Empat Sebab Seseorang
Berhak Mendapat Harta Warisan
Menurut Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ali
bin Muhammad bin Husain Ar-Rahabi di dalam kitab Matnur Rahabiyah menuturkan
dalam bentuk bait 3 sebab seseorang bisa menerima harta warisan:
أسباب
ميراث الورى ثلاثة
كل
يفيد ربه الوراثة
وهي
نكـــــاح وولاء ونسب
مابعدهن
من موارث سبب
Artinya:
Sebab-sebab orang dapat mewarisi ada tiga
Semuanya memberi manfaat bagi orang yang
berhak mewaris
Yaitu nikah, wala’, dan nasab
Selain tiga itu tak ada lagi sebab untuk
mewarisi
(Muhammad bin Ali Ar-Rahabi, Matnur
Rahabiyyah dalam Ar-Rabahiyyatud Dîniyyah [Semarang: Toha Putra, tanpa tahun],
hal. 9)
Dari nadham di atas bisa diambil kesimpulan
bahwa ada 3 (tiga) sebab seseorang bisa mendapatkan bagian warisan dari seorang
yang telah meninggal. Ketiga sebab itu adalah pernikahan yang sah, wala’
(kekerabatan karena memerdekakan budak), dan hubungan nasab.
Sedangkan Dr. Musthafa Al-Khin di dalam kitab
al-Fiqhul Manhaji (Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 275-276)
menyebutkan ada 4 (empat) hal yang menjadi sebab seseorang bisa menerima
warisan, yaitu tiga hal yang disebut di atas oleh Imam Rahabi dan ditambah satu
lagi yakni Islam.
Secara ringkas keempat hal tersebut
dijelaskan oleh Dr. Musthafa Al-Khin sebagai berikut:
Pertama, nasab atau kekerabatan.
Orang yang bisa mendapatkan warisan dengan
sebab nasab atau kekerabatan adalah kedua orang tua dan orang-orang yang
merupakan turunan keduanya seperti saudara laki-laki atau perempuan serta
anak-anak dari para saudara tersebut baik sekandung maupun seayah.
Termasuk juga anak-anak dan orang-orang
turunannya, seperti anak-anak laki-laki dan perempuan serta anak dari anak
laki-laki (cucu dari anak laki-laki) baik laki-laki maupun perempuan.
Kedua, pernikahan yang terjadi dengan akad
yang sah.
Meskipun belum terjadi persetubuhan di antara
pasangan suami istri namun dengan adanya ikatan perkawinan yang sah maka
keduanya bisa saling mewarisi satu sama lain. Bila suami meninggal istri bisa
mewarisi harta yang ditinggalkannya, dan bila istri yang meninggal maka suami
bisa mewarisi harta peninggalannya.
Termasuk bisa saling mewarisi karena hubungan
pernikahan adalah bila pasangan suami istri bercerai dengan talak raj’i
kemudian salah satunya meninggal dunia maka pasangannya bisa mewarisi selama
masih dalam masa idah talak raj’i tersebut (lihat Dr. Musthafa Al-Khin,
al-Fiqhul Manhaji, Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 276).
Sedangkan pasangan suami istri yang menikah
dengan pernikahan yang fasid (rusak), seperti pernikahan tanpa adanya wali atau
dua orang saksi, keduanya tidak bisa saling mewarisi. Demikian pula pasangan
suami istri yang menikah dengan nikah mut’ah.
Ketiga, memerdekakan budak.
Seorang tuan yang memerdekakan budaknya bila
kelak sang budak meninggal dunia maka sang tuan bisa nemerima warisan dari
harta yang ditinggal oleh sang budak yang telah dimerdekakan tersebut. Namun
sebaliknya, seorang budak yang telah dimerdekakan tidak bisa menerima warisan
dari tuan yang telah memerdekakaknnya.
Keempat, Islam.
Seorang muslim yang meninggal dunia namun tak
memiliki ahli waris yang memiliki sebab-sebab di atas untuk bisa mewarisinya
maka harta tinggalannya diserahkan kepada baitul maal untuk dikelola untuk
kemaslahatan umat Islam.
Orang yang tak memiliki salah satu dari
ketiga sebab di atas ia tak memiliki hak untuk menerima warisan dari orang yang
meninggal. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar