Mathaliul Anwar,
Tulang Punggung Berdirinya NU di Menes
Menes merupakan nama
kecamatan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Meski hanya kota kecil,
namun Menes menyimpan sejarah besar. Dari sanalah, Nahdlatul Ulama (NU)
berkembang di daerah para jawara tersebut.
Keterlibatan Menes
sebagai tempat tumbuh kembangnya NU di Banten, sebenarnya bukan hal yang
mengejutkan. Sejak zaman Kesultanan, Menes telah menjadi pusat pengembangan
agama Islam. Secara bahasa, Menes berasal dari kata "Kemonesan" yang
berarti cerdas. Hal ini merujuk pada munculnya banyak pesantren di daerah
tersebut.
Salah satu pesantren
yang masih bertahan hingga saat ini di Menes, bahkan berkembang di berbagai
daerah, ialah Madrasah Mathaliul Anwar. Lembaga pendidikan tersebut didirikan
pada 10 Ramadan 1334 H/10 Juli 1916.
Namun Madrasah
Mathaliul Anwar baru beroperasi sebulan kemudian. Tepatnya pada 10 Syawal 1334
H/9 Agustus 1916. Para perintisnya antara lain Kiai Tubagus Sholeh, KH Entol
Muhammad Yasin, KH Mas Abdurrahman, dan beberapa nama lainnya.
Keberadaan Mathaliul
Anwar di Menes tersebut, benar-benar menjadi pelita penerang Pandeglang dan
sekitarnya. Kungkungan kolonialisme banyak melumpuhkan sektor pendidikan dan
dakwah keagamaan. Sehingga keberadaan pesantren menjadi entitas penting sebagai
simbol anti-kolonialisme.
Semangat dari
Mathaliul Anwar tersebut kemudian bertalian dengan spirit yang diperjuangkan
oleh Nahdlatul Ulama. Kesamaan sebagai penganut madzhab dan jejaring ulama
Nusantara yang telah lama terjalin membuat hubungan antara Mathaliul Anwar dan
NU cepat terjalin.
Tak heran, ketika NU
mulai fokus untuk mendirikan cabang di berbagai daerah, Mathaliul Anwar menjadi
tulang punggung yang membidani kelahiran NU di Banten.
Sebagaimana
diberitakan di Swara Nahdlatoel Oelama edisi 5 tahun kedua 1347 H, diadakan
sebuah musyawarah untuk pendirian NU. Pertemuan itu dilaksanakan di kediaman KH
Entol Muhammad Yasin di Kampung Kadal Awuk, Menes pada Ahad malam, 10 Rajab
1347 H atau 23 Desember 1928.
Dalam pemberitaan
tersebut, dihadiri para kiai dan tokoh masyarakat Menes dan sekitarnya. Tak ada
keterangan siapa yang datang dari unsur PBNU. Namun yang pasti dalam acara itu,
dibahas tentang tujuan dari berdirinya NU, pentingnya persatuan dan tantangan
bagi kalangan bermadzab. Atas hal tersebut, kemudian disepakati pendirian NU
dan penyusunan strukturnya.
KH Mas Abdurrahman
ditunjuk sebagai rais syuriyah. Kiai kelahiran 1868 itu merupakan direktur
pengajaran di Mathaliul Anwar. Ia merupakan santri Syekh Nawawi Banten di
Makkah. Sedangkan Kiai Yasin sendiri, yang merupakan kepala madrasah Mathaliul
Anwar ditunjuk menjadi naib rais alias wakil. Sedangkan katib dan naib-nya
adalah Mas Haji Muhammad Rais dan Antul Danawi. Keduanya juga tokoh di
MA.
Jajaran mustasyar
terdiri dari tujuh orang. Di antaranya KH Irsyad, KH Sulaiman, KH Abdul Mu'thi,
KH Siraj, KH Daud, KH Subari dan KH Syamil. Adapun di a'wan ada lebih banyak
nama. Ada 16 nama. Banyak diantaranya juga memiliki keterkaitan dengan Mathaliul
Anwar. Seperti Raden Haji Rusdi, KH Sam'un dan Kiai Anjun Kepuluh.
Dari pemberitaan
Swara Nahdlatoel Oelama tersebut, tak tercantum susunan lengkap sebagaimana
biasanya. Seperti halnya susunan tanfidiyah. Ketaklengkapan struktur itu, bisa
jadi karena tidak ada arahan langsung dari PBNU yang memimpin sidang. Hal
tersebut dikuatkan pada pemberitaan Swara Nahdlatoel Oelama edisi 6 tahun kedua
1347 H.
Pada pemberitaan yang
kedua itu, PBNU mengutus dua orang untuk menghadiri pertemuan NU di Menes. Ia
adalah KH Abdul Halim dan KH Abdullah Ubaid. Keduanya tiba pada 8 Ramadhan 1347
H.
Lalu diadakan
serangkaian pertemuan. Pertemuan pertama diadakan di kediaman Kiai Yasin untuk
membahas penetapan NU Menes. Dari pertemuan itu, keesokan harinya diadakan open
baar di rumah Kiai Abdurrahman.
Setelah melakukan
pertemuan yang menetapkan NU Menes itu, kedua orang utusan PBNU itu melakukan
peninjauan gedung Madrasah Mathaliul Anwar yang telah berdiri di sepuluh
tempat.
Pada 10 Ramadhan 1347
H, juga dilakukan pertemuan antara dewan guru Mathaliul Anwar dengan PBNU. Dari
pertemuan itulah NU berkembang. Tidak hanya di Menes dan Pandeglang, tetapi
juga di seantero Banten. []
Ayung Notonegoro,
penggiat sejarah pesantren dan NU. Saat ini aktif sebagai kerani di Komunitas
Pegon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar