlah positif corona di Arab Saudi mencapai 1.000 orang, pemerintah yang
menjadi pelayan bagi dua kota suci Mekah dan Madinah itu langsung mengambil
langkah antisipatif dengan menutup dan mengkarantina tiga kawasan strategis,
yaitu Mekah, Madinah, dan Riyadh.
Mekah dan
Madinah yang merupakan kota suci dengan latar historis yang panjang hingga ke
zaman Nabi Adam merupakan tempat perkumpulan manusia untuk menunaikan ibadah
haji dan umrah, dan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW yang menjadi jantung spiritualitas
umat Islam.
Pada
hari-hari biasa, dua kota suci tersebut tidak pernah sepi dari para peziarah.
Umat Islam dari berbagai penjuru dunia merindukan bisa hadir langsung beribadah
di dua kota suci itu. Lihat saja lama antrean jemaah haji kita yang bisa
mencapai 25 tahun. Jemaah umrah kita juga semakin membludak, baik orang-orang
yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan.
Arab
Saudi sebenarnya mendulang keuntungan finansial yang lumayan besar dari ibadah
haji dan umrah. Bahkan, saat ini Arab Saudi sedang melakukan perluasan kawasan
Masjidil Haram untuk menampung jemaah haji dan umrah dalam jumlah yang besar.
Arab Saudi sedang menyusun rencana besar untuk menjadikan umrah sebagai sumber
keuangan negara, di samping visi megaprogyek NEOM 2030.
Namun
ketika wabah corona mulai merambah Arab Saudi, langkah-langkah preventif
dilakukan oleh pihak kerajaan. Langkah yang diambil pertama kali dengan menutup
pelayanan ibadah umrah dari berbagai negara yang ditengarai sudah mempunyai
pasien positif corona, tak terkecuali Indonesia.
Langkah
tersebut terasa berat bagi jemaah umrah, tapi diambil Arab Saudi untuk mencegah
dampak yang lebih besar. Masjidil Haram sempat ditutup total untuk para
peziarah, termasuk bagi warga Arab Saudi. Dan kini Arab Saudi mengambil langkah
tegas dengan mengkarantina Mekah, Madinah, dan Riyadh. Itu artinya, Masjidil
Haram dan Masjid Nabi Muhammad tidak akan diperbolehkan diziarahi untuk
sementara waktu.
Langkah
Arab Saudi tersebut tidak menimbulkan reaksi keras dari negara mana pun,
termasuk dunia Islam. Sebab negara-negara Muslim yang lainnya sudah lebih
dahulu mengambil langkah untuk menutup masjid untuk menunaikan salat berjamaah,
termasuk Salat Jumat.
Mesir,
misalnya, dalam dua minggu ini menutup masjid dengan mengubah redaksi adzan hayya 'alash shalat (mari
melaksanakan shalat) menjadi ala
shallu fi buyutikum (hendaklah kalian melaksanakan salat di
rumah-rumah kalian).
Masjid
al-Azhar yang biasanya dipadati oleh warga Mesir dan para mahasiswa dari
berbagai penjuru dunia pun turut ditutup selama dua minggu untuk mencegah
penyebaran virus corona. Masjid yang selama ini menjadi tempat salat berjemaah
dan forum-forum pendidikan keagamaan itu harus mengikuti protokol kesehatan
yang menyatakan perlunya pembatasan sosial (social
distancing).
Langkah
Arab Saudi melakukan karantina untuk Mekah, Madinah, dan Riyadh merupakan
ikhtiar pahit yang harus diambil, karena banyak sekali fakta bahwa mereka yang
ditanyakan positif corona, yang menyebabkan meninggal dunia, di antaranya
mereka yang terakhir punya riwayat melaksanakan ibadah umrah sebelum
diberlakukan penutupan.
Wabah
corona bukan wabah yang biasa, melainkan wabah yang luar biasa. Ia wabah yang
mematikan. Di zaman lampau, peristiwa semacam ini dicatat dengan baik, termasuk
pada zaman Nabi Muhammad dan zaman khalifah Umar bin Khattab. Karantina dan
pembatasan sosial menjadi langkah yang harus diambil, karena jika tidak bisa
berakibat fatal bagi hilangnya nyawa.
Imam
Ahmad dalam Musnad-nya
mencatat beberapa sahabat yang wafat akibat wabah, di antaranya Abu Ubaidah
al-Jarrah dan Mu'adz bin Jabal. Di banyak buku, disebutkan Mua'dz bin Jabal
menyerukan orang agar menetap di rumah masing-masing, baik mereka yang tinggal
di pegunungan maupun daratan. Intinya, karantina dan pembatasan sosial
merupakan salah satu ikhtiar untuk mencegah penyebaran wabah, sehingga tidak
menelan korban yang lebih besar. Karenanya, Mua'dz bin Jabal dikenal sebagai
sosok yang dulu pernah menyerukan pentingnya karantina dan pembatasan sosial di
zaman wabah.
Ibnu
Hajar dalam kitab Inba'
al-Ghumr bi Abna al-'Umr mencatat peristiwa wabah yang mematikan di
Mekah, termasuk di Masjidil Haram. Tercatat sedikitnya 40 orang meninggal dunia
setiap hari. Bahkan dalam sebulan ada sekitar 1.700 orang meninggal dunia.
Peristiwa tersebut menyebabkan orang-orang mengambil keputusan untuk tidak
melaksanakan salat di Masjidil Haram.
Maka dari
itu, meskipun kebijakan untuk mengkarantina Masjidil Haram dan Masjid Nabi
merupakan sebuah keputusan yang terasa pahit, tapi di dalamnya menyimpan
manfaat yang besar, yaitu menyelamatkan jiwa orang banyak. Para ulama
mengedepankan kemaslahatan daripada kemudaratan. Dan pada hakikatnya Islam
sangat menekankan dimensi kemudahan daripada dimensi kesulitan, apalagi
mempersulit diri sendiri dan orang lain.
Dalam
konteks tersebut, sebenarnya kita bisa mengambil pelajaran berharga. Jika
Masjidil Haram dan Masjid Nabi saja dikarantina untuk menghindari dan mencegah
penyebaran wabah, maka sebenarnya masjid-masjid kita juga sah, bahkan
dianjurkan untuk ditutup selama adanya wabah.
Ingat
bahwa agama kita khususnya Islam sangat menekankan pentingnya keselamatan jiwa
setiap umatnya. Beragama di zaman wabah harus mengedepankan keselamatan dan
kemaslahatan publik. Kita dianjurkan oleh Nabi Muhammad untuk beragama dengan
menggunakan akal dan hati nurani. Karenanya beragama tanpa akal dan hati nurani
akan menjerumuskan kita dalam kubangan kehancuran, di antaranya hilangnya nyawa.
Dari
rumah-rumah kita hendaknya berdoa agar wabah cepat berlalu, dan seluruh ikhtiar
dari para ahli medis dan ilmuwan segera mendapatkan jalan keluar dari wabah
ini. Dalam keyakinan setiap agama, setiap penyakit pasti ada obatnya. Dan
semoga Tuhan memberikan jalan keluar yang terbaik bagi kita semua, dan negeri
ini secepatnya merdeka dan bebas dari wabah yang mematikan ini. Amin Allahumma amin. []
DETIK, 26
Maret 2020
Zuhairi
Misrawi
| Cendekiawan
Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East
Institute, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar