Drama Mahfud MD dan Peta Politik Nasional
Oleh Ahmad Syafii Ma'arif
Tegang, geli, membosankan, tetapi tidak terlalu gaduh. Itulah
kira-kira potret perpolitikan nasional kita bulan Juli dan Agustus 2018 ini.
Nama Mahfud MD telah jadi buah bibir publik pada minggu-minggu terakhir ini,
sebagai cawapres untuk pejawat presiden yang sekarang untuk Pilpres 2019
sekalipun yang bersangkutan tenang-tenang saja. Dari seorang menteri lingkungan
istana saya diberi tahu bahwa Mahfud memang telah diplot untuk mendampingi
pejawat pada periode yang akan datang sekiranya terpilih kembali. Sementara,
beberapa teman di BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) juga telah bergerak
ke jurusan yang sama. Bahkan, telah mengutus salah seorang anggotanya menjumpai
tokoh politik berpengaruh di negeri ini agar mempertimbangkan sosok Mahfud
untuk posisi di atas.
So far so smooth, tidak ada sebuah rintangan yang
berarti. Tetapi, proses pertarungan politik sering tidak bisa diramalkan. Di
detik-detik terakhir pada 9 Agustus ini berlakulah sebuah drama yang sebelumnya
tak terduga: Mahfud tersingkir secara tragis dari pencalonan pada saat-saat
yang bersangkutan sudah siap memasuki gelanggang deklarasi. Semua elite parpol
pengusung Jkw secara “kejam” tiba-tiba memunculkan Prof DR KH Ma’ruf Amin untuk
menggantikan posisi Mahfud, sedangkan presiden seperti tak berdaya berhadapan
dengan para politisi yang lagi garang ini. Publik terkejut, lemas, dan
bingung dalam membaca situasi apa sebenarnya yang tengah berlangsung.
Pada malam Kamis tanggal di atas, saya coba kontak via telepon
tokoh-tokoh penting di negara ini: presiden, mantan presiden, beberapa menteri,
politisi, dan petinggi pers nasional untuk menanyakan tentang drama Mahfud di
atas. Semuanya tersambung dan telah memberikan penjelasan menurut versinya
masing-masing yang tidak perlu direkam di sini. Bung Jeffrie Geovanie (DPD RI),
Fajar Zia Ul Haq, Endang Tirtana yang bersama saya malam itu menyimak dengan
saksama pembicaraan dengan orang-orang penting itu. Sekalipun kecewa, mereka
mudah memahami peradaban politik di Indonesia yang memang baru sampai pada
tingkat yang sekarang ini. Hanya mereka merasa iba dan prihatin karena Mahfud
telah menjadi korban politik dengan cara sekasar itu.
Di ranah lain, pertarungan elite politik tidak kurang serunya,
tetapi yang diperebutkan bukan kursi presiden, tetapi posisi wakilnya yang
kemudian mengerucut pada Ma’ruf Amin dan Sandiaga Salahuddin Uno untuk cawapres
Prabowo Subianto. Maka, pada 17 April 2019, pasangan Jkw/Ma’ruf Amin akan
berhadapan dengan pasangan Prabowo Subianto/Sandiaga Salahuddin Uno. Kedua kubu
sudah sama berjanji untuk menjaga pilpres berlangsung damai, aman, dan nyaman,
sebuah iklim yang memang demikian itu diharapkan masyarakat luas. Suasana
“perang” seperti yang berlaku dalam Pilkada DKI yang lalu adalah bentuk
kebiadaban politik. Kita ingin kontestasi politik menjadi semakin beradab agar
negara Pancasila ini memberikan suasana aman untuk didiami.
Fenomena lain yang cukup mengundang gelak terbahak adalah perilaku
seorang pemimpin partai demi ingin melestarikan dinastinya, telah, menggelepar
kian ke mari seperti cacing kepasanan. Akhirnya, yang diperoleh adalah
bergabung dengan salah satu kubu karena strategi politiknya yang kabarnya jitu
itu ternyata kandas di berbagai penjuru. Alangkah sunyinya negeri ini dari
sosok negarawan yang lebih memikirkan masa depan bangsa dan negara, bukan
perpanjangan dinasti yang menjadi ranah politisi tunajam terbang.
Gejala lain lagi yang tidak kurang membuat kening berkerut adalah
sikap sebuah partai yang mengunci gerak dan langkah seorang capres untuk
mendapatkan calon wakilnya. Saya tidak tahu apakah di negara-negara lain
perebutan posisi cawapres yang hiruk ini juga dialami. Bahkan, terkesan salah
satu calon yang diajukan seperti asal-asalan. Maka berlakulah seperti nasib
seorang yang nyaris tenggelam di air, benda apa pun akan dipegangnya untuk
menyelamatkan diri, tidak peduli barang najis sekalipun.
Di tengah gelanggang politik yang demikian itulah seorang Mahfud
MD digelar pada pusaran kekuasaan yang aneh sementara ini, padahal saya sudah
memberikan ucapan selamat kepadanya. Bagi kedua pasangan di atas, saya sebagai
seorang senior citizen mengimbau agar berkompetisi secara sehat dan adu program
dalam pilpres tahun depan. Buang topeng-topeng, tampilkan wajah yang autentik,
berseri, dan menawan. []
REPUBLIKA, 14 Agustus 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar