Hukum Meniup dan Mengipas
Makanan atau Minuman Panas
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, bapak
pernah menegur adik saya yang mendinginkan mie rebus di piringnya dengan kipas
bambu. Kata bapak kami, meniup atau mendinginkan makanan panas dilarang dalam
agama Islam. Saya minta keterangan perihal ini. Terima kasih. Wassalamu
‘alaikum wr. wb.
Nandar – Bandung
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT
menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Larangan meniup atau mengipas untuk
mendinginkan makanan atau minuman panas dapat ditemukan dalam hadits riwayat
Abu Dawud dan At-Tirmidzi berikut ini.
وعن
ابن عباس رضي اللّه عنهما أن النبي نهى أن يتنفس في الإناء أو ينفخ فيه
Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi
Muhammad SAW melarang pengembusan nafas dan peniupan (makanan atau minuman)
pada bejana,” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Dari hadits ini para ulama terbelah menjadi
beberapa pendapat. Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum meniup makanan atau
minuman adalah makruh tanzih karena ini berkaitan dengan adab dan kebersihan.
Adapun ulama lain memberikan tafsil. Menurut
sebagian ulama ini, larangan makruh ini berlaku dengan asumsi bila seseorang
itu mengikuti jamuan makan bersama-sama dengan orang lain di satu wadah besar
atau satu wadah bersama, atau satu wadah yang dipakai bersama orang lain.
Pasalnya, orang lain kemungkinan akan merasa jijik atau menduga masuknya
kotoran atau penyakit di mulutnya ke dalam wadah bersama itu.
Ketika seseorang makan sendiri atau makan
bersama keluarga atau muridnya, maka larangan meniup makanan dan minuman tidak
berlaku karena orang yang makan bersama dia tidak merasa jijik dengan tindakan
peniupan itu.
قوله
(نهى عن النفخ في
الطعام) لأنه يؤذن بالعجلة وشدة الشره وقلة الصبر قال المهلب : ومحل ذلك إذا أكل
مع غيره فإن أكل وحده أو مع من لا يتقذر منه شيئا كزوجته وولده وخادمه وتلميذه فلا
بأس
Artinya, “Kata (Nabi Muhammad SAW melarang
peniupan makanan) karena itu mengisyaratkan ketergesa-gesaan, kerakusan dan
kurang sabar. Al-Mahlab mengatakan bahwa letak larangan itu terdapat ketika
seseorang makan bersama orang lain pada satu wajan. Jika seseorang makan
sendiri atau bersama orang yang tidak menganggap ‘kotor’ apa pun yang keluar
dari dirinya, seperti istri, anak, bujang, dan muridnya, maka tidak masalah,”
(Lihat Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1994 M/1415
H], juz VI, halaman 420).
Sebagian ulama Mazhab Maliki dan Hanbali
menyatakan bahwa peniupan makanan atau minuman tidak makruh untuk mendinginkan
hidangan tersebut karena memakan makanan atau minuman panas dapat menghilangkan
berkah.
وَفِي
قَوْلٍ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ : إِنَّهُ لاَ يُكْرَهُ النَّفْخُ فِي الطَّعَامِ
لِمَنْ كَانَ وَحْدَهُ. وَقَال الآْمِدِيُّ - مِنَ الْحَنَابِلَةِ - : إِنَّهُ لاَ
يُكْرَهُ النَّفْخُ فِي الطَّعَامِ إِذَا كَانَ حَارًّا ، قَال الْمِرْدَاوِيُّ :
وَهُوَ الصَّوَابُ إِنْ كَانَ ثَمَّ حَاجَةٌ إِلَى الأَْكْل حِينَئِذٍ
Artinya, “Satu pendapat di dalam Mazhab
Maliki menyatakan bahwa peniupan atas makanan tidak dimakruh bagi orang yang
makan sendiri. Al-Amidi dari Mazhab Hanbali mengatakan bahwa peniupan makanan
tidak makruh bila makanan itu panas. Al-Mirdawi mengatakan bahwa, ini yang
benar, (tidak makruh) jika ada keperluan untuk mengonsumsinya saat itu,” (Lihat
Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah,
[Kuwait, Darus Shafwah: 1997 M/1418 H], cetakan pertama, juz XXXXI, halaman
23).
Mayoritas ulama menyarankan orang yang
memiliki punya waktu untuk menunggu dengan sabar makanan dan minumannya dingin
seiring waktu. Sedangkan mereka yang berhajat untuk mengonsumsi makanan atau
minuman yang masih panas dapat mempercepat pendinginan makanan tersebut dengan
bantuan kipas bambu atau alat bantu lain.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar