Rabu, 27 Maret 2019

Mathaliul Anwar, Tulang Punggung Berdirinya NU di Menes


Mathaliul Anwar, Tulang Punggung Berdirinya NU di Menes

Menes merupakan nama kecamatan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Meski hanya kota kecil, namun Menes menyimpan sejarah besar. Dari sanalah, Nahdlatul Ulama (NU) berkembang di daerah para jawara tersebut. 

Keterlibatan Menes sebagai tempat tumbuh kembangnya NU di Banten, sebenarnya bukan hal yang mengejutkan. Sejak zaman Kesultanan, Menes telah menjadi pusat pengembangan agama Islam. Secara bahasa, Menes berasal dari kata "Kemonesan" yang berarti cerdas. Hal ini merujuk pada munculnya banyak pesantren di daerah tersebut. 

Salah satu pesantren yang masih bertahan hingga saat ini di Menes, bahkan berkembang di berbagai daerah, ialah Madrasah Mathaliul Anwar. Lembaga pendidikan tersebut didirikan pada 10 Ramadan 1334 H/10 Juli 1916.

Namun Madrasah Mathaliul Anwar baru beroperasi sebulan kemudian. Tepatnya pada 10 Syawal 1334 H/9 Agustus 1916. Para perintisnya antara lain Kiai Tubagus Sholeh, KH Entol Muhammad Yasin, KH Mas Abdurrahman, dan beberapa nama lainnya.

Keberadaan Mathaliul Anwar di Menes tersebut, benar-benar menjadi pelita penerang Pandeglang dan sekitarnya. Kungkungan kolonialisme banyak melumpuhkan sektor pendidikan dan dakwah keagamaan. Sehingga keberadaan pesantren menjadi entitas penting sebagai simbol anti-kolonialisme. 

Semangat dari Mathaliul Anwar tersebut kemudian bertalian dengan spirit yang diperjuangkan oleh Nahdlatul Ulama. Kesamaan sebagai penganut madzhab dan jejaring ulama Nusantara yang telah lama terjalin membuat hubungan antara Mathaliul Anwar dan NU cepat terjalin.

Tak heran, ketika NU mulai fokus untuk mendirikan cabang di berbagai daerah, Mathaliul Anwar menjadi tulang punggung yang membidani kelahiran NU di Banten. 

Sebagaimana diberitakan di Swara Nahdlatoel Oelama edisi 5 tahun kedua 1347 H, diadakan sebuah musyawarah untuk pendirian NU. Pertemuan itu dilaksanakan di kediaman KH Entol Muhammad Yasin di Kampung Kadal Awuk, Menes pada Ahad malam, 10 Rajab 1347 H atau 23 Desember 1928.

Dalam pemberitaan tersebut, dihadiri para kiai dan tokoh masyarakat Menes dan sekitarnya. Tak ada keterangan siapa yang datang dari unsur PBNU. Namun yang pasti dalam acara itu, dibahas tentang tujuan dari berdirinya NU, pentingnya persatuan dan tantangan bagi kalangan bermadzab. Atas hal tersebut, kemudian disepakati pendirian NU dan penyusunan strukturnya. 

KH Mas Abdurrahman ditunjuk sebagai rais syuriyah. Kiai kelahiran 1868 itu merupakan direktur pengajaran di Mathaliul Anwar. Ia merupakan santri Syekh Nawawi Banten di Makkah. Sedangkan Kiai Yasin sendiri, yang merupakan kepala madrasah Mathaliul Anwar ditunjuk menjadi naib rais alias wakil. Sedangkan katib dan naib-nya adalah Mas Haji Muhammad Rais dan Antul Danawi. Keduanya juga tokoh di MA. 

Jajaran mustasyar terdiri dari tujuh orang. Di antaranya KH Irsyad, KH Sulaiman, KH Abdul Mu'thi, KH Siraj, KH Daud, KH Subari dan KH Syamil. Adapun di a'wan ada lebih banyak nama. Ada 16 nama. Banyak diantaranya juga memiliki keterkaitan dengan Mathaliul Anwar. Seperti Raden Haji Rusdi, KH Sam'un dan Kiai Anjun Kepuluh. 

Dari pemberitaan Swara Nahdlatoel Oelama tersebut, tak tercantum susunan lengkap sebagaimana biasanya. Seperti halnya susunan tanfidiyah. Ketaklengkapan struktur itu, bisa jadi karena tidak ada arahan langsung dari PBNU yang memimpin sidang. Hal tersebut dikuatkan pada pemberitaan Swara Nahdlatoel Oelama edisi 6 tahun kedua 1347 H. 

Pada pemberitaan yang kedua itu, PBNU mengutus dua orang untuk menghadiri pertemuan NU di Menes. Ia adalah KH Abdul Halim dan KH Abdullah Ubaid. Keduanya tiba pada 8 Ramadhan 1347 H.

Lalu diadakan serangkaian pertemuan. Pertemuan pertama diadakan di kediaman Kiai Yasin untuk membahas penetapan NU Menes. Dari pertemuan itu, keesokan harinya diadakan open baar di rumah Kiai Abdurrahman. 

Setelah melakukan pertemuan yang menetapkan NU Menes itu, kedua orang utusan PBNU itu melakukan peninjauan gedung Madrasah Mathaliul Anwar yang telah berdiri di sepuluh tempat. 

Pada 10 Ramadhan 1347 H, juga dilakukan pertemuan antara dewan guru Mathaliul Anwar dengan PBNU. Dari pertemuan itulah NU berkembang. Tidak hanya di Menes dan Pandeglang, tetapi juga di seantero Banten. []

Ayung Notonegoro, penggiat sejarah pesantren dan NU. Saat ini aktif sebagai kerani di Komunitas Pegon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar