Kiai Sahal dan
Beberapa Penghargaan untuknya
Saat kecil, KH Sahal
Mahfudh tumbuh di bawah asuhan kedua orang tuanya yang terkenal disiplin dan
keras, terutama dalam belajar agama. Sang ayah, Kiai Mahfudh mendidik Kiai
Sahal kecil secara langsung untuk belajar Al-Quran dan menghafalkan juz amma.
Kalau seandainya Sahal kecil tidak hafal, maka sang ayah tidak segan untuk
memberikan hukuman kepadanya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Sahal
kecil sudah mahir membaca Al-Quran dan menghafal beberapa surat pendek.
Bisa dibilang masa
kecil Kiai Sahal penuh dengan dunia keilmuan. Ia belajar ilmu-ilmu agama
seperti nahwu, shorof, tafsir, hadis, balaghah, dan sebagainya, dan ilmu-ilmu
umum seperti ilmu hisab, bahasa Melayu, dan bahasa Inggris. Namun Sahal kecil
tidak puas dengan dua bahasa tersebut, ia tertarik untuk menguasai bahasa
Belanda. Kemudian, ia meminta anaknya pak Camat Margoyoso yang notabennya mahir
berbahasa Belanda untuk mengajarinya.
Selain memiliki rasa
penasaran yang tinggi akan ilmu, Sahal kecil juga merupakan orang yang kreatif
dan memiliki semangat yang tinggi untuk hidup mandiri, terutama dalam hal
ekonomi. Itu terbukti saat ia mencoba melakukan bisnis saat usianya masih
terbilang belia. Ia menjajakan kacang goreng yang dibungkus plastik ke dalam
toples.
Kemudian barang
dagangannya tersebut ia taruh di depan rumahnya Mbah Nawawi –salah seorang kiai
Kajen yang disegani dan banyak dikunjungi tamu pada saat itu- tanpa ditunggui.
Ia membuat semacam kantin kejujuran. Tolpes kacang tersebut habis oleh tamu
Mbah Nawawi yang datang untuk sowan ke rumahnya. Sementara mereka menaruh uang
di sekitar toples.
Kiai Sahal adalah
Kiai aktivis. Ia tidak hanya sibuk dengan kegiatan belajar-mengajar di dalam
kelas, ia juga aktif bergabung dengan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat
dengan dan membuat beberapa pelatihan pemberdayaan kehidupan masyarakat
sekitar. Ia bergelut pada banyak bidang, mulai dari pendidikan sampai ekonomi.
Ia menjalani itu semua dengan kegigihan dan kerja keras.
Maka tidak
mengherankan jika banyak pernghargaan yang Kiai Sahal dapatkan, di antaranya
adalah Penghargaan Tokoh Perdamaian Dunia (1984), Manggala Kencana Kelas I
(1985-1986), Bintang Mahaputra Utama (2000), Tokoh Pemersatu Bangsa (2002), dan
Damandiri Award untuk kategori Pembina Usaha Mikro Terbaik (2006).
Ia juga mendapatkan
gelar Doktor Honoris Causa (HC) dalam bidang pengembangan ilmu fikih serta
pengembangan pesantren dan masyarakat dari Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2003. Dan pada haulnya yang kedua, Kiai
Sahal juga menerima penghargaan MAJT (Masjid Agung Jawa Tengah) pada tahun
2016. Penghargaan tersebut diberikan atas kiprah dan kontribusi Kiai Sahal
sebagai salah satu pendiri Masjid Agung Jawa Tengah.
Penghargaan-penghargaan
tersebut merupakan buah kerja keras yang telah dilakukan oleh Kiai Sahal.
Gelar-gelar tersebut lah yang mendatangi Kiai Sahal, bukan Kiai Sahal yang
mencari gelar tersebut.
Empat tahun sudah
jasad begawan fikih sosial itu meningalkan kita semua. Kiai Sahal Mahfudh wafat
pada Jumat, 24 Januari 2014 silam pada usia 78 tahun. Ia dimakamkan di komplek
pemakaman Syekh Ahmad Mutamakkin Kajen-Pati, di makam keluarga berdampingan
dengan Mbah Salam (kakek KH Sahal Mahfudh dari garis bapak), Mbah Nawawi, Nyai
Badi’ah (ibu Mbah Sahal), dan Mbah Abdullah sepuh. Lahul fatihah. []
(Muchlishon Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar