Hukum Nahi Munkar yang
Lahirkan Kemungkaran Lebih Besar
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, sahabat
saya kerap berhadapan dengan kemungkaran di depan matanya. Ia bercerita bahwa
ia kerap memergoki sahabat kerjanya menyalahgunakan obat-obatan terlarang di
sela istirahat kerja. Bukankah amar makruf dan nahi mungkar adalah wajib? Saya
minta masukannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (M Fatih/Bandung)
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT
menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Amar makruf dan nahi mungkar merupakan
fardhu kifayah bagi mereka yang mampu. Tetapi amar makruf dan nahi mungkar
menjadi fardhu ain bagi mereka yang menyaksikan langsung kemungkaran tersebut.
Sebagian ulama menyebutkan beberapa syarat
amar makruf dan nahi mungkar. Menurut mereka, syarat pertama adalah penguasaan
atas pengetahuan syariat perihal hukum yang diamarmakrufkan dan
dinahimunkarkan, dalam hal ini hukum penyalahgunaan narkotika.
واعلم) أن لوجوب
الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر شروطا أحدهما أن يكون المتولي لذلك عالما بما
يأمر به وينهى عنه فالجاهل بالحكم لا يحل له الأمر ولا النهي فليس للعوام أمر ولا
نهي فيما يجهلونه وأما الذي استوى في معرفته العام والخاص ففيه للعالم وغيره الأمر
بالمعروف والنهي عن المنكر
Artinya, “(Ketahuilah) kewajiban amar makruf
dan nahi munkar terdapat beberapa syarat. Salah satunya adalah bahwa orang yang
menangani masalah ini memahami hukum yang diamarmakrufkan dan dinahimunkarkan.
Orang awam tidak boleh melakukan amar makruf dan nahi munkar pada soal yang
mereka tidak mengerti hukumnya. Sedangkan persoalan yang diketahui hukumnya
oleh orang awam dan orang alim, maka orang alim dan orang awam boleh melakukan
amar makruf dan nahi munkar,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid
ala Jauharatut Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan
tahun], halaman 120).
Sedangkan syarat berikutnya adalah jaminan
kepastian atas ketiadaan kemungkaran yang lebih besar bila praktik amar makruf
dan nahi mungkar dijalankan. Ketika praktik nahi mungkar melahirkan kemungkaran
yang lebih besar, maka praktik ini tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan.
وثانيها
أن يأمن أن يؤدي إنكاره إلى منكر أكبر منه كان ينهى عن شرب الخمر فيؤدي نهيه عنه
إلى قتل النفس أو نحوه
Artinya, “Kedua, praktik nahi mungkar aman
dari lahirnya kemungkaran yang lebih besar karenanya. Misalnya, seseorang
melakukan nahi mungkar atas praktik minum khamar, lalu nahi mungkar itu
menyebabkan insiden pembunuhan atau insiden lainnya,” (Lihat Syekh M Ibrahim
Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatut Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail
Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 120).
Sahabat saudara penanya dapat melakukan amar
makruf dan nahi mungkar terhadap rekan kerjanya bila dalam pertimbangannya
tidak terjadi perselisihan yang membawa pembunuhan. Ia dapat mengingatkannya
baik-baik atas norma agama, peraturan perusahaan, dan peraturan pemerintah yang
berlaku.
Untuk kondisi darurat yang mengancam dan
tidak bisa ditunda, sahabat saudara dapat menghentikan kemungkaran itu atau
melaporkannya kepada atasan dalam perusahaan tersebut dan pihak berwenang
lainnya, terutama sekali bila profesi itu berkaitan dengan hajat hidup banyak
orang seperti keselamatan jiwa, berkaitan dengan nasib seseorang, atau berkaitan
dengan modal besar perusahaan seperti sopir, masinis, pilot, teknisi listrik,
hakim, aparat keamanan, dan profesi lain yang berkaitan dengan publik.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar