Hukum Kentut di Ruang
Publik
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Pak ustadz, ketika kecil dahulu kami
menganggap lumrah maaf kentut di hadapan teman-teman sebaya. Tetapi ketika
dewasa kini kita terikat norma-norma sosial. Bagaimana kalau sebagian kami yang
dewasa ini kentut sembarangan di depan umum. Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Abdul Karim – Cilacap
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT
menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Maaf, kentut adalah peristiwa biologis
biasa dan keniscayaan sebagaimana kita membuang air kecil dan air besar. Sampai
di sini tidak ada masalah.
Persoalan ini akan menjadi berbeda ketika
kentut di ruang publik. Kami melihat dua persoalan dalam hal ini, pertama soal
bau atau aroma yang mengganggu dan kedua soal etika sosial.
Pada masalah pertama soal bau yang mengganggu
dan aroma tidak sedap yang menyakiti orang lain, Islam melarang keras mereka
yang tidak bersih-bersih mulut untuk menghadiri ruang publik seperti masjid dan
ruang pertemuan lainnya.
Kita mendapati hadits Rasulullah SAW yang
tidak memperkenankan orang yang memakan bawang putih tanpa bersih-bersih mulut
untuk mendatangi masjid karena aromanya dapat mengganggu pengunjung lainnya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud sebagai berikut:
عن
ابن عمر رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه و سلم قال من أكل من هذه الشجرة
يعني الثوم فلا يقربن مسجدنا رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم فلا يقربن
مساجدنا وفي رواية لهما فلا يأتين المساجد وفي رواية لابي داود من أكل من هذه
الشجرة فلا يقربن المساجد
Artinya, “Dari Ibnu Umar RA bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda, ‘Siapa saja yang memakan makanan ini, (maksudnya bawang
putih), jangan mendekati masjid kami,’ (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat
Muslim, ‘jangan mendekati masjid-masjid kami.’ Dalam riwayat Bukhari dan
Muslim, ‘jangan mendatangi masjid-masjid.’ Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan,
‘Siapa saja yang memakan pohon ini, jangan mendekati masjid-masjid,’” (Lihat
Syekh Abdul Azhim Al-Mundziri, At-Targhib wat Tarhib, [Beirut, Darul Kutub
Al-Ilmiyyah: 1417 H], cetakan pertama, juz I, halaman 138).
Tentu saja hadits ini tidak dipahami harfiah
yang menyempitkan maknanya. Larangan untuk menggangu orang lain dengan aroma
tidak sedap dalam hadits ini juga mencakup tubuh dan pakaian. Seseorang harus
memastikan tubuh dan pakaiannya tidak mengandung aroma busuk sebelum berjumpa
dengan orang lain sebagaimana keterangan Sayyid Bakri Syatha berikut ini:
ومثل
ذلك كل من ببدنه أو ثوبه ريح خبيث
Artinya, “Serupa dengan masalah itu (memakan
bawang) adalah orang yang tubuh atau pakaiannya mengandung aroma busuk,” (Lihat
Syekh Sayyid Bakri Syatha, I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005
M/1425 H-1426 H], juz II, halaman 51).
Dari sini kemudian para ulama membuat kaidah
bahwa gangguan atas kenyamanan orang lain karena aroma dari mana pun sumbernya,
yaitu mulut, tubuh, atau pakaian seseorang dilarang dalam Islam.
وَكُل
رَائِحَةٍ مُؤْذِيَةٍ فَهِيَ مَمْنُوعَةٌ
Artinya, “Segala aroma yang menyakitkan orang
lain maka itu dilarang,” (Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul
Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan
pertama, juz X, halaman 104).
Hal ini bisa dipahami karena kita tidak dapat
membayangkan bagaimana dampak aroma busuk atas kenyamanan orang lain ketika ada
seseorang kentut (bau badan, bau ketiak, atau aroma tidak sedap lainnya) di
ruang tertutup, pasar, bus kota, krl, atau ruangan berpendingin. Tentu saja
kami tidak menyarankan seseorang untuk kentut sembarangan di ruang terbuka.
Lalu bagaimana dengan kentut yang tidak menghasilkan
aroma busuk? Hal ini menurut hemat kami berkaitan dengan masalah kedua, yaitu
etika sosial. Meski tidak melahirkan aroma busuk, suara kentut di depan umum
dapat merusak mood, konsentrasi, dan gangguan psikis terhadap orang lain
seperti mereka yang sedang makan atau minum.
Kami menyarankan mereka yang ingin kentut
sebaiknya menjauh dari keramaian seperti menepi atau mencari ruang publik yang
seharusnya seperti toilet umum.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar