Hukum Menangisi Jenazah
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, saya pernah
mendengar waktu kecil bahwa kita tidak boleh menangisi jenazah keluarga kita
atau siapa saja. Ada kepercayaan bahwa tangisan kita akan menambah beban azab
kubur almarhum di alam barzakh. Saya minta keterangan perihal ini. Terima
kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Asep Suhendra – Ciamis
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT
menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Tangis sebagai tanda kesedihan atas
kepergian seseorang merupakan hal yang sangat manusiawi. Sejauh tangis masih
dalam batas kewajaran, Islam tidak melarangnya.
Ulama fiqih tidak memandang tangisan atas
jenazah sebagai sebuah masalah. Rasulullah SAW sendiri meneteskan air mata
ketika melepas putranya, Ibrahim, melewati detik-detik kehidupannya di dunia
sebagaimana keterangan berikut ini:
ولا
بأس بالبكاء على الميت من غير نوح ولا شق جيب ولا ضرب خد) يجوز البكاء على الميت
قبل الموت وبعده أما قبله فلرواية أنس رضي الله عنه قال دخلنا على رسول الله صلى
الله عليه وسلم وإبراهيم ولده يجود بنفسه فجعلت عينا رسول الله صلى الله عليه وسلم
تذرفان يعني تسيلان
Artinya, “(Tidak masalah menangisi jenazah
tanpa meratap, merobek kantong, dan memukul pipi). Seseorang boleh menangisi
orang lain baik sebelum maupun sesudah wafatnya. Kebolehan menangisi seseorang
sebelum wafat didasarkan pada riwayat sahabat Anas RA, ia berkata, ‘Kami
menemui Rasulullah SAW. Sementara Ibrahim, putra beliau, sedang mengembuskan
nafas terakhirnya. Saat itu tampak air hangat mengalir, yaitu meluncur dari
kedua mata Rasulullah SAW,’” (Lihat Taqiyyuddin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul
Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 137-138).
Riwayat ini menunjukkan kebolehan menangisi
seseorang menjelang wafatnya sebagaimana Rasulullah SAW menangis di akhir hayat
putranya, Ibrahim. Dari riwayat ini, ulama menyimpulkan bahwa seseorang boleh
menangisi orang lain sesaat sebelum orang lain tersebut wafat.
Adapun riwayat berikut ini mengisahkan
tangisan Rasulullah SAW saat upacara pemakaman putrinya. Saat salah seorang
putrinya dikebumikan, Rasulullah SAW tampak duduk di atas makam putrinya dan
mengalirkan air mata di pipinya yang mulia.
وأما
بعده فلما رواه أنس أيضا قال شهدنا دفن بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم فرأيت
عينيه تذرفان وهو جالس على قبرها
Artinya, “Sedangkan kebolehan menangisi
seseorang setelah wafat juga didasarkan pada hadits riwayat sahabat Anas RA. Ia
berkata, ‘Kami menyaksikan pemakaman putri Rasulullah SAW. Aku melihat kedua
matanya berlinang air mata. Sementara Rasulullah SAW duduk di atas makam
putrinya,’” (Lihat Taqiyyuddin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut,
Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 138).
Dua riwayat dari sahabat Anas RA menjadi
dasar atas argumentasi ulama bahwa tangis kesedihan atas kematian seseorang
boleh dilakukan sebelum atau sesudah seseorang itu wafat. Yang tidak boleh
dalam Islam adalah mengekspresikan kesedihan secara ekstrem atau berlebihan,
yaitu meratao, memukul pipi, menyobek kantong pakaian, mogok makan, mogok
bicara, dan seterusnya.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar