Empat Motivasi Ziarah Kubur
Menurut Syekh Nawawi Banten
Imam Turmudzi meriwayatkan satu hadits di
mana Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallama bersabda:
قَدْ
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ، فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي
زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ، فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَةَ
Artinya: “Sungguh dahulu aku melarang kalian
untuk berziarah kubur. (Kini) telah diijinkan bagi Muhammad untuk berziarah ke
kubur ibunya. Maka berziarah kuburlah kalian, karena sesungguhnya ziarah kubur
dapat mengingatkan akan akhirat.”
Dalam riwayat Imam Muslim Rasul menuturkan:
فَزُورُوا
الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
Artinya: “Maka berziarah kuburlah kalian,
karena sesungguhnya ziarah kubur itu dapat mengingatkan pada kematian.”
Dari hadits di atas bisa diambil beberapa
pelajaran di antaranya bahwa pada mulanya ziarah kubur dilarang oleh Rasulullah
namun dikemudian hari beliau membolehkan untuk melakukannya. Ziarah
kubur—menurut hadits di atas—juga bisa menjadikan pelakunya teringat akan
kematian dan kehidupan akhirat, bahwa ia pada saatnya kelak akan mati dan
mengalami segala yang ada di alam barzakh dan akhirat.
Dalam beberapa riwayat kita bisa menjumpai
keterangan bahwa Rasulullah pernah berziarah ke makam ibundanya Sayidatina
Aminah. Beliau juga berziarah ke komplek pemakaman Baqi’ untuk menziarahi ahli
kubur para sahabat yang gugur di perang Badar dan Uhud.
Hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَبْرَ أُمِّهِ، فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ
Artinya: “Nabi Muhammad shallallâhu
‘alaihi wa sallama pernah berziarah ke kubur ibundanya, maka beliau menangis
dan menjadikan orang di sekitarnya menangis.”
Imam Malik dalam Muwatho’-nya juga
meriwayatkan:
إِنِّي
بُعِثْتُ إِلَى أَهْلِ الْبَقِيعِ لِأُصَلِّيَ عَلَيْهِمْ
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus (untuk
berziarah) ke ahlul baqi’ untuk mendoakan mereka.”
Di Indonesia sebagian besar masyarakat muslim
melakukan ziaran kubur dengan berbagai macam mitivasi. Ada di antara mereka
yang aktif berziarah kubur ke makam orang tua setiap hari tertentu untuk
berkirim do’a, ada juga yang pada bulan-bulan tertentu secara rombongan
berziarah ke makam para wali dan kiai dengan tujuan bertabarruk, dan lain
sebagainya.
Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Nashâihul
‘Ibâd menuturkan ada 4 (empat) macam motivasi orang melakukan ziarah kubur:
Pertama, ziarah kubur dengan
tujuan untuk mengingat mati dan akhirat. Ziarah dengan motivasi ini bisa hanya
dengan melihat kuburan atau komplek pemakaman saja tanpa harus tahu siapa yang
bersemayam di dalam kuburan. Tidak harus kuburan orang muslim, bahkan kuburan
orang kafir sekalipun bisa menjadi sarana untuk menjadikan seorang muslim
mengingat kematian dan kehidupan akhirat yang pada saatnya nanti akan ia
lakoni.
Kedua, ziarah kubur dengan
tujuan untuk mendoakan orang yang ada di dalam kuburan. Menurut Syekh Nawawi
ziarah dengan tujuan ini disunahkan bagi setiap orang muslim. Tentunya kuburan
yang dikunjungi juga kuburan yang di dalamnya bersemayam jenazah orang muslim,
pun tidak harus kuburan keluarga sendiri.
Di Indonesia ada beberapa daerah yang
memiliki budaya di mana pada waktu-waktu tertentu—biasanya menjelang puasa
Ramadhan—masyarakat kampung berkumpul di satu komplek pemakaman untuk
bersama-sama mendo’akan ahli kubur yang ada di komplek tersebut, baik ahli
kubur itu keluarga sendiri maupun orang lain. Kegiatan semacam ini lazim disebut
dengan nyadran.
Ketiga, ziarah kubur dengan
motivasi untuk tabarruk atau mendapatkan keberkahan. Ziarah dengan tujuan ini
disunahkan dengan mengunjungi kuburnya orang-orang yang dikenal baik pada waktu
hidupnya.
Ziarah dengan motivasi ini juga sangat sering
dilakukan oleh masyarakat muslim di Indonesia khususnya warga Nahdliyin. Pada
waktu-waktu tertentu mereka secara berombongan berziarah ke makam para wali dan
para kiai yang dipandang memiliki kedekatan dengan Allah dan berjasa dalam
berdakwah menebarkan agama Islam di masyarakat.
Keempat, ziarah kubur dengan
motivasi untuk memenuhi hak ahli kubur yang diziarahi, seperti ziarah ke makam
orang tua.
Di daerah tertentu ada budaya di mana setiap
hari Jumat Kliwon, atau di sore hari Kamis sebelum Jumat Kliwon masyarakat
menziarahi makam orang tuanya. Ini dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak
bagi orang tuanya. Meski mendo’akan orang tua bisa dilakukan di mana saja dan
kapan saja namun dengan menziarahi kuburnya di waktu tertentu diharapkan akan menjadikan
si anak akan selalu ingat dan tidak dengan mudah melupakan akan jasa orang tua.
Dari pembahasan singkat di atas, berziarah
dengan motivasi yang manapun, ada yang perlu diperhatikan oleh mereka yang
melakukan ziarah kubur. Semestinya ziarah kubur dilakukan sesuai tuntunan
syari’at tanpa ada motivasi-motivasi lain yang bertentangan dengan apa yang
diajarkan oleh agama melalui para ulama. Wallâhu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar