Rabu, 01 April 2020

(Ngaji of the Day) Adakah Syafaat Lain Selain dari Nabi Muhammad?


Adakah Syafaat Lain Selain dari Nabi Muhammad?

Sosok mulia Rasulullah selalu dikaitkan dengan keagungan syafaatnya. Pertanyaannya, apa itu syafaat? Adakah yang memiliki syafaat selain beliau? Siapakah para penerimanya?

Al-Jurzani dalam al-Ta‘rîfât mengungkapkan, syafaat adalah permintaan pengampunan bagi orang yang melakukan dosa, kesalahan, atau kejahatan. Hal senada disampaikan oleh Syekh Muhammad ibn ‘Ali. Menurutnya, syafaat (Inggris: mediation, intercession) adalah permohonan yang penuh dengan kerendahan hati untuk berbuat baik atau menghilangkan mudarat bagi orang lain. Permohonan itu pula yang diajukan Rasulullah di akhirat kepada Rabbul ‘Alamin untuk membela umatnya, bahkan seluruh makhluk (Muhammad ibn ‘Ali al-Faruqi, Mausû‘ah Kasyâf Ishthilâhât al-Funûn wa al ‘Ulûm, [Beirut: Maktabah Lubnan], cet. I, 1996, jilid 1, hal. 1034).

Selanjutnya, Imam al-Nawawi membagi syafaat menjadi lima. Pertama, syafaat yang khusus dimiliki Rasulullah , yaitu memberikan keringanan dan ketenangan bagi seluruh makhluk dari kegetiran dan ketakutan di padang mahsyar yang menggetirkan. Para ulama menyebut syafaat ini sebagai “syafaat uzhma” karena meliputi seluruh makhluk, baik manusia maupun jin, baik yang mukmin maupun yang kufur. Berkat syafaat ini, mereka lekas memasuki meja hisab Rabbul Alamin.

Kedua, syafaat memasukkan suatu kaum ke surga tanpa hisab. Ketiga, syafaat bagi kaum yang telah divonis masuk neraka. Keempat, syafaat bagi orang-orang berdosa dan telah masuk neraka. Kelima, syafaat menambah derajat bagi para penghuni surga di surga (Ibnu Daqiq al-‘Id , Ihkâm al-Ahkâm Syarh ‘Umdah al-Ahkâm, Mathba ‘ah al-Sunnah al-Muhammadiyyah, tanpa tahun, jilid 1, hal. 153).
  
Lebih rinci, Syekh Muhammad ibn ‘Ali menyebutkan, ada beberapa macam syafaat pada hari Kiamat. Sebagiannya khusus dimiliki Rasulullah , sebagian lagi dimiliki beliau bersama-sama hamba yang lain. Namun, yang pertama kali membuka pintu syafaat adalah Rasulullah Sehingga tak salah bila beliau dikatakan pemegang syafaat mutlak karena semua kuncinya berada di tangan beliau. Adapun macam-macamnya tak jauh berbeda dengan di atas, tapi dengan sejumlah tambahan. Pertama, syafaat uzhma, yaitu syafaat untuk seluruh makhluk yang dikumpulkan di padang mahsyar. Syafaat ini hanya dimiliki nabi kita. Tidak ada nabi lain yang berani dan berhak memberikannya. Ia diberikan Rasulullah untuk meringankan ketakutan seluruh makhluk, membebaskan mereka dari kesengsaraan padang mahsyar, mempercepat proses hisab, dan melahirkan kepastian hukum dari Dzat yang maha mengadili. (Muhammad ibn ‘Ali al-Faruqi, Mausû‘ah Kasyâf Ishthilâhât al-Funûn wa al ‘Ulûm, [Beirut: Maktabah Lubnan], cet. I, 1996, jilid 1, hal. 1035).

Kedua, syafaat yang diberikan demi masuknya sekelompok orang beriman ke surga tanpa hisab. Syafaat ini juga ditetapkan sebagai milik khusus nabi kita sebagaimana yang disebutkan dalam sejumlah nas hadits. Salah satunya menyebutkan, ada 70 ribu umatnya yang masuk surga tanpa hisab, di luar penghuni surga yang lain:

أَوَّلُ زُمْرَةٍ مِنْ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ سَبْعُونَ أَلْفًا لَا حِسَابَ عَلَيْهِمْ، صُورَةُ كُلِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ صُورَةُ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ

“Rombongan pertama umatku yang masuk surga adalah 70 ribu orang. Mereka masuk tanpa hisab. Setiap wajah mereka terang bagaikan cahaya bulan di malam purnama," (HR Ibnu al-Mubarak).

Ketiga, syafaat yang diberikan kepada beberapa kaum yang seimbang kebaikan dan keburukannya. Berkat syafaat Rasulullah , mereka bisa masuk surga. Keempat, syafaat yang diberikan kepada sekelompok orang yang berhak masuk neraka. Namun, berkat syafaat Rasulullah , mereka masuk surga. Kelima, syafaat yang diberikan untuk mengangkat derajat dan menambah kemuliaan para penghuni surga.

Keenam, syafaat yang diberikan kepada kelompok manusia yang telah masuk neraka Jahanam. Berkat syafaat ini, mereka dikeluarkan darinya. Namun, syafaat ini tidak hanya dimiliki Rasulullah , tetapi juga bersama para nabi, para malaikat, para ulama, para syuhada, dan orang-orang saleh.

Ketujuh, syafaat yang diberikan untuk membuka pintu surga. Kedelapan, syafaat yang diberikan untuk meringankan adzab bagi mereka yang ditetapkan sebagai penerima siksa abadi dalam neraka. Kesembilan, syafaat yang khusus untuk para penduduk Madinah. Kesepuluh, syafaat khusus untuk para peziarah maqam Rasulullah dan mereka yang memperbanyak shalawat kepadanya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa syafaat adalah permohonan kebaikan dan penghilangan mudarat kepada Rabbul Alamin (Allah), baik dari Rasulullah maupun dari hamba yang lain demi keselamatan umat yang beriman. Ada sejumlah syafaat di akhirat kelak. Ada syafaat yang khusus dimiliki Rasulullah , ada yang dimiliki bersama para hamba yang lain, para malaikat, para nabi, para syuhada, dan shalihin ahli tauhid yang diridhai Allah. Ini sejalan dengan hadits:

أَهْلُ الْمَعْرُوفِ فِي الدُّنْيَا أَهْلُ الْمَعْرُوفِ فِي الآخِرَةِ

“Ahli kebaikan di dunia adalah ahli kebaikan di akhirat,” (HR Al-Thabrani).

Ini artinya siapa yang berbuat baik di dunia, akan diberi kesempatan untuk memberi syafaat di akhirat bagi orang-orang berdosa yang dipilih oleh mereka. Contohnya syafaat para mukmin yang saleh dan para ulama kepada pengikutnya, sebagaimana yang digambarkan dalam hadits berikut, “Sesungguhnya, setelah orang-orang mukmin terbebas dari neraka, demi Dzat yang menggenggam jiwaku, tidak ada seorang mukmin pun dari kalian yang paling kuat permohonannya kepada Allah pada hari Kiamat, tepatnya saat diperiksa oleh-Nya, kecuali saat mereka melihat saudara-saudaranya berada di dalam neraka. Mereka mengadu, ‘Ya Tuhan kami, mereka pernah berpuasa bersama kami. Mereka pernah shalat dan berhaji bersama kami.’ Disampaikanlah kepada mereka, ‘Keluarkanlah orang yang kalian kenali.’ Maka dihalangilah tubuh mereka dari neraka,” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Tak hanya itu, kesempatan memberi syafaat juga dimiliki oleh anak kecil yang meninggal sebelum dewasa. Biasanya syafaat itu diberikan kepada orang tuanya. Dengan catatan, si anak telah diakikahi kedua orang tuanya. Demikian sebagaimana yang disebutkan Imam Ahmad ibn Hanbal (Abu Sulaiman Hamd, Gharîb al-Hadîts [Beirut: Darul Fikr], cet. I, 1402 H, jilid 1, hal. 267).

Namun demikian, semua jenis syafaat di atas diberikan setelah mendapat izin dari Allah subhanahu wata'ala, "Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?" (QS al-Baqarah [2]: 255), dan dibukakan pintunya oleh Rasulullah Allâhumma shalli wallim wabârik ‘alaih. Semoga kita termasuk golongan yang mendapat syafaatnya. [ ]

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar