Paket
Recovery Fisik dan Psikis
Oleh:
Khofifah Indar Parawansa
KABAR
pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh tentu sangat menggembirakan. Saya yakin,
keluarga sudah lama menantikan kabar tersebut.
Mereka
tentu ingin berkumpul kembali dan memupuk semangat baru seperti sebelumnya.
Tapi, apakah itu bisa terwujud dengan mudah?
Saat ini
ada persoalan yang tidak terlalu tampak di permukaan. Yakni, social punishment
(hukuman sosial), juga stigma.
Itu bisa
terjadi di masyarakat. Orang dalam pengawasan (ODP), pasien dalam
pemantauan(PDP), pasien positif Covid-19, bahkan pasien yang sudah dinyatakan
sembuh pun punya potensi mengalami itu. Social punishment sangat mungkin
melekat pada mereka.
Ada
contoh kasus. Seorang warga dinyatakan positif. Sebagian besar keluarga sudah
ditangani pihak medis. Tempat tinggal juga sudah dikosongkan. Tapi, social
punishment masih ada. Warga di sekitar merasa waswas. Ini fenomena yang patut
disikapi.
Bisa jadi
itu juga bakal terjadi pada pasien yang sudah dinyatakan sembuh. Paling tidak,
ada dua hal yang akan hinggap pada perasaan mereka.
Pertama,
bisa jadi pasien yang dinyatakan sembuh khawatir bakal terjangkit virus SARS
CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 lagi. Atau, dia khawatir virus yang umum
dikenal sebagai virus korona yang pernah hinggap di tubuhnya tersebut belum
musnah seluruhnya.
”Jangan-jangan
virus ini masih ada, jangan-jangan bisa menular ke anak atau suami saya,
jangan-jangan… dan jangan-jangan….” Persepsi itu sangat mungkin masih ada.
Itu dari
faktor diri sendiri, belum faktor eksternal. Yakni, faktor yang disebabkan dari
orang lain. Pasien yang dinyatakan sembuh bisa saja memiliki pikiran, ”Apakah
warga bisa menerima saya? Mereka tahu saya sudah sembuh, tapi apakah mereka
yakin? Kalaupun yakin, apakah mereka tulus untuk menerima saya?”
Saya
yakin, perasaan seperti itu mungkin berpotensi muncul. Dan, gambaran perasaan
tersebut sangat mengganggu bagi pribadi seseorang.
Status
negatif belum tentu menyelesaikan persoalan. Ada persoalan baru yang juga harus
ditangani. Itulah yang mendasari perlu disiapkan trauma healing (penyembuhan
trauma).
Trauma
healing merupakan tindakan untuk membantu orang lain mengurangi, bahkan
menghilangkan, gangguan psikologis. Gangguan yang dimaksud muncul akibat shock
atau trauma suatu peristiwa.
Saya
merasa program itu penting, bahkan pada titik tertentu, sangat mungkin ada yang
butuh ”social recovery” (pemulihan sosial). Jika muncul social punishment,
harus disiapkan format penanganan dengan trauma healing. ODP, PDP, pasien
positif, maupun pasien yang sudah dinyatakan negatif berhak mendapat layanan
itu.
Saat ini
layanan yang diberikan pasca dinyatakan sembuh masih bersifat medis. Penanganan
dan pendampingan psikologis belum menjadi paket recovery jika dibutuhkan.
Saya
berharap ini menjadi tugas bersama untuk saling menguatkan, khususnya dari
internal keluarga. Membantu mereka yang sempat atau pernah terjangkit
mendapatkan layanan trauma healing.
Dengan
begitu, kesembuhan yang didapat penderita bukan hanya pada fisik. Mereka juga
sehat secara mental dan siap bersosialisasi dengan masyarakat. []
JAWA POS,
26 Maret 2020
Khofifah
Indar Parawansa | Gubernur Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar