Doa Bernada Mengancam Tuhan
gara-gara Pilpres?
Salah satu tata cara berdoa memang hendaknya
dilakukan dengan redaksi yang mantap dan mendesak seperti "Ya Allah
kabulkan doaku", bukan dengan redaksi yang setengah-setengah semisal
"Ya Allah kabulkanlah bila Engkau berkenan". Meskipun redaksi doa
terkesan memaksa, tetap saja tak ada yang bisa memaksa Allah. Nabi Muhammad
bersabda:
لَا
يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ، اللهُمَّ ارْحَمْنِي
إِنْ شِئْتَ، لِيَعْزِمْ فِي الدُّعَاءِ، فَإِنَّ اللهَ صَانِعٌ مَا شَاءَ، لَا
مُكْرِهَ لَهُ
"Janganlah sekali-kali seseorang dari
kalian mengatakan; 'Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau mau! Ya Allah,
kasihanilah aku jika Engkau mau! ' Berdoalah kamu dengan sungguh-sungguh, karena
Allah akan berbuat menurut kehendak-Nya tanpa ada yang dapat
memaksa-Nya.'"
Namun demikian, berdoa yang terlalu memaksa
sehingga terkesan bernada ancaman terhadap Allah, semisal "Bila
Engkau tak mengabulkan permohonan ini, maka kami khawatir tak ada yang
menyembahmu" atau redaksi yang senada itu, maka doa seperti ini malah
bermasalah dari dua sisi. Pertama karena berlebihan. Kedua karena menganggap
hanya kelompok yang berdoa itu yang menyembah Allah.
Sudah maklum bahwa Allah tak menyukai segala
sesuatu yang berlebihan, termasuk dalam berdoa. Karena itulah Imam Ibnu Abidin
menyatakan haram berdoa meminta sesuatu yang secara adat kebiasaan tak mungkin
terjadi. Beliau berkata:
من
المحرم أن يسأل المستحيلات العادية وليس نبيا ولا وليا في الحال ، كسؤال الاستغناء
عن التنفس في الهواء ليأمن الاختناق ، أو العافية من المرض أبد الدهر لينتفع بقواه
وحواسه أبدا ، إذ دلت العادة على استحالة ذلك ... فكله حرام
"Termasuk hal yang haram adalah meminta
sesuatu yang mustahil secara kebiasaan sedangkan orangnya bukan Nabi atau
Waliyullah di saat itu. Misalnya berdoa meminta tak butuh bernafas dengan udara
sehingga aman dari kekurangan udara atau berdoa bebas dari sakit seumur hidup
sehingga bisa memanfaatkan kekuatan dan indranya selamanya, karena secara adat
kebiasaan hal itu tak mungkin terjadi... maka semuanya haram." (Ibnu
Abidin, Radd al-Mikhtar, IV, 121)
Dengan demikian, tindakan seorang yang dalam
momen kontestasi politik kemudian berdoa dengan redaksi "Menangkan kami,
karena jika engkau tak menangkan kami, kami khawatir, Ya Allah, tak ada lagi
yang menyembahmu", adalah redaksi yang berlebihan sehingga terlarang.
Secara adat kebiasaan, tak ada hubungannya antara kepentingan politik satu
pihak dengan keberadaan orang yang menyembah Allah, apalagi dalam konteks Indonesia
yang notabene berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Merupakan hal yang mustahil
apabila kepentingan politik suatu pihak tak dikabulkan Allah lantas tak ada
yang menyembah Allah lagi. Tentu saja kecuali bila dianggap bahwa yang absah
menyembah Allah hanya segelintir orang saja yang punya kepentingan politik
tertentu sedangkan lainnya dianggap non-Muslim. Tapi tentu saja anggapan
seperti ini adalah nalar yang dikembangkan para Khawarij di masa lalu. Selain
itu redaksi seperti itu terkesan mengancam bahwa kalau tak dikabulkan, maka
mereka akan berhenti menyembah Allah.
Dalam sejarah, redaksi yang mirip dengan ini
sebenarnya pernah terucap dari lisan Rasulullah ketika hendak perang badar.
Beliau berdoa:
اللَّهُمَّ
إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي
الْأَرْضِ
"Ya Allah, jika pasukan Islam yang
berjumlah sedikit ini musnah, niscaya tidak ada lagi orang yang akan
menyembah-Mu di muka bumi ini." (HR. Muslim)
Namun konteksnya sangat berbeda dengan
keadaan masa kini ketika umat Islam menjadi umat terbesar kedua di dunia. Saat
perang Badar, jumlah kaum Muslimin sangat sedikit sedangkan kaum musyrikin yang
ingin memusnahkan Islam dari muka bumi sangatlah banyak sehingga wajar
Rasulullah berdoa semacam itu sebab memang itulah satu-satunya pasukan kaum
Muslimin yang ada di seluruh dunia. Bila Allah berkehendak kaum muslimin kalah
dalam perang Badar maka itu sama saja dengan berkehendak memusnahkan seluruh
kekuatan Islam yang ada sehingga tak ada lagi yang menyembah Nya di muka bumi
ini. Konteks semacam ini tentu tidak terjadi di masa sekarang Sehingga berdoa
dengan redaksi "mengancam" seperti di atas tidaklah dibenarkan.
Wallahu a'lam. []
Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU
Jember dan Peneliti di Aswaja NU Center Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar