Rabu, 15 Agustus 2018

BamSoet: Kondusifitas Menuju Pilpres-Pileg 2019


Kondusifitas Menuju Pilpres-Pileg 2019
Oleh: Bambang Soesatyo

Tahun politik 2019 benar-benar harus mencerminkan pesta demokrasi. Seluruh lapisan masyarakat didorong untuk bergembira melaksanakan kedaulatannya memilih wakil rakyat, serta memilih Presiden periode lima tahun berikutnya. Agar pesta dan kegembiraan itu terwujud, semua elemen masyarakat ditantang untuk mewujudkan kondusifitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pemilihan umum (Pemilu) atau pemungutan suara langsung untuk memilih presiden dan anggota DPR/DPRD adalah refleksi kedaulatan rakyat. Karenanya dideskripsikan juga sebagai pesta demokrasi. Maka, implementasi kedaulatan rakyat itu harus diwujudkan dalam suasana penuh kegembiraan dan memberi kebebasan seluas-luas bagi setiap pemilih untuk menentukan pilihannya. Tentu saja suasana pesta demokrasi yang menggembirakan itu bisa terlaksana jika semua elemen masyarakat mampu mewujudkan suasana kondusif.

Memang, Pemilu dengan agenda pemilihan Presiden (Pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (Pileg) selalu menghadirkan konsekuensi berupa perbedaan pilihan. Akar budaya masyarakat Indonesia sudah mengajarkan bahwa beda pilihan bukan masalah yang harus diperdebatkan atau dipertentangkan. Beda pilihan telah diterima sebagai sebuah keniscayaan, karena setiap orang akan selalu punya cara pandang dan penilaian yang tidak sama dengan orang lain, termasuk dengan teman atau dengan ayah-ibu serta anggota keluarga lainnya. Pesannya adalah beda pilihan tidak boleh merusak kondusifitas yang sejatinya selalu menjadi kebutuhan semua orang.

Beberapa agenda utama dalam persiapan menuju Pilpres-Pileg 2019 sudah terlaksana. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menutup masa pendaftaran bakal calon Presiden dan Wakil Presiden untuk Pilpres 2019 pada 10 Agustus 2018 lalu. Penutupan masa pendaftaran dilakukan setelah dua kandidat pasangan Capres-Cawapres mendaftar dan menyerahkan dokumen pencalonan. Masing-masing adalah pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sebagai petahana, Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin didukung sebuah koalisi yang beranggotakan PDIP, Golkar, NasDem, PKB, PPP, Hanura, PKPI, PSI, dan Perindo. Dan, sebagai penantang, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno didukung koalisi beranggotakan PKS, PAN, Demokrat, dan Gerindra.

Sebelumnya, pada tengah malam 17 Juli 2018, KPU pun telah menutup pendaftaran bakal calon anggota legislatif yang akan maju pada Pileg 2019. Seperti diketahui, pendaftaran calon anggota legislatif DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota untuk Pileg 2019 yang dibuka selama 14 hari itu telah dimulai sejak 4 Juli 2018. Sedikitnya, 14 partai politik mendaftarkan bakal caleg di KPU. Meliputi Partai Garuda, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Perindo, PDI Perjuangan, Partai Hanura, Partai Berkarya, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, PKP Indonesia, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerindra, dan Partai Bulan Bintang.

Setelah dua agenda utama itu terlaksana, kedua kandidat pasangan Capres-Cawapres dan semua Parpol serta calon anggota legislatifnya tentu harus melakukan konsolidasi. Melakukan pemetaan basis suara, membaca kekuatan lawan, membentuk tim pemenangan, menyusun program-program yang akan ditawarkan kepada warga di daerah pemilihan (Dapil) hingga menghitung logistik yang dibutuhkan. Dengan ragam kegiatan yang tak terhindarkan itu, tensi politik di dalam negeri semestinya bisa dibuat lebih tenang.

Memang, suasana menuju tahap pendaftaran kandidat pasangan Capres-Cawapres untuk Pilpres 2019 sempat menyita perhatian publik. Perhatian publik tertuju pada proses pembentukan koalisi dan proses penyaringan sosok Cawapres. Kedua proses ini sempat membuat ruang publik hiruk pikuk. Ada perang pernyataan, saling sindir, ada pula tuduhan, serta kejutan-kejutan terkait dengan nama sosok Cawapres. Namun, segala sesuatunya berakhir dengan baik.

Konsolidasi

Sangat disayangkan bahwa pasca pendaftaran kandidat pasangan Capres-Cawapres, ruang publik masih disesaki dengan pernyataan-pernyataan yang berpotensi mengganggu kenyamanan publik. Berangkat dari kenyataan itu, masyarakat tentu berharap masing-masing kubu kandidat mau menahan diri. Sebab, menuju tahun politik 2019, kondusifitas sangat bergantung pada perilaku masing-masing kubu Capres-Cawapres. Daripada saling sindir atau saling ejek, akan lebih baik jika masing-masing kubu kandidat Capres-Cawapres melakukan konsolidasi mempersiapkan kampanye pemilihan presiden.

Adalah sangat penting jika dua kandidat Capres-Cawapres dengan tulus dan konsisten mengajak semua elemen masyarakat untuk menjadikan Pilpres dan Pileg 2019 sebagai pesta demokrasi yang menggembirakan. Sebab, kedua agenda itu tak lain adalah bentuk pengakuan dan penghormatan kepada hak azasi setiap individu yang memiliki hak memilih. Di hadapan mereka, para kandidat memaparkan program. Masyarakat berhak menilai. Tentu akan terjadi beda penilaian yang berujung pada beda pilihan.

Namun, perbedaan itu harus dihargai dan dihormati oleh siapa pun. Jangan sampai pula perbedaan itu menimbulkan permusuhan. Sebaliknya, perbedaan itu hendaknya bisa semakin merekatkan tali persaudaraan dan persahabatan.Jangan sampai masyarakat terkotak-kota hanya karena beda pilihan politik. Sebagaimana bisa didengar dan disimak bersama, dua kandidat pasangan Capres-Cawapres sudah memaparkan garis besar program-program yang akan ditawarkan kepada rakyat. Rincian program-program mereka akan dipaparkan lagi sepanjang periode kampanye. Dari garis besar program kedua kandidat, jelas terlihat bahwa mereka ingin mewujudkan Indonesia yang lebih baik dalam beberapa tahun ke depan. Tentu ada perbedaan, tetapi perbedaan itu hanya pada pendekatan.

Perbedaan pendekatan itu setidaknya terlihat pada keputusan petahana Joko Widodo memilih ulama karismatik KH Ma'ruf Amin sebagai Cawaparesnya. Sosok Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin merupakan perpaduan tepat nasionalis dan religius. KH Maruf Amin adalah guru bangsa, ulama, dan juga negarawan yang pendapatnya selalu didengar khalayak. Perpaduan yang tepat dan bijaksana ini menjadi pilihan karena diyakini bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan beberapa persoalan terkini. Kedua sosok ini akan fokus pada upaya mengakhiri sekat-sekat yang selama ini bermunculan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan menghadirkan KH Ma'ruf Amin, terlihat jelas bahwa Joko Widodo bersama koalisi partai pendukungnya lebih melihat dan menimbang-nimbang tantangan atau masalah yang dihadapi bangsa ini. Dan, mengacu pada tantangan itu, Joko Widodo dan koalisi partai pendukung tidak hanya memproyeksikan atau menargetkan kemenangan Pilpres 2019, melainkan sebuah kemenangan untuk menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi bangsa ini. Ada persoalan ekonomi, persoalan kemiskinan, persoalan sulitnya menghilangkan praktik korupsi hingga persoalan tentang sekat-sekat di dalam masyarakat itu. Dalam kapasitas keduanya sebagai pimpinan nasional nantinya, Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin akan berbagi beban untuk menyelesaikan atau mereduksi persoalan-persoalan itu.

Pasangan kandidat Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pun diyakini melihat persoalan-persoalan itu. Tentu ada perbedaan yang tak perlu ditutup-tutupi. Sebagai petahana, Joko Widodo dan Cawapres KH Ma'ruf Amin nantinya tinggal meneruskan dan mempertajam upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini. Publik tentu menunggu program dan strategi apa yang akan ditawarkan Prabowo-Sandi untuk menyelesaikan ragam persoalan itu. Pemaparan program dan strategi kedua sosok calon pemimpin itu bisa dilakukan sepanjang periode kampanye Pilpres 2019. Kini, dalam suasana yang mestinya kondusif, mulailah fokus menyusun program dan strategi itu. []

DETIK, 14 Agustus 2018
Bambang Soesatyo | Ketua DPR, Dewan Pakar KAHMI, Ketua Badan Bela Negara FKPPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar