Selasa, 19 Maret 2019

(Ngaji of the Day) Was-was Tanda Shalat Diterima


Was-was Tanda Shalat Diterima

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “was-was” dengan ragu-ragu, kurang yakin, dan khawatir. Perasaan was-was atau bahkan lupa ini yang kerap menghinggapi seseorang ketika menunaikan ibadah shalat. Tetapi tidak perlu khawatir karena was-was dan lupa merupakan tanda setan sedang mengganggu konsentrasi orang yang beriman.

Sejumlah ulama bahkan menyebut was-was atau lupa yang melahirkan anjuran sujud sahwi menjadi tanda keutamaan shalat bahkan penerimaan shalat itu sendiri. Sejumlah ulama mengatakan bahwa shalat dengan sujud sahwi karena “pelanggaran” akibat gangguan setan dipastikan diterima oleh Allah SWT sebagai keterangan Syekh Ali Al-Ajhuri Al-Maliki berikut ini:

فائدة: نقل الشيخ علي الأجهوري المالكي عن أهل العلم: أن صلاة بسجود سهو خير من سبعين صلاة بلا سجود سهو، لأنها إذا كانت بغير سهو احتملت القبول وعدمه، ومع السهو يرغم بها أنف الشيطان، وما يرغم أنفه يرجى بها رضا الرحمن ففضلت بتلك الصفة

Artinya, “Informasi, Syekh Ali Al-Ajhuri Al-Maliki mengutip salah seorang ulama yang mengatakan bahwa shalat dengan sujud sahwi lebih baik daripada 70 shalat tanpa sujud sahwi karena sembahang tanpa sujud sahwi mengandung kemungkinan diterima atau ditolak. Dengan sahwi, setan terhina. Merendahkan setan dengan cara itu diharapkan mendatangkan ridha Allah karenanya shalat itu lebih utama dengan sifat demikian,” (Lihat Syekh Said M Ba’asyin, Busyral Karim, [Beirut: Darul Fikr, 2012 H/1433-1434 M], juz I, halaman 246).

Pandangan sejumlah ulama ini beralasan. Pasalnya, gangguan setan ini menyasar orang-orang yang menyimpan keimanan di dalam dadanya. Gangguan setan tidak adakan menyasar orang-orang dengan kekosongan iman di dada sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini:

وحكي أن رجلا شكا إلى النبي صلى الله عليه وسلم وسوسة الشيطان فقال إن الشيطان لا يدخل بيتا ليس فيه شيئ، فذلك من محض الإيمان.

Artinya, “Diceritakan bahwa seorang sahabat mengadu kepada Nabi SAW perihal was-was yang diembuskan setan. Rasulullah SAW mengatakan, ‘Setan tidak masuk rumah di mana tak ada apapun di dalamnya.’ Itu semata-mata karena iman,” (Lihat Syekh Said M Ba’asyin, Busyral Karim, [Beirut: Darul Fikr, 2012 H/1433-1434 M], juz I, halaman 246).

Imam An-Nakha’i bahkan mengatakan bahwa was-was yang menghinggapi seseorang dalam menunaikan shalat adalah tanda shalat itu diterima. Tanpa rasa was-was, shalat kita tidak diterima karena menyerupai ibadah kalangan Yahudi dan Nasrani.

وقال النخعي كل صلاة لا وسوسة فيها لا تقبل، لأن اليهود والنصارى لا وسوسة لهم

Artinya, “Imam An-Nakha’i mengatakan bahwa setiap shalat yang tidak ada was-was di dalamnya tidak diterima karena Yahudi dan Nasrani tidak merasakan was-was dalam shalat mereka,” (Lihat Syekh Said M Ba’asyin, Busyral Karim, [Beirut: Darul Fikr, 2012 H/1433-1434 M], juz I, halaman 246).

Hal senada juga diungkapkan Sayyidina Ali RA. Menurutnya, setan merasa perlu menggoda orang beriman dalam menunaikan shalat. Pasalnya, ibadah shalat mengandung sujud, yaitu sebuah aktivitas ibadah yang paling dibenci setan.

وقال علي كرم الله وجهه الفرق بين صلاتنا وصلاة أهل الكتاب وسوسة الشيطان لأنه فرغ من عمل الكفار، لأنهم وافقوه

Artinya, “Sayyidina Ali Karramallâhu Wajhah mengatakan, perbedaan shalat kita (umat Islam) dan shalat ahli kitab adalah was-was yang diembuskan setan. Setan tidak hadir pada amal orang kafir karena mereka telah sepakat dengannya,” (Lihat Syekh Said M Ba’asyin, Busyral Karim, [Beirut: Darul Fikr, 2012 H/1433-1434 M], juz I, halaman 246).

Sejumlah keterangan ini sama sekali bukan anjuran untuk sengaja lalai. Keterangan ini merupakan penanda betapa setan memang hadir menggoda di tengah orang beriman. Semua ini menunjukkan betapa tinggi keutamaan ibadah shalat hingga setan merasa perlu hadir menimbulkan was-was pada batin orang yang shalat. Hal ini menunjukkan kaitan antara keimanan dan ibadah shalat.

Keterangan ini menunjukkan kepada kita bahwa manusia memiliki aspek batin yang sekali waktu dihinggapi was-was hingga suasana hati berkecamuk di samping aspek lahiriyah. Pandangan ulama dan keterangan hadits di atas ini menandai kewajaran manusia pada sekali waktu termasuk dalam shalat merasa was-was. Wallahu a‘lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar