Kamis, 09 Januari 2020

(Ngaji of the Day) Kisah Rasulullah dengan Abul Ash, Menantunya yang Non-Muslim (Bagian II-Habis)


Kisah Rasulullah dengan Abul Ash, Menantunya yang Non-Muslim (Bagian II-Habis)

Kepergian Sayyidah Zainab membuat Abul Ash terpuruk. Abul Ash masih sangat menyayangi dan merindukan Sayyidah Zainab. Sembari terus mencari cara agar bisa bertemu dengan Sayyidah Zainab, Abul Ash tetap melakukan aktivitasnya, yaitu berdagang ke luar Makkah. Nasib buruk menimpa Abul Ash ketika kepergok pasukan umat Islam di tengah perjalanannya balik ke Makkah, usai berdagang di Syam. Semua barang dan hartanya diambil.

Abul Ash menjadi pilu. Jika ia pulang ke Makkah tanpa membawa harta hasil dagangan, maka investornya akan marah kepadanya. Lalu ia datang ke Madinah dengan sembunyi-sembunyi untuk meminta perlindungan kepada Sayyidah Zainab. Putri tertua Rasulullah itu pun mengabulkan permintaan Abul Ash.

Rasulullah kemudian mengingatkan bahwa Abul Ash sudah tidak halal lagi bagi Sayyidah Zainab. Meski demikian, Rasulullah mempersilahkan Sayyidah Zainab untuk tetap menghormati Abul Ash. Keduanya masih saling mencintai. Rasulullah tahu akan hal itu. Oleh karenanya, beliau selalu berdoa agar Abul Ash mendapatkan hidayah.

Sahabat Rasulullah yang mengambil harta dan barang segera mengembalikan kepada Abul Ash. Mereka juga menjamin keselamatan Abul Ash hingga tiba di Makkah. Abul Ash langsung menuju ke Ka’bah ketika sampai di Makkah. Ia menyerahkan semua hasil dagangannya kepada para investornya. Hal itu membuat mereka gembira. Namun, sesaat setelahnya mereka terperangah karena Abul Ash mengucapkan dua kalimat syahadat. Merujuk buku Bilik-bilik Cinta Muhammad: Kisah Sehari-hari Rumah Tangga Nabi (Nizar Abazah, 2018), rupanya kejadian di Madinah itu menjadi ‘wasilah’ Abul Ash memperoleh hidayah.

Riwayat lain menyebutkan bawah Abul Ash berada di Habasyah. Saat itu, dia semakin benci dengan kemajuan yang diperoleh umat Islam. Akhirnya, ia meninggalkan Makkah dan menuju Habasyah. Di sana ia bertemu dengan Amr bin Umayah ad-Dhamri yang tengah menyampaikan surat Rasulullah untuk penguasa Habasyah saat itu, Negus.

Mengetahui hal itu, Abul Ash meminta Negus agar menyerahkan utusan Rasulullah itu untuk dibunuhnya. Negus marah dan menolak permintaan Abul Ash.

“Apakah wajar aku menyerahkan utusan seorang Nabi yang datang kepadanya malaikat yang pernah datang kepada Musa dan Isa?” kata Negus, sebagaimana dikutip dari buku Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih (M Quraish Shihab, 2018).

Jawaban Negus ini lah yang membuat Abul Ash terbuka hatinya. Abul Ash kemudian pergi ke Madinah untuk menemui Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam. Di tengah perjalanan, Abul Ash bertemu dengan Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah yang juga ingin bertemu dengan Rasulullah. Di hadapan Rasulullah, mula-mula ketiganya menyesali semua perbuatan yang pernah dilakukannya, yaitu memusuhi Rasulullah dan umat Islam. Kemudian Abul Ash, Khalid bin Walid, dan Utsman bin Thalhah menyatakan diri masuk Islam.

“Keislaman menutupi dosa yang dilakukan sebelumnya,” kata Rasulullah.

Keislaman Abul Ash itu tentu saja membuat Sayyidah Zainab gembira. Rasulullah sadar bahwa keduanya masih saling mencintai. Maka kemudian, Rasulullah menyerahkan kembali Sayyidah Zainab kepada Abul Ash. Merujuk kitab Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, ada dua pendapat terkait dengan rujuknya Abul Ash dengan Sayyidah Zainab. Pertama, Rasulullah mengembalikannya pada nikah yang pertama. Artinya, tidak ada akad nikah lagi. Kedua, rujuknya Sayyidah Zainab dengan Abul Ash disertai dengan ‘akad nikah baru’.

Abul Ash dan Sayyidah Zainab memiliki dua anak, yaitu Sayyidina Ali yang meninggal saat masih kecil dan Sayyidah Umamah yang dinikahi Sayyidina Ali bin Abi Thalib setelah wafatnya Sayyidah Fathimah az-Zahra al-Batul.

Kebersamaan Abul Ash dan Sayyidah Zainab untuk yang kedua kalinya tidak berlangsung lama. Sayyidah Zainab wafat pada tahun ke-8 Hijriyah. Hal ini membuat Abul Ash mengalami kesedihan yang mendalam. Hingga tidak lama setelah Sayyidah Zainab wafat, Abul Ash menyusulnya istrinya ke haribaan Allah. []

(A Muchlishon Rochmat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar